Jumat, Januari 30, 2009

PAHLAWAN NASIONAL ETNIK TIONGHOA - INDONESIA

JHON LIE


Posted by Iman Brotoseno .

Majalah life Awal September 1949. Kapal boat Republik Indonesia panjang 110 kaki dan berukuran 60 ton “ The Outlaw “ baru saja berlabuh di pelabuhan Bhuket, semenanjung Malaya. Para awak kelelahan, setelah kesekian kali lolos dari sergapan kapal perang Belanda. Semalam tepat selepas Penang, di laut bebas mereka bertemu dengan kapal patroli Belanda yang mengejarnya sambil melepaskan tembakan boffors dan miltraliurnya.
Kelihaian kapten ‘The Outlaw”, Mayor John Lie kembali teruji, untuk bisa membawa barang barang komoditi seperti karet, gula, teh untuk di jual dan ditukarkan ban, senjata, mobil dan kebutuhan perang kemerdekaan.

The ‘ Outlaw ‘ adalah legenda saat itu. Radio BBC selalu menyiarkan keberhasilan kapal itu dalam menembus blokade Belanda. Ini membuat Belanda semakin geram dan terus berusaha menjegat kapal kebanggaan Republik.
Saat saat beristirahat sambil membongkar muatan. John Lie kedatangan seorang wartawan LIFE Magazine – Roy Rowan – yang mewancara dan kelak dimuat dalam majalah tersebut Edisi 26 September 1949. Artikel itu berjudul “ GUNS –AND BIBELS – ARE SMUGGLED TO INDONESIA “

John Lie seorang keturunan Tionghoa, telah menjadi pelaut di pelayaran KPM Belanda sebelum perang kemerdekaan. Ia kemudian bergabung menjadi ABK di armada laut sekutu ketika Perang Dunia II.
Revolusi Kemerdekaan telah menggerakannya untuk bergabung dengan pejuang pejuang Republik. Padahal banyak golongan Tionghoa yang memilih tak perduli atau bahkan memihak Belanda.

John Lie seorang nasrani yang religius. Ia selalu membawa dua alkitab – satu berbahasa Inggris dan satu berbahasa Belanda - ditengah tengah pertempuran lautnya. Roy tercengang melihat sebuah kata kata yang ditulis didinding kabin.
‘ Kemudikan kapal ini, demi Tuhan, negeriku dan kebaikan umat manusia ‘.
Selama dua tahun John Lie menjadi salah satu tokoh penting dalam organisasi penyelundupan senjata yang wilayahnya terbentang dari Malaya, Singapura, Filipina, Thailand bahkan sampai India. Ia bolak balik menembus laut, menangani jual beli senjata dari Malaysia, Thailand ke Aceh, Sumatera timur dan pulau pulau terpencil di Indonesia.

Dari lima kapal yang dibeli dari Inggris di Singapura, hanya kapal John Lie yang tak pernah tertangkap meski dikejar dan dihujani peluru serta bom. Ia cerdik mengelabui dan melarikan kapalnya di balik pulau pulau kecil di Sumatera.
Menutupi kapalnya dengan ranting dan dedaunan sambil menunggu kapal terbang Belanda dan kapal patroli menghentikan pencariannya.

john lieKelak ketika ia menjadi komandan Kapal perang KRI Rajawali, ia harus membawa berlayar Bung Karno dan Perdana Menteri Cina, Chou En Lai. Ketika saatnya makan siang, seperti kebiasan di kapalnya, John Lie selalu memimpin doa secara nasrani.
Maka ia berkata kepada Bung Karno, untuk tetap mengijinkan melakukan kebiasaan ini.
“ Kau seorang nasrani yang taat, silahkan melakukan apa yang telah menjadi kebiasaanmu di sini. “ demikian Bung Karno mengijinkan.
Jadilah John Lie memimpin doa dimeja makan, didepan ABK, Bung Karno dan perdana Menteri Cina yang komunis itu. Entah apa yang dipikirkan Chou En Lai saat itu.

Sejarah mencatat masalah banyak persoalan apriori yang menjadi penghambat hubungan etnis tionghoa dalam bangsa Indonesia.
Selama orde baru, etnis ini dikebiri dalam budaya dan dipaksa untuk melebur masuk kedalam sub etnik masyarakat Indonesia. Ini karena salah kaprah melibatkan etnis ini sebagai salah satu pendukung G 30 S PKI. Aksara dan prosesi barongsai dilarang. Ketika Slamet Mulyana mengeluarkan buku bahwa sebagian Wali Sanga adalah keturunan Tionghoa, langsung buku buku itu diberangus oleh Kejaksaan Agung.
Padahal jaman dulu sudah biasa melihat etnis Tionghoa menjabat sebagai Menteri. Bahkan menjelang kemerdekaan Indonesia, ada beberapa sosok dari etnis tionghoa yang juga duduk di BPUPKI.

Dalam Pemerintahan kolonial, etnis Tionghoa sudah terlibat dalam bentuk perlawanan terhadap penguasa. Sejak dari pemberontakan Pecinan jaman VOC.
Tahun 1912, berbarengan dengan tahun baru Imlek. Di Batavia, Pemerintah melarang etnis Tionghoa mengibarkan bendera Tiongkok sehubungan dengan diproklamirkan Republik Tiongkok oleh dr. Sun Yat Sen.
Sementara di Surabaya, polisi melarang etnis Tionghoa membunyikan petasan pada acara tahun baru itu. Ini mengakibatkan kerusuhan dan situasi yang memanas.

Dalam perjalanan sampai saat ini, masih ada kerikil dalam proses akulturasi etnis tionghoa menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Salah satunya adalah tidak adanya pahlawan dari suku bangsa ini.

Menarik, sejahrawan Taufik Abdulah mengibaratkan deretan pahlawan nasional sebagai album foto keluarga. Masing masing ingin melihat wajahnya sendiri dalam album itu. Kalau diperluas dalam ‘ album bangsa ‘ apakah ada sosok yang dekat atau menjadi representasi etnis atau daerah yang sama dengan kita.
Ternyata dalam daftar pahlawan nasional tak terdapat yang berasal dari etnis Tionghoa. Dengan memasukan sosok sosok dari etnis Tionghoa yang memang berjuang bersama etnis lain dalam mempertahankan kemerdekaan, membuat ada perasaan senasib dan sepenanggungan dalam berbangsa Indonesia

gong xi John Lie adalah sosok yang terlupakan. Ia merupakan sosok yang dekat dengan laut. Air yang bergerak bergelora. Berani menembus lautan untuk mencapai tanah seberang sana. Ini mirip dengan legenda Tiongkok kuno ketika Sang Kaisar mengadakan perlombaan menyeberangi sungai untuk menentukan binatang mana yang cocok dengan waktu tertentu. Untuk menentukan kalender tahun Cina. Segala jenis binatang hadir disana.
John Lie mungkin sebagai sosok kerbau yang dengan baik hati mau membantu menyebrangkan tikus dan kucing yang tidak bisa berenang.

Wartawan Roy Rowan, takjub melihat kapten kapal ini. Seorang patriot dari etnis yang paling terpinggirkan di sebuah bangsa yang besar. Alkitab, bazooka, senjata menjadi property yang disimpan rapat di kapalnya.
Ditengah tengah hiruk pikuk kuli pelabuhan menurunkan muatan. John Lie menutup wawancaranya sambil memandang ke laut lepas.
“ Ini bukan bisnis mengerikan. Ini kehendak Tuhan, dan sebelum Belanda pulang ke negaranya, kapal ini akan tetap berlayar “

Kepentingan CIA & posisi Indonesia

Rahasia CIA dan Posisi Indonesia
Posted by Bhayu

Saya sempat terkejut saat diberitahu inner circle saya yang dekat dengan kalangan militer. Ia mengatakan ada sejumlah agen rahasia asing beroperasi di Indonesia. Dua yang ia sebut, katanya berasal dari CIA dan Mossad. Dan agen-agen ini katanya sudah lama ada di negeri kita, menyamar dengan aneka profesi. Salah satunya bahkan jadi pedagang kain selama puluhan tahun di Tanah Abang.
Tapi, itu katanya.
Tidak bisa dikonfirmasi sama sekali. Dan kebenarannya sebatas rumor.
Namun beda halnya dengan heboh buku Membongkar Kegagalan CIA (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008).
Menurut penulisnya -Tim Weiner-, ia memiliki sejumlah bukti otentik berupa dokumen tertulis dari CIA sendiri. Selain itu juga ia melakukan riset mendalam dan mewawancarai sejumlah narasumber penting. Tentu saja, apa yang ditulis buku itu bukan sekedar rumor belaka seperti cerita teman saya tadi.
Sebenarnya buku terjemahan dari karya asli berjudul Legacy of Ashes: The History of CIA itu sudah cukup lama terbit dan nongkrong di toko buku begitu saja. Menjadi kehebohan saat resensi buku tersebut muncul di harian Kompas edisi Minggu, 23 November 2008 lalu. Dalam resensi yang ditulis Julius Pour -wartawan senior Kompas- itu, disebut-sebut peran Adam Malik yang katanya agen CIA.
Barulah setelah itu orang ramai-ramai memburunya. Komentar pro-kontra pun bermunculan. Terutama tentang keterlibatan Adam Malik dalam operasi CIA di Indonesia. Pemberitaan di media massa terutama televisi, makin memperbesar efek bola salju kepopuleran buku itu. Tentu saja, akibatnya buku yang dicetak 5.000 eksemplar itu laku keras hingga dicetak ulang.

Saya tidak ingin membahas konflik soal Adam Malik. LifeLearner bisa membaca soal ini di berbagai media.Saya justru hendak membicarakan mengenai rahasia CIA dan posisi Indonesia. Dalam soal ini, sudah banyak buku yang membahasnya. Baik dari analis luar maupun mantan agennya sendiri. Tentu saja, pembahasan tidak bisa terlalu mendalam karena namanya saja dinas rahasia, tentu saja banyak informasi yang tidak bisa diakses publik. Ini tentu terkait dengan kepentingan dan keamanan dalam negeri A.S. yang harus dilindungi.
Akan tetapi, ada sejumlah aturan yang mengharuskan pemerintah A.S. untuk membuka dokumennya yang terkait kebijakan publik yang bersifat rahasia. Aturan itu antara lain adalah the Freedom Of Information Act (FOIA) 1966 dan the Privacy Act 1974. Jadi, semua institusi pemerintah A.S. di semua sektor harus membuka dokumen termasuk arsip surat-menyuratnya, betapa pun rahasianya. Hanya saja, tetap ada pengecualian terhadap hal-hal yang terkategori “top secret” atau tidak terkait kebijakan publik. Intinya, tidak boleh menabrak National Security Act 1947 dan aturan khusus lain semisal the CIA Information Act.

Keterlibatan A.S. dan CIA sebenarnya memang benar-benar pernah terjadi. Untuk menggulingkan Soekarno, CIA pernah mendukung pemberontakan PRRI/Permesta tahun 1955-1958. Guna mendukung pemberontakan ini, CIA mengirimkan logistik melalui udara. Sialnya, pesawat pembawa logistik berhasil ditembak oleh artileri pertahanan udara TNI AU. Pilotnya Allen Pope berhasil ditangkap. Ternyata dia seorang agen CIA. Pemerintah Soekarno lalu menggunakannya sebagai alat penekan dan memperkuat posisi tawarnya. CIA pun menarik dukungannya dari PRRI/Permesta. Pemberontakan pun berhasil ditumpas secara militer dengan Operasi 17 Agustus yang dipimpin Kolonel Achmad Jani (di kemudian hari menjadi Jenderal dan menjabat Men/Pangad. Dibunuh dalam peristiwa 30 September 1965). Operasi ini didukung Operasi Merdeka dan Operasi Tegas berupa penggelaran pesawat, pemboman dan lintas udara di daerah operasi oleh TNI AU.
Namun, justru keterlibatan CIA dalam operasi klandestin-lah yang banyak dipertanyakan. Termasuk yang paling heboh adalah revolusi anti Soekarno sebagai epilog peristiwa 30 September 1965. Dalam peristiwa berdarah tersebut, yang akhirnya menaikkan Soeharto sebagai presiden, disebut-sebut pula peran CIA. Buku lain yaitu Peran CIA Dalam Penggulingan Soekarno karya Peter Dale Scott juga pernah memuat soal sangkaan ini. Bagaimana kebenarannya? Tidak ada konfirmasi.
Hanya saja, dari semua keterlibatan CIA baik terbuktikan maupun tidak, semestinya kita sebagai bangsa sadar betapa strategisnya bangsa ini. Kalau Anda perhatikan, Amerika Serikat memiliki begitu banyak properti di Indonesia. Kedutaan Besarnya saja memiliki sejumlah lokasi di Jakarta saja. Belum lagi perusahaan-perusahaannya termasuk di bidang pertambangan dan perminyakan. Ini menunjukkan kepentingan mereka di sini besar.
Posisi Indonesia jelas dipandang penting oleh A.S., hanya saja dalam diplomasi internasional seolah dipandang remeh. Padahal, kita tidak bakalan jadi anggota G-20 dan APEC kalau tidak dipandang penting. Ingat lho, di bumi ini ada lebih dari 180 negara berdaulat. Dan kita bisa duduk sejajar dengan negara-negara maju itu dalam forum tersebut. Maka, jelas sekali posisi Indonesia amat penting.
Cuma pemimpin kita sayangnya sering kurang pe-de. Saya pernah menulis beberapa hari lalu saat menulis soal G-20. Posisi penting Indonesia ini kurang dimainkan agar dapat bermanfaat bagi negara. Padahal, ada rumor kalau siapa pun yang berminat jadi Presiden Indonesia mendatang biasanya akan ‘sowan’ ke Presiden A.S. dulu. Katanya sih untuk dapat restu. Tapi apa itu benar, lagi-lagi cuma rumor. Yang bukan rumor cuma posisi kita yang jelas penting bagi A.S. Ya tho?

Filed under: History / Sejarah, News/Berita | Tagged: Soekarno, buku, AS, militer, TNI, 1965, CIA, Amerika Serikat, Adam Malik, Tim Weiner, peran CIA, PRRI, Permesta, klandestin, intelijen, Membongkar Kegagalan CIA

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog