Kamis, Juli 05, 2012

Lembaga Asing Intervensi Produk UU bersama DPR di fasilitasi Pemerintah

Tiga lembaga yang berbasis di Amerika Serikat (AS) tercatat paling banyak menjadi konsultan pemerintah dalam merancang 72 undang-undang (UU) yang disinyalir Badan Intelijen Nasional (BIN) disusupi kepentingan asing. Ketiga lembaga tersebut adalah World Bank (Bank Dunia), International Monetary Fund (IMF), dan United States Agency for International Development (USAID). “Ketiganya terlibat sebagai konsultan, karena memberikan pinjaman kepada pemerintah untuk sejumlah program di bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Makanya, mereka bisa menyusupkan kepentingan asing dalam penyusunan UU di bidang-bidang tersebut,” kata Anggota DPR dari FPDI-P Eva Kusuma Sundari kepada. Menurut dia, Bank Dunia antara lain terlibat sebagai konsultan dalam sejumlah program pemerintah di sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan berbasis masyarakat. Keterlibatan Bank Dunia tersebut, membuat pemerintah mengubah sejumlah UU antara lain UU Pendidikan Nasional (No 20 Tahun 2003), UU Kesehatan (No 23 Tahun 1992), UU Kelistrikan No 20 Tahun 2002, dan UU Sumber Daya Air (No 7 Tahun 2004).

Konsultasi Bank Dunia yang menyusup ke UU Pendidikan melahirkan program bantuan operasional sekolah (BOS) yang dibiayai utang luar negeri, begitu juga dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. “Tapi pemerintah punya utang cukup besar ke Bank Dunia melalui anak usahanya IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) dan IDA (International Development Association) untuk membiayai program BOS dan PNPM Mandiri,” ujar Eva. Dari data yang dihimpun SP, pinjaman IBRD untuk Indonesia berjangka waktu 20 tahun dengan masa tenggang (grace period) 5 tahun. Pada 2007, Bank Dunia menginvestasikan US$ 1,16 miliar di Indonesia untuk 28 proyek di bidang infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan pembangunan berbasis masyarakat lainnya, di mana US$ 771 juta dolar  merupakan pinjaman IBRD dan US$ 389 juta dolar pinjaman IDA. Untuk 2008-2010, pinjaman dari IBRA untuk membiayai program BOS sekitar US$ 600 juta.

Era Pemerintahan SBY yang sangat pro-neoliberal, dikeluarkan lagi UU No 25/2007 tentang PMA. Dalam UU PMA yang baru ini, modal asing tidak lagi dibatasi—bisa 100%. Hak guna usaha bisa 94 tahun dan, jika waktunya sudah habis, bisa diperpanjang 35 tahun lagi. Lebih tragis lagi: tidak ada lagi perlakuan berbeda antara modal asing dan domestik.Akibatnya, sebagian besar sumber daya alam dan sektor ekonomi strategis dikuasai asing. Akhirnya, seperti diperingatkan Bung Karno, sebagian besar keuntungan mengalir keluar, sedangkan rakyat ditinggal kering-kerontang. Konon, rakyat Indonesia hanya menikmati 10% dari keuntungan ekonomi, sedangkan 90%nya dibawa oleh pihak asing keluar. ;
Sekarang terbukti sudah bahwa intervensi asing atas kedaulatan nasional Indonesia
Sebut saja: UU nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas. Banyak pihak, khususnya kalangan peneliti, sudah membuktikan bahwa UU ini dibuat dengan sokongan lembaga-lembaga asing. Yang terakhir disebut-sebut mendanai pembuatan UU ini adalah United States Agency for International Development (USAID)  Dokumen yang diserahkan itu adalah Program Reformasi Sektor Energi yang diambil dari situs USAID. Di sana disebutkan bahwa USAID membiayai perbantuan teknis dan pelatihan (technical assistance and training) dalam mengimplementasikan UU Migas, Kelistrikan, dan Energi Geotermal. Dalam dokumen itu juga tertulis, ”These laws were drafted with USAID assistance (UU ini dirancang dengan bantuan USAID).”Dana yang dialirkan USAID untuk pembahasan UU Migas dan turunannya, selama kurun waktu 2004 - 2007adalah 21,1 juta dollar AS atau sekitar Rp 200 miliar.Namun, ke mana saja dana itu mengalir, menurut Zulkifli, belum bisa memastikannya. ”Dana itu dikeluarkan ke mana ?  
Terindikasi ada Praktek Suap alias jual beli Pasal Undang undang di DPR RI
Masih Banyak lagi Produk Undang undang yang sarat kepentingan Asing diantaranya  :
1. Perundang-undangan yang membolehkan pihak asing menguasai kekayaan alam nasional: UU nomor 22 tahun 2011 tentang migas, UU nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara, UU nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal asing, dan UU nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air, UU No.18/2004 tentang Perkebunan, UU No.19/2004 tentang Kehutanan, RUU pengadaan tanah, dan lain-lain.
Dampaknyamodal asing mengusai kekayaan alam nasional di sektor migas (85-90%),  kekayaan batubara (75%),  mineral (89%), perkebunan (50%), dan lain-lain. Akibatnya: 90% keuntungan ekonomi mengalir keluar, dan hanya 10% yang dibagi-bagi di dalam negeri.
2. Perundang-undangan yang menyebabkan asset strategis dan menguasai hajat hidup rakyat dikuasai asing: UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN (RUU perubahan UU BUMN 2011), Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Undang-Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran, UU perbankan No. 10 Tahun 1998 (diperbaharui tahun 2009) UU Badan Penyelenggara Jaminan sosial, UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), RUU Perguruan Tinggi, RUU Pangan, dan lain-lain.
Dampaknya: privatisasi sejumlah perusahaan strategis yang melayani kebutuhan dasar rakyat, seperti perusahaan listrik, telekomunikasi, penyedia air minum, industri baja, industri penerbangan, dan lain-lain. Ini juga disertai dengan privatisasi layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lain sebagainya. Akibatnya: rakyat harus membayar sangat mahal setiap layanan kebutuhan dasarnya.
3. Perundang-undangan yang melegitimasi politik upah murah: UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Dampaknya: pemberlakukan pasar tenaga kerja yang fleksibel, pemberlakuan sistim kontrak dan outsourcing, dan lain-lain.
4. Perundang-undangan yang mengesahkan agenda perdagangan bebas: UU No 38 Tahun 2008 tentang pengesahan piagam ASEAN, UU perdagangan, UU kawasan ekonomi khusus (KEK), dan lain-lain.
Sebagian besar UU itu jelas bertentangan dengan kepentingan nasional; juga bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi, semua Produk UU itu berhasil diundangkan karena adanya keterlibatan pihak-pihak di dalam negeri sebagai penyokongnya: pemerintahan komprador (SBY-Budiono), sebagian kekuatan politik di parlemen, sebagian intelektual, dan LSM tertentu.

Ketua DPR Marzuki Ali mengatakan, perlu pembuktian untuk memastikan apa memang ada 72 UU yang dianggap membawa kepentingan asing. Jika tidak ada bukti, maka sulit menuduh bahwa UU itu merupakan pesanan asing. “Harus ada pembuktian untuk menyatakan itu. Jangan hanya asumsi dan katanya,” kata Marzuki . Ia mengaku, belum mendapat laporan mengenai hal tersebut. Dia juga tidak mau berkomentar lebih jauh jika belum ada pembuktian sebagai titipan asing. Sebuah lembaga swadaya masyarakat asing diketahui berkantor di Gedung DPR RI, Jakarta. United Nations Development Programme (UNDP) itulah LSM yang berkantor gedung parlemen Indonesia.                                                                                    
 Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengungkap telah terjadi praktik jual beli pasal di DPR.Pemerintah menyatakan tidak terlibat dalam kasus itu. "Tidak ada ya. Kita tidak tahu ada jual beli pasal," kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham Wicipto Setiadi saat dihubungi. Wicipto mengatakan, ia sudah sering terlibat dalam pembuatan undang-undang. Pasalnya, ia pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Perundang-Undangan hingga saat ini menjabat sebagai BPHN. Namun, tidak pernah ia mendengar ada praktik jual beli pasal di DPR.Menurut dia, dalam merancang undang-undang, DPR memang membutuhkan waktu lama. DPR harus melakukan kajian akademis. Namun, dalam perancangan itu, tidak pernah sekalipun ada indikasi jual beli pasal yang melibatkan pemerintah. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengungkapkan ada 406 kali pengujian undang-undang ke MK sejak 2003 hingga 9 November 2011 di mana 97 di antaranya dikabulkan karena inkonstitusional. Mahfud menilai buruknya legislasi ini terjadi karena ada praktik jual beli kepentingan dalam pembuatan UU.

LSM Asing berkantor di gedung Sekretariat Jenderal DPR, lantai 7 dan di lantai 3 gedung DPD RI.  Namun, untuk di gedung Sekjen logo UNDP berwarna biru sudah hilang, sementara di DPD masih terpampang dengan jelas. Menurut Ketua DPP Partai Golkar, Firman Subagyo dirinya mengaku kaget atas keberadaan kantor UNDP tersebut. "Saya kaget kalau ada NGO asing, ini kan gedung negara kita menyimpan dokumen negara yang sangat penting. Kalau ada NGO asing di gedung wakil rakyat, waduh ini luar biasa,"Firman juga curiga NGO tersebut merupakan bagian dari CIA. Padahal ketika dirinya masuk gedung parlemen di luar negeri diperiksa secara detil oleh pihak keamanan disana, bahkan dilarang memotret.Karena itu, ia mempertanyakan siapa yang mengizinkan NGO tersebut. Untuk diketahui, UNDP sendiri merupakan salah satu NGO asing yang berada di bawah PBB.60 UU Indonesia Dipengaruhi Perusahaan dan LSM Asing. Setidaknya ada 60 produk perundangan Indonesia yang dipengaruhi kepentingan perusahaan asing dan sangat merugikan kepentingan nasional.Begitu disampaikan anggota Komisi IV DPR RI Siswono Yudhohusodo di Gedung DPR Senayan,. Dia mencontohkan, UU sumber daya air dan sejumlah perundangan yang mengatur praktik perbankan.Karenanya, dia meminta agar Seluruh Eleman Rakyat  mewaspadai segala kepentingan tertentu yang ditargetkan oleh lembaga asing, baik perusahaan maupun LSM asing seperti Greenpeace.Dia juga mengatakan, data yang disampaikan Greenpeace mengenai kerusakan hutan Indonesia, misalnya, harus diwaspadai karena bisa jadi merupakan bagian dari skenario asing menyudutkan perekonomian nasional Indonesia. "Data tersebut jelas-jelas berorientasi kepada kepentingan perusahaan luar negeri. Pemerintah jangan mudah percaya info-info itu,” katanya. Dia juga mengatakan, bukan baru kali ini LSM asing itu memiliki agenda terselubung. Dari pengalaman yang lalu, demikian Siswono, LSM asing bahkan sudah berhasil mempengaruhi sampai tingkat perundang-undangan tadi.

 72 UU Diintervensi Asing Pengamat dari Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Bambang Budiono menyebutkan 72 undang-undang di Indonesia diintervensi asing. "Hal itu membuat Pancasila dikepung dua ideologi fundamentalisme yakni fundamentalisme pasar dan fundamentalisme agama," kata dosen Fisip Unair ini di Surabaya,. Ia mengemukakan hal tersebut dalam seminar tentang Pancasila bertajuk "Indonesia Menuju Negara Paripurna" yang diselenggarakan Universitas Narotama (Unnar) Surabaya untuk memperingati wafatnya penggali Pancasila, Soekarno. Menurut antropolog itu, kepungan tersebut terlihat dari adanya 75 persen pertambangan, 50,6 persen perbankan, 70 persen jaringan telekomunikasi, dan 65 persen agroindustri di Indonesia yang sudah dikuasai asing. "Kepemilikan asing itu antara lain 70 persen jaringan telekomunikasi yang dimiliki Kuwait, sedangkan agroindustri antara lain 65 persen kecap dikuasai AS, delapan persen sawit dikuasai Singapura, dan 12 persen sawit dikuasai Malaysia," katanya. Selain itu, 100 persen teh dan makanan ringan merek tertentu juga dimiliki Inggris, kemudian 74 persen minuman ringan dikuasai Prancis."Hal tersebut terjadi, karena kepemilikan asing itu masuk dalam 72 UU dengan kompensasi utang dan bantuan teknis kepada Indonesia, di antaranya UU minyak dan gas, UU telekomunikasi, UU listrik, UU sumberdaya air, dan sebagainya," katanya. Bahkan, kata dia, ada badan asing yang berkantor di DPR untuk mengawali UU tersebut. "Tidak hanya itu, pendidikan dan kesehatan juga dimasuki. Sekarang 49 persen pemain asing sudah diizinkan masuk pendidikan, dan juga swastanisasi rumah sakit," katanya. Oleh karena itu, kata mantan Direktur Pusham Unair ini, pertumbuhan ekonomi hanya diwaspadai, karena keuntungan dari pertumbuhan tersebut bukan menjadi milik Indonesia, melainkan milik kalangan asing.

"Kalau mau selamat, solusinya adalah kembali kepada Pancasila yang digali Bung Karno, tetapi solusi itu tidak mudah, sebab fundamentalisme sudah mengepung kita," katanya. Sementara itu, Presiden The Soekarno Center Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Weda, pembicara lain dalam seminar ini mengatakan Pancasila dalam pandangan Soekarno adalah berdaulat secara politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam seni budaya."Bung Karno mengatakan revolusi belum selesai, tetapi maksudnya adalah revolusi karakter terkait kemandirian politik, ekonomi, dan seni budaya, tetapi revolusi itu pula yang membuat Bung Karno jatuh, karena negara lain ingin menjajah Indonesia secara politik, ekonomi, dan budaya," kata Rektor Universitas Mahendradatta, Bali itu

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog