Minggu, Juli 28, 2013

Aparatur Negara Berjamaah Permalukan Negara Indonesia Tercinta

Indonesia dalam darurat keamanan. Dalam demokrasi yang menghendaki pemuliaan hak-hak asasi manusia, nyawa manusia justru kian murah. Pembunuhan dan pemerkosaan kian merebak; peredaran narkoba makin menggurita; pertikaian antarsindikat makin mengganas, di luar kemampuan aparatur keamanan untuk mengendalikannya.
 
Menghadapi titik genting perkembangan republik ini, aparat negara justru saling bertikai. Konflik antara unsur kepolisian dan tentara memasuki babak ter Rawan dalam sejarah kita. Presiden makin tenggelam dalam urusan partainya. Menyalahi adagium "loyalitasku pada partai berhenti pada saat pelayananku pada negara dimulai," di ujung kiprahnya sebagai kepala negara, Presiden SBY justru mengenakan baju secara terbalik.
 
Pemimpin partai dan anggota dewan satu per satu tersangkut dalam jaringan korupsi politik. Saat yang sama, polisi, hakim, dan jaksa juga kian kerap tertangkap basah melakukan transaksi korupsi.
 
Menghadirkan para penyelenggara negara di kedalaman perenungan, yang akan tersimpul adalah kemasygulan. Mengapa republik yang didirikan oleh para pelopor mulia bisa jatuh ke genggaman tangan-tangan yang "hina"?
 
Perhatian para negarawan mulia adalah apa yang dapat diberikan untuk negara. Kebesaran jiwa mereka membuatnya tak mencari jabatan dan tak takut kehilangan jabatan. Adapun perhatian para politisi terhina adalah apa yang dapat diambil dari negara. Kekerdilan jiwa mereka membuatnya berlomba mengejar jabatan dan dengan segala cara manipulatif berusaha mempertahankannya.
 
Benar juga kata George Bernard Shaw, "Titel/jabatan memberi kehormatan pada orang-orang medioker, memberi rasa malu bagi orang-orang superior, dan diperhinakan oleh orang-orang inferior." Gemuruh para petaruh di bursa pencari jabatan pertanda pos-pos kenegaraan diisi oleh orang-orang medioker. Derasnya umpatan, sinisme, dan ketidakpercayaan publik pada lembaga-lembaga kenegaraan menyiratkan bahwa pos-pos kenegaraan dipimpin oleh orang-orang inferior.
 
Kombinasi dari orang-orang medioker dan inferior membuat para penyelenggara negara saling sikut berebut jabatan dan secara keroyokan mempermalukan negara. Situasi ini dipertontonkan secara telanjang, tanpa rasa malu, di depan publik—yang mestinya melahirkan keheranan, bagaimana bisa orang-orang hina dina seperti ini bisa menjadi penyelenggara negara.
 
Nakhoda negara hanya sibuk mematut-matut diri meski biduk republik terancam karam. Takut kehilangan dukungan politik kepartaian, di saat yang sama takut kehilangan muka di depan publik yang menghendaki perbaikan kinerja kabinet, pilihan yang diambil adalah strategi "penggemukan" jabatan. Menteri-menteri medioker-inferior dari partai politik ditambal oleh wakil-wakil medioker dari lingkungan pegawai negeri sipil, dengan mengorbankan efisiensi dan efektivitas pemerintahan.
 
Dewan Perwakilan Rakyat kita juga disesaki orang-orang medioker-inferior yang sulit memberi bagi negara, tapi berlomba mengambil dari negara. Tidak menyadari kehormatannya sebagai wakil rakyat, perilaku anggota dewan banyak yang memperhinakan otoritas DPR. Badan Anggaran lebih disinyalir sebagai sarang mafia anggaran. Komisi-komisi kerjanya sering memeras "komisi" (rent seeking). Kunjungan dan studi banding menjadi dalih untuk penyerapan dana.
 
Produk legislasi tidak menunjukkan bobot penalaran dan penghayatan yang dalam atas falsafah negara dan konstitusi. Sebagai perpanjangan dari kepentingan partai politik, anggota-anggota DPR juga kerap ingin mengambil terlalu banyak, melampaui batas-batas kewenangan dan kepantasan yang menimbulkan komplikasi dalam hubungan antarlembaga kenegaraan.
 
Lembaga-lembaga yustisia juga disesaki orang-orang medioker-inferior yang menjadikan aparatur penegak hukum menjadi perusak hukum. Aparat polisi menjadi pelindung jejaring kejahatan, kejaksaan menjadi sarang penyamun, hakim menjadi pemutus akhir untuk menjadikan yang hitam menjadi putih.
 
Kita harus mencari konsepsi baru bagaimana watak negara ini benar-benar sesuai dengan impian para pendiri bangsa yang menghendaki perwujudan "negara keadilan" dan "negara kekeluargaan". Para pendiri bangsa mendefinisikan negara sebagai organisasi kemasyarakatan yang bertujuan menyelenggarakan keadilan sosial. Para pendiri bangsa juga menghendaki eksistensi negara kekeluargaan yang mengatasi paham perseorangan dan golongan. Satu untuk semua dan semua untuk satu: individualitas dan sosialitas saling mengandaikan, bukan saling meniadakan.
 
Marilah berhenti bergotong royong mempermalukan negara, dengan mulai bergotong royong memuliakannya. Karena para penyelenggara negara tidak bisa bangkit sendiri, maka mereka harus dibangkitkan. Masyarakat harus membantu mereka keluar dari perangkap jaringan demokrasi kriminal. (Yudi Latif/ROL)
 
Menteri Parpol
 
Ibarat mesin, pemerintahan berjalan baik jika semua komponen bekerja prima. Bila salah satu komponen aus atau tidak lagi bisa mengikuti ritme, pemimpin sebagai pengendali mesin bertugas memperbaikinya. Bila komponen itu tak bisa juga diperbaiki, pengendali mesin harus menggantinya daripada mesin tersendat atau macet.
 
Kekhawatiran akan tersendatnya kinerja kabinet pemerintah itulah yang sedang terjadi di Tanah Air. Para menteri yang merupakan komponen penting laju pemerintahan kini asyik berpolitik.
 
Saat ini ada 10 menteri yang masuk daftar caleg sementara (DCS) untuk Pemilu Legislatif 2014. Para pembantu presiden itu ialah lima menteri dari Demokrat, kemudian dua menteri kader PKS, ada pula dua menteri dari PKB, terakhir satu menteri dari PAN.
Peran ganda itu sangat bisa membuat prioritas para menteri terbelah. Kewajiban menjalankan tugas negara tersaingi oleh program politik dan pencitraan pribadi.  
Keresahan akan kinerja pemerintahan diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (22/7). Melalui juru bicaranya, Presiden menegaskan kegiatan parpol tidak boleh meminggirkan kepentingan negara dan tugas di pemerintahan.
 
Presiden pun mempersilakan mundur para menteri yang lebih fokus ke politik. Sikap Presiden pantas diapresiasi.Lewat pernyataan itu, Presiden telah menyentil para pembantunya. Namun, demi pemerintahan yang efektif, sikap Presiden selayaknya bisa lebih tegas
 
Dengan membiarkan para menteri yang menyambi berpolitik mengambil keputusan, Presiden justru menciptakan celah bagi mereka yang nakal. Akibatnya bukan saja program-program pemerintahan yang bisa meleset, antisipasi terhadap berbagai gejolak pun menjadi lambat. (ROL/Metrotvnews)

Rabu, Juli 24, 2013

Intervensi Asing dan Militer dalam Pertumpahan Darah di Mesir

Krisis Mesir belum usai. Bahkan mungkin baru dimulai. Pendukung dan penentang Mursi masih melanjutkan unjuk rasa di berbagai kota Mesir yang berbuntut  bentrokan berdarah. Media Memberitakan Kini seluruh aktivitas Pemerintahan serta Ekonmi Mesir diliburkan.


bentrokan antara loyalis dan penentang Mursi baru-baru ini setidaknya menewaskan lima orang dan menciderai puluhan lainnya. Bentrokan yang terjadi di alun-alun Tahrir saja menewaskan satu orang dan menciderai lima lainnya. Selain itu, bentrokan antara loyalis dan oposan Mursi di kota Suez menyebabkan 85 orang cidera.

Militer Mesir memperingatkan akan menindak penyulut fitnah di negeri piramida itu. Tampaknya, konflik pasca kudeta militer terhadap Mursi semakin membara dan mengkhawatirkan. Kian hari kemarahan loyalis Mursi terhadap militer semakin membara. Dalam kondisi demikian, Ikhwanul Muslimin Mesir memegang kendali pembangkangan sipil terhadap pemerintahan transisi yang dikendalikan militer. Ikhwanul Muslimin mengklaim memiliki solusi untuk mengeluarkan Mesir dari krisis saat ini.

 Mesir merupakan negara Arab pertama yang menandatangani pakta perdamaian dengan Israel.

AS memperhatikan secara mendalam, bagaimanapun, ketidakstabilan yang terus berlanjut di Mesir akan memperluas konsekwensi di wilayah yang pernah diguncang kerusuhan, termasuk semakin tak berhukumnya Semenanjung Sinai.Demi Kepentingan Pemerintahan Obama dalam menjaga pengaruhnya dengan militer Mesir saat negara itu berjuang menghadapi masa transisi Mka secara Tersirat bantuan logistik untuk  para Demonstran Anti Mursi disuplai oleh kelompok kelompok dadakan danPara NGO ber afiliasi Amerika Serikat

Prakarsa Ikhwanul Muslimin bertumpu pada tiga poin. Pertama, semua pihak harus menghormati itikad bangsa Mesir yang telah memilih Mursi sebagai presiden yang terpilih secara demokratis melalui pemilu. Legitimasi presiden, undang-undang dasar dan parlemen harus dihidupkan kembali.  Kedua, presiden terpilih harus menggelar pemilu legislatif dan amandemen undang-undang dasar. Ketiga, semua kubu nasional dan politik harus duduk bersama dalam sebuah perundingan. Mereka harus berkomitmen terhadap hasil kesepakatan yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut.

Reaksi pertama terhadap prakarsa Ikhwanul Muslimin tersebut datang dari Front Penyelamat Nasional. Aliansi politik ini menolaknya dan menegaskan bahwa kondisi Mesir tidak akan kembali pada situasi sebelum 30 Juni, ketika masih dipimpin Mursi. Front Penyelamat Nasional mengklaim partai dan kubu politik Mesir tidak akan bersedia berunding dengan Ikhwanul Muslimin. Terang saja sikap itu akan memperpanjang berlanjutnya krisis di Mesir yang mengancam masa depan negara Arab di Afrika Utara itu.

Sekitar 25 hari Mesir dilanda unjuk rasa yang digelar kubu loyalis dan oposan Mursi yang digulingkan rezim militer. Kubu Islamis Mesir tidak mengakui legitimasi pemerintahan koalisi militer dan Liberal saat ini, bahkan mereka menilainya ilegal. Kini, kubu Front Penyelamat Nasional yang merupakan pendukung utama rezim militer saat ini mengambil sikap berhadap-hadapan dengan Ikhwanul Muslimin.

Kini muncul pertanyaan, sampai kapan perseteruan politik kedua kubu itu terus berlanjut. Lalu, mungkinkah mengendalikan negara dalam kondisi Mesir yang kisruh saat ini ?

Kini seluruh aktivitas pemerintahan Mesir diliburkan. Jalan berubah menjadi arena konflik antara kubu loyalis dan oposan Mursi. Militer pun tidak bisa mengendalikan situasi dan kondisi saat ini. Tidak lama lagi militer Mesir pun akan mengambil sikap tegas dengan memihak salah satu kubu dan memberangus kubu lainnya. Sementara itu kekerasan terus berlanjut dan pertumpahan darah tidak bisa dielakkan lagi.

Kini, muncul tesis yang memandang krisis di Mesir merupakan skenario yang didiktekan langsung dari luar negeri. Sebab pihak asing dalam kondisi krisis saat ini dengan leluasa dan lebih mudah mendiktekan tujuannya terhadap penguasa Mesir. Pada saat yang sama para boneka asing di dalam negeri semakin gencar membuka jalan mewujudkan sasarannya.
  tentara dan pemimpin militer ingin menjadikan Mesir sebagai Suriah yang baru. [1] Tuduhan tersebut muncul setelah tentara menewaskan 51 demonstran Ikhwan dan melukai lebih dari 430 lainnya di depan Markas Garda Republik di Kairo. [2] Sebagai tanggapan, tentara menyebut para demonstran sebagai “teroris.” [2] Dengan semua kekacauan ini, pertanyaannya adalah, ke arah mana Mesir akan menuju?
Para pemimpin beberapa faksi politik sekuler telah mampu memobilisasi puluhan ribu orang turun ke jalanan karena 3 alasan: kondisi ekonomi yang mengerikan, inkompetensi Ikhwan dan sentimen revolusioner yang masih ada pada massa karena Arab Spring. Sejak kudeta pada tahun 1952 oleh Gamal Abdul Nasser, institusi militer telah menjadi kekuatan utama di negara itu, dan hal ini jelas oleh fakta bahwa semua presiden sebelumnya adalah mantan pemimpin militer. Ikhwanul Muslimin didirikan pada tahun 1928 sebagai reaksi sosial-politik runtuhnya Kekhalifahan Islam Utsmani di Istambul. Setelah 85 tahun sejak pendiriannya dan karena sentimen massa Islam dan pemberontakan pada tahun 2011, tentara, dengan restu AS [3], telah memungkinkan Ikhwan untuk mencapai kursi kepresidenan. Faksi-faksi sekuler yang terpecah-pecah tidak bisa menggalang dukungan yang cukup dari masyarakat Mesir, meninggalkan kelonggaran sempit bagi Ikhwan untuk melakukan manuver.
Amerika Serikat tidak ingin pengaruh Islam politik tumbuh di kawasan ini, karena itu mereka menyambut gerakan-gerakan Islam liberal, sebagaimana Ikhwan, untuk ikut berpartisipasi dalam proses politik Mesir. AS tidak memiliki masalah dengan gerakan-gerakan ini untuk mencapai posisi kepemimpinan selama kekuasaan yang sesungguhnya berada di tangan otoritas sekuler, misalnya di Mesir hal ini terutama adalah angkatan bersenjata. AS tidak mengecam junta militer Mesir yang menggulingkan presiden yang terpilih secara demokratis, yang menunjukkan bahwa mereka puas dengan langkah yang telah diambil melalui beberapa bentuk permintaan rakyat. AS melihat kesempatan untuk mendiskreditkan agenda kelompok Islamis di mata rakyat dan bukan hanya Ikhwan. Selain itu, para ahli strategi AS tahu bahwa langkah-langkah tersebut akan memacu reaksi keras dari basis massa Islam yang pasti akan menyebabkan kerusuhan dan kekerasan, setidaknya untuk jangka waktu tertentu. Jadi mengapa AS dan junta militer mengambil langkah yang beresiko tersebut ?

 Mufti Qatar, Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi mengeluarkan fatwa wajib bagi para demonstran untuk
membunuh penguasa. Alalam (23/7) melaporkan, Yusuf Al-Qaradhawi mengeluarkan fatwa tersebut dalam tayangan acara "Agama dan Kehidupan" di televisi Aljazeera, Qatar. Dalam acara tersebut dia tidak menyebutkan nama penguasa. .Koran Al-Sharuq terbitan Aljazair mereaksi fatwa Qaradhawi itu menulis, "Dari fatwa Qaradhawi itu dapat dipahami bahwa maksudnya adalah Abdel Fatah Al-Sisi, Menteri Pertahanan Mesir dan para panglima militer, karena mereka telah menggulingkan presiden terpilih Muhammad Mursi."


Sejatinya, dari sisi manapun kondisi Mesir sangat mengkhawatirkan. Bagaimanapun Mesir kini sedang melaju jalan dengan tujuan yang masih samar-samar. Militerpun sedang bersiap-siap untuk mengantisipasi pertumpahan darah besar di jalan antara loyalis dan oposan Mursi

Sumber : [1] Reuters.com,  http://www.reuters.com/article/2013/07/08/us-egypt-protest-brotherhood-syria-idUSBRE9670DA20130708
[2] Reuters.com, http://www.reuters.com/article/2013/07/08/uk-egypt-protests-idUKBRE96101L20130708
[3] AFP, http://www.google.com/hostednews/afp/article/ALeqM5hF-paJHAg17tLMRR-4VxmocVgQGQ?docId=CNG.0a272664987adaa3bf793f4d11f4fe3a.991
.(IRIB Indonesia/PH)

Rabu, Juli 10, 2013

Kecurigaan Soal Intelijen Asing Di Indonesia, Khususnya Papua

Hampir 10 tahun yang lalu, sebuah peringatan keras disampaikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) yang menjabat saat itu yaitu Jenderal Ryamizard Ryacudu bahwa ada sekitar 60 ribu intel asing berkeliaran di Indonesia.Mengutip berita yang dituliskan KORAN TEMPO berjudul “KSAD : 60 ribu Intel Asing di Indonesia” edisi 26 Desember 2003 disampaikan secara lengkap seperti ini :
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu menyebutkan, sekurang-kurangnya terdapat 60 ribu intelijen asing tersebar di Indonesia. Menurut dia, para intel itu telah lama berada di Tanah Air. “Mereka masuk dengan mudah karena Indonesia belum memiliki arah yang tepat untuk menangkalnya,” kata dia kemarin di Jakarta.

Ryamizard tidak bersedia menjelaskan identitas para intel asing itu dan aktivitas mereka di Indonesia. Kata dia, data intelijen tidak bisa diungkapkan. Ia hanya menegaskan, para intel itu akan dihukum mati bila membocorkan rahasia negara Indonesia. Ia juga menyatakan, untuk menangkal masuknya para intel lebih banyak, “rakyat Indonesia harus memiliki semangat kebangsaan yang kuat.”
Pengamat militer dari CSIS Edy Prasetyono, yang dihubungi secara terpisah, menilai pernyataan KSAD harus didudukkan dalam kerangka tepat dan melihat konteks dunia saat ini. “Batas negara sudah tipis, bahkan hilang. Informasi juga sudah sangat terbuka,” kata dia.

Edy menambahkan, kriteria intel asing yang dimaksud KSAD harus diperjelas. Jika yang dimaksud KSAD adalah mereka yang berusaha mencari informasi rahasia suatu negara secara resmi, kata dia, bisa diperkirakan intel berada di kedutaan besar asing di Indonesia. “Kedutaan mana pun adalah intel yang bertugas secara resmi menggali informasi di negara tempatnya berkantor,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan, banyak intel asing menyusup ke dalam tubuh LSM dan perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Jadi, ia menegaskan, jumlah intel asing yang disebutkan KSAD mencapai 60 ribu bisa saja benar. Namun, ia menambahkan, jumlah itu tidak perlu dikhawatirkan.
Yang harus mendapat perhatian lebih, menurut Edy, cara Indonesia membangun sistem politik, ekonomi, dan keamanan agar tidak mudah terguncang. Sistem yang baik, kata dia, dapat bertahan dalam suasana keterbukaan sekarang. Dia kemudian mencontohkan sejumlah negara yang akhirnya kandas ketika berusaha menghindarkan diri dari era keterbukaan seperti Myanmar dan Korea Utara.
Saat memberikan sambutan pada acara “Wisuda Purnawirawan Perwira Tinggi TNI AD” di Magelang bulan lalu, Ryamizard menyampaikan, Indonesia sedang menghadapi ancaman perang modern. Perang ini, kata dia saat itu, dimulai dari infiltrasi agen asing yang menggarap elemen masyarakat tertentu guna menciptakan ketidakstabilan nasional. “Mereka melakukan provokasi dan propaganda untuk memicu timbulnya konflik SARA,” kata dia.setelah hancur, masih kata KSAD di Magelang, para agen asing “akan mencuci otak dan mengubah paradigma berpikir dengan penggalangan teritorial. Agresor, kata dia, kemudian akan mengubah paradigma ideologi, politik, ekonomi, dan budaya bangsa Indonesia. Dengan cara ini, menurut dia, para agresor akan terhindar dari tuduhan pelanggaran HAM ataupun kejahatan perang. “Bahkan kerap dipuji sebagai pahlawan,” ia menambahkan.

Soal perang modern itu, Edy mengaku sependapat dengan KSAD. Indonesia, kata dia, memang berada di tengah-tengah perang modern. Bahkan, ia menganggap, perang gagasan sedang berlangsung di Asia Tenggara dengan munculnya ide Komunitas Keamanan Bersama. “Siapa yang paling diuntungkan dalam perang gagasan ini, dialah pemenangnya,” ia melanjutkan. Desakan pihak luar negeri kepada Indonesia untuk menggunakan pembangunan model ekonomi tertentu juga dianggapnya perang modern. Karena itu, kata dia, tentara memang harus ditingkatkan mutu dan keterampilannya dalam kerangka menjaga sistem keamanan negara. Meski begitu, ia berpendapat, tentara bukan satu-satunya garda pertahanan terdepan menghadapi perang modern ini.

Ilustrasi gambar : Dua anak kecil berlari membawa bendera merah putih
Ilustrasi gambar : Dua anak kecil berlari membawa bendera merah putih

Pernyataan mantan kepala staf TNI Angkatan Darat (AD) Jenderal (purn) Ryamizard Ryacudu 10 tahun lalu soal adanya 60 ribu agen asing di Indonesia, baru kali ini mendapat konfirmasi pemerintah.
Tetapi itupun hanya dilokalisir bahwa diduga kuat intel asing bertebaran di PAPUA.
Mengutip pemberitaan REPUBLIKA (28/5/2013), tanggapan yang sangat amat terlambat itu itu disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Pertahanan Mayjen TNI Hartind Asrin menjelaskan, meski pernyataan tersebut hanya berbentuk opini publik, namun bukan berarti data itu tidak valid.
“Boleh jadi jumlah mereka mencapai angka tersebut. Kita semua harus waspada,”ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (27/5) malam. Untuk penanganan intel tersebut, Hartind menegaskan, bola ada di tangan Badan Intelijen Nasional (BIN). Sedangkan, pemerintah hanya sebatas membuat kebijakan.
Tidak hanya itu, dia menjelaskan, media juga bisa berperan untuk membantu pengungkapan keberadaan agen asing ini. Menurutnya,  mereka menggunakan beragam profesi seperti wartawan, peneliti, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat.Sinyalemen dari Kementerian Pertahanan ini langsung mendapat respon dari anggota DPR.Masih mengutip REPUBLIKA (28/5/2013), Anggota Komisi I DPRRI Nuning Kertopati menjelaskan, bekal data tersebut harus dimanfaatkan oleh intel negara memperketat pengawasan.
Terlebih, adanya eskalasi ancaman di daerah konflik seperti Papua. “Maka pengawasan perlu ditingkatkan,”ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (27/5) malam.

Menurutnya, intelijen asing biasanya datang ke satu negara dengan cara pengelabuan. Hal tersebut juga berlaku untuk para agen asing di Papua.“Misalnya intelijen asing di Papua bisa saja berkedok agama, bisnis atau pun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masih banyak lagi,”jelasnya.
Dia mengungkapkan, intelijen negara memang seharusnya dapat mengidentifikasi keberadaan mereka. Kemudian, mengelola informasi tersebut dengan cara meningkatkan komunikasi dengan pemuka agama atau adat budaya setempat. Sehingga, bentuk gerakan separatis atau terorisme bisa dicegah.

Peta wilayah PAPUA, Indonesia
Peta wilayah PAPUA, Indonesia

Pembuktian terhadap keberadaan intel asing di Indonesia memang sangat sulit dilakukan.
Tetapi Indonesia juga memiliki perangkat dan sumber daya manusia yang bertugas di bidang intelijen, baik yang bertugas di Badan Intelijen Negara ataupun yang bertugas dimasing-masing institusi (semisal TNI dan Polri) pada divisi atau bagian intelijen.
Yang juga harus diwaspadai adalah jika patut dapat diduga ada oknum-oknum aparat Indonesia sendiri (serta seluruh jaringan yang dibangunnya) yang justru dipakai oleh kekuatan asing untuk menjadi kaki tangan dan operator-operator operasi rahasia mereka di Indonesia.
Pengetahuan dan segala sesuatu yang menyangkut data resmi, rahasia negara, dokumen resmi negara, informasi negara atau bahkan hasil-hasil penyadapan terhadap berbagai kalangan di Indonesia, hanya bisa dilakukan oleh aparat yang memiliki perangkat teknologi (IT) yang memungkinkan mereka mengakses semua itu.Dan satu hal yang harus diwaspadai juga, jangan justru ada oknum-oknum aparat Indonesia dan jaringan mereka, yang justru “ngaku-ngaku” jadi intel asing untuk jadi gagah-gagahan dan ajang fitnah yang berbau politik.  Ini yang disebut kontra intelijen.
Atau bisa juga yang patut dicurigai memerintahkan anggota tertentu untuk menyamar menjadi jurnalis untuk menyampaikan informasi yang menyesatkan dan provokasi ke jurnalis lain.
Banyak hal yang bisa terjadi menyangkut dunia intelijen.Dan orang awam seperti kita (dan mayoritas rakyat sipil Indonesia) sulit untuk bisa memahami permainan-permainan semacam ini. Apalagi sekarang adalah zaman modern. Jika benar negara-negara asing semakin berminat menginteli Indonesia maka mustahil bagi mereka menurunkan dan mengerakkan personil-personil yang secara fisik akan mudah dikenali sebagai orang asing (yang secara fisik dikenali sebagai bule).

Kalaupun warga negara asing memang masuk ke Indonesia dalam kapasitas mereka sebagai agen mata-mata, maka peluang yang paling aman bagi mereka adalah menjadi turis atau wisatawan.
Objek pengintelan yang paling mudah disusupi adalah media atau para jurnalis.Bukan berarti, para wartawan atau jurnalis itu yang menjadi intel asing.Tetapi hasil kerja dan seluruh perangkat kerja yang mereka gunakan dalam bidang kewartawanan yang jadi sasaran empuk penyadapan “berjamaah” (semisal laptop, komputer, blackberry dan semua perangkat komunikasi yang dimiliki kalangan jurnalis), ini yang paling mudah disadap.
Pengintelan di era yang modern ini akan sangat aman dilakukan dengan menggunakan perangkat IT.Disinilah harus diwaspadai juga, warung-warung atau kios-kios penjual pulsa di berbagai daerah, termasuk toko-toko tak resmi yang menjual alat-alat komunikasi. Terutama di Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan dan ibukota Indonesia.Tangan kita jangan mudah menuding negara asing sebagai pihak satu-satunya yang sangat berminat untuk menginteli negara Indonesia. Hendaklah juga aparat-aparat keamanan di negara ini melakukan introspeksi diri, sudah cukup loyalkah anda semua menjadi aparat di negara ini ?
Jangan-jangan ada diantara oknum aparat di Indonesia yang paling rawan disusupi dan dikendalikan kekuatan asing ? Bisa juga untuk kepentingan penguasa di negara ini.
Menyebar kemana-mana untuk menginteli target-target politik yang tujuannya untuk kepentingan perorangan dan antar kelompok. Rumah dari orang-orang yang mau diinteli dikepung dan diawasi, ibarat binatang buas mengawasi mangsanya dari detik ke detik tanpa henti dan tanpa punya rasa malu samasekali menginteli rumah rakyatnya sendiri. Menyamar jadi tetangga atau membuka usaha di lingkungan perumahan yang diminati oleh penguasa atau institusi tertentu untuk dipermainkan.

Ilustrasi gambar : tokoh tokoh nasional dan politisi di Indonesia
Ilustrasi gambar : tokoh tokoh nasional dan politisi di Indonesia

Apakah lawan politik pemerintah, tokoh nasional dan pihak-pihak yang bersuara kritis di negara ini dilindungi hak-haknya untuk berkomunikasi dan melakukan aktivitas mereka dengan aman tanpa pengintelan atau penyadapan ?

Khusus masalah Papua misalnya, kita menjadi pihak yang akhirnya semakin dibenci oleh rakyat Papua.
Bagaimana mereka tidak semakin membenci, fakta di lapangan menunjukkan bahwa oknum aparat keamanan kita memperkaya dirinya sendiri dengan sangat menakjubkan.
Kita ambil contoh kasus Aiptu Labora Sitorus yang bertugas di Polres Sorong.Siapa yang tidak takjub kalau polisi berpangkat rendah ini punya rekening obesitas Rp. 1,5 Trilyun.
Itu sudah bukan masuk dalam kategori rekening gendut tetapi rekening yang kegendutan alias obesitas.
Transaksi senilai Rp 1,5 triliun itu diduga terjadi selama 5 tahun, sejak 2007 hingga 2012. Rekening Labora yang dicurigai oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ia juga digosipkan memiliki pulau pribadi di wilayah Raja Ampat, Papua. Lalu bagaimana cara kita menjelaskan kepada dunia tentang fakta yang sangat memalukan ini dari perilaku aparat keamanan kita di Papua ?
Bisakah dibayangkan dan dirasakan, betapa semakin benci dan geramnya rakyat Papua kepada kita semua tanpa terkecuali.

Saudara-saudara kita yang tinggal di wilayah terujung Indonesia ini merasa diabaikan oleh pemerintah tetapi ada oknum polisi yang bisa sekaya itu dari hasil mengeruk kekayaan alam dan berbisnis di wilayah Papua.
Hanya 1 orang polisi, bisa mempunyai rekening Rp. 1,5 Trilyun !
Seandainya pun ada ribuan atau belasan ribu intel asing di Papua, bisakah dibayangkan bahwa negara kita menjadi bahan tertawaan selama ini saat mereka memonitor ada polisi kita yang bertugas di Papua memiliki transaksi hingga Rp. 1,5 Trilyun ? Dan intelijen kita, terutama KEPOLISIAN yang merasa paling hebat dalam penanganan terorisme di negara ini, tidak bisa mendeteksi perilaku dari anggotanya sendiri di Papua.
Padahal Papua adalah satu-satunya wilayah didalam NKRI yang paling banyak disorot oleh komunitas internasional. Kita juga perlu memberikan saran kepada Mabes Polri agar tidak lagi menempatkan mantan-mantan Komandan Densus 88 Anti Teror untuk menjadi Kapolda Papua. Jauh lebih baik menempatkan putra daerah menjadi Kapolda di tanah kelahirannya sendiri. Beri kesempatan kepada putra daerah Papua untuk memimpin di tanah kelahirannya sendiri agar ada kebanggaan dari warga setempat bahwa putra daerah mereka jadi pimpinan institusi POLRI di Papua. Putra daerah Papua yang terakhir yang dipercaya menjadi Kapolda adalah Inspektur Jenderal Max Donald Aer pada era kepemimpinan Kapolri Jenderal Sutanto.
Belum tentu Amerika Serikat misalnya, akan menjadi sangat terkagum-kagum kalau Kapolda di Papua adalah mantan Komandan Densus 88 Anti Teror. Lalu prajurit TNI yang bertugas di Papua, juga harus diperhatikan dengan seluruh keterbatasan dana yang mereka miliki dalam menjalankan tugas.
Disinilah Mabes TNI Cilangkap, utamanya Mabes TNI Angkatan Darat, harus memperhatikan kesejahteraan prajurit mereka dan keluarganya jika sedang bertugas ke daerah-daerah terpencil.

Perhatikan prajurit kalian di daerah-daerah terpencil sebab anggaran negara memang tak besar untuk angkatan pertahanan Indonesia.Yang selalu menjadi alibi adalah keuangan negara terbatas.

Lambang Garuda Indonesia
Lambang Garuda Indonesia

Hal yang paling baik untuk menangkal dan menghindari praktek-praktek intelijen asing di Indonesia adalah pentingnya menjaga moralitas antar sesama anak bangsa.
Pekerjaan intelijen, tak harus memfokuskan sorotan mereka pada wilayah Papua saja, tetapi bisa ke seluruh lini kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Kita harus bangga menjadi rakyat Indonesia.Kita harus jaga rasa percaya diri dan nasionalisme di dalam diri kita. Bakar, bakarlah kembali semangat nasionalisme dan cinta pada tanah air.

Kekuatan asing hanya dapat merambah dan merajalela menginteli negara kita kalau anak bangsa di negeri ini lemah terhadap rayuan asing. Imbalan menjadi intel asing bisa jadi memang akan sangat menggiurkan.
Kita tidak tahu mengenai hal ini secara pasti.

Loyalitas kepada kekuatan asing pastilah juga akan berbuah hal-hal yang sangat manis, mewah, glamour dan indah tak terhingga. Tapi sedikit saja kita lemah dan memberi celah kepada kekuatan asing untuk menguasai maka masa depan bangsa kita akan dipertaruhkan pada lembaran-lembaran yang suram.
Dan sebelum kita sibuk mencurigai kekuatan asing menginteli negara kita, mari masing-masing melakukan introspeksi diri.Apakah institusi anda, sudah cukup bersih dari praktek-praktek penyadapan atau pengintelan terhadap elemen-elemen masyarakat yang tak boleh dijamah dan diusik kemerdekaannya ? Apakah institusi anda, sudah cukup bersih dari pengaruh asing atau sudah benar-benar dijamin kesterilannya ?
Apakah institusi anda yakin, bahwa bukan institusi anda yang melakukan pengintelan dan penyadapan terhadap sesama anak bangsa di negara ini ?
Apalagi jika menginteli dan menyadap pekerjaan kewartawanan dan para aktivis yang berjuang untuk rakyat.
Laptop disadap, handphone atau blackbery disadap, seluruh perangkat kerja dan media sosial disadap, padahal bisa jadi semua praktek penyadapan itu hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pribadi pada penyadap yang terus menerus ingin tahu urusan orang lain. Alias LANCANG.

Apalagi kalau alat penyadap yang digunakan sebenarnya adalah untuk menyadap bidang-bidang terorisme, narkoba dan kejahatan lainnya.Harus diwaspadai penyalah-gunaan, atau bahkan pencurian alat sadap dan hasil-hasil penyadapan itu sendiri.
Apalagi kalau alat sadap itu alih-alih malah digunakan untuk menyadapi para purnawirawan jenderal, tokoh nasional, lawan politik pemerintah, kalangan jurnalis dan pengusaha, partai-partai politik dan sebagainya.
Atau pura-pura menyamar menjadi seribu satu macam sosok agar bisa masuk ke dalam kehidupan para jurnalis, tokoh dan aktivis misalnya.Menyamar jadi rental mobil, rental supir, supir pribadi, supir dinas, pembantu rumah tangga, pedagang ini itu dan penyamaran lainnya yang sebenarnya sudah diluar batas kewenangan mereka dalam tugas pokok yang ada.
Yakinkan dulu institusi anda bahwa bukan kalian yang melakukan kegiatan-kegiatan intelijen yang kebablasan di negara ini. Kekuatan asing, hanya bisa merekrut dan memperbanyak agen mata-mata lokal mereka di Indonesia, jika warga negara Indonesia memang sangat lemah nasionalismenya.

Dugaan tentang adanya 6o ribu intel asing di negara ini adalah isapan jempol belaka kalau kecurigaan itu ditumpahkan semua kepada sosok-sosok yang berpenampilan fisik sebagai orang asing (bule).
Besar kemungkinan, mayoritas adalah warga negara Indonesia yang memutuskan untuk bekerja pada kekuatan asing. Lantas, siapa yang mau kita salahkan jika rakyat kita sendiri yang tergiur untuk bekerja pada kekuatan asing ?
Operasi intelijen di negara manapun memang harus mampu meraup dan mengeruk informasi yang sebanyak-banyaknya, dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi.
Dan di zaman sekarang ini — dimana Teknologi Informasi sudah sangat canggih luar biasa — penggunaan sumber daya manusia yang bekerja secara konvensional dalam operasi intelijen asing sesungguhnya sangat kecil prosentasenya. Sebab, hanya dengan menggunakan IT, negara manapun di dunia ini bisa saling menginteli dan saling mengawasi dari jarak jauh.
Negara yang sudah sangat maju, hanya tinggal duduk manis di negaranya, mereka bisa tahu segala hal tentang Indonesia dari jarak jauh (tanpa harus buang uang membayar agen agen lokal yang jumlahnya sampai 60 ribu orang ?). Kecanggihan teknologi harus diperhitungkan pada era kekinian.
Sehingga, yang lebih besar prosentasenya untuk bermain dalam transaksi intelijen asing adalah orang-orang yang patut dapat diduga memang sama-sama memiliki akses menembus seluruh data di negara dan menguasai kemajuan teknologi. Dan untuk menghadapi ancaman intel asing, tak cukup hanya kekuatan intelijen Indonesia yang bisa menangkis semua itu sendirian.
Kita, kita semua yang harus sama-sama waspada dan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur yang sudah diajarkan oleh para founding fathers kita.

Presiden Sukarno merangkul Jenderal Sudirman yang baru kembali dari gerilya.
Presiden Sukarno merangkul Jenderal Sudirman yang baru kembali dari gerilya.

Simaklah pesan-pesan nasional dari para pendiri bangsa kita agar ke depan kita lebih waspada terhadap ancaman global yang menggunakan praktek intelijen untuk menyetir dan menguasai bangsa ini.
“Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa pancaroba, tetaplah bersemangat elang rajawali “. (Pidato HUT Proklamasi, 1949 Soekarno) “Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai ! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.” (Pidato HUT Proklamasi, 1950 Bung Karno“Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya”. (Pidato HUT Proklamasi 1956 Bung Karno)“Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” (Soekarno“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun”. (Soekarno)

“Kita tak perlu takut pada pengaruh asing, sebab bangsa kita telah menunjukkan dapat menerima pengaruh asing tanpa merusak kebudayaannya sendiri, melainkan karena kreatifitas bangsa Indonesia sendiri pengaruh itu justru dijadikan‘memperkaya’ kebudayaan Indonesia.”  (Pesan Bung Hatta)
Kebudayaan kita menjadi kuat bila ada landasan yang kokoh, yakni adab dan moral. Kebudayaan adalah pertahanan rohani dan semangat, serta martabat bangsa. (Pesan Bung Hatta) Janganlah mudah tergelincir dalam saat yang akan menentukan nasib bangsa dan negara kita, seperti yang kita hadapi pada dewasa ini, fitnah yang besar atau halus, tipu muslihat yang keras atau yang lemah, provokator yang tampak atau sembunyi, semua itu insya Allah dapat kita lalui dengan selamat, kalau saja kita tetap awas dan waspada, memegang teguh pendirian cita-cita, sebagai patriot Indonesia yang sejati. (Pesan Jenderal Besar Soedirman di Jogjakarta tgl 4 Oktober 1949)

Dalam menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga tetap jangan lengah, karena kelengahan dapat menyebabkan kelemahan, kelemahan menyebabkan kekalahan berarti penderitaan. Insyaf. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara dan bangsa, yang didirikan di atas korban harta benda dan jiwa raga, dari rakyat dan bangsanya itu, insya Allah tidak akan dapat dilenyapkan manusia siapa pun juga”.  (Pesan Jenderal Besar Soedirman)
Jadi, kita harus bangga menjadi bangsa Indonesia dan jangan menggadaikan jatidiri kita sebagai rakyat Indonesia demi kepentingan apapun yang memberikan celah kepada kekuatan asing untuk menguasai.
Mari kita berkawan kepada negara-negara sahabat dan komunitas internasional manapun didunia ini, dengan menunjukkan jatidiri kita sebagai bangsa yang santun, bersahabat dan penuh integritas diri.
Sekali lagi, jaga NASIONALISME !

Rabu, Juli 03, 2013

UU Ormas Dikhawatirkan Berangus Organisasi Kritis

Rapat paripurna DPR akhirnya mengesahkan RUU Ormas menjadi Undang-Undang meski ada penolakan dari sejumlah ormas.


 RUU Ormas sempat ditunda pengesahannya pada pekan lalu karena masih banyak penolakan dari masyarakat. Untuk itu diputuskan dalam rapat paripurna tanggal 25 lalu bahwa DPR akan melakukan sosialisasi kembali terkait RUU Ormas tersebut.

Ketua Panitia Khusus RUU Ormas Abdul Malik Haramain kepada wartawan mengatakan selama tahapan sosialisasi tersebut, pihaknya melakukan pertemuan konsultasi dengan Ketua PP Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Pengurus Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Wali Gereja Indonesia dan Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam

Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa (2/7) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan (ormas) menjadi Undang-undang meskipun masih ada penolakan dari sejumlah ormas yang khawatir aturan itu akan dipakai memberangus organisasi massa.

Pengesahan RUU tersebut dilakukan secara pemilihan suara. Partai yang mendukung pengesahan RUU Ormas menjadi Undang-undang adalah Partai Demokrat, Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan. Sedangkan partai yang menolak pengesahan RUU tersebut adalah Partai Amanat Nasional, Gerindra dan Hanura.

Alasan penolakan beberapa partai itu  karena masih ada penolakan dari sejumlah ormas.

Hasilnya, lanjut Haramain, ada delapan pasal yang direvisi, diantaranya soal  bidang kegiatan yang semula akan dikategorisasi diubah menjadi diserahkan kepada ormas sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.

Selain itu,  ada penambahan syarat pendirian ormas yang didirikan oleh warga negara asing dan badan hukum asing dimana salah satu jabatan ketua, sekretaris atau bendahara harus dijabat oleh warga negara Indonesia.


Lebih lanjut, Haramain menjelaskan, pihaknya juga mengubah pasal soal sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap ormas lingkup provinsi, kabupaten/kota.  Dalam memberikan sanksi,  kepala daerah wajib meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kepala kejaksaan dan kepolisian setempat. Sebelumnya, kepala daerah hanya meminta persetujuan dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah.

Ormas-ormas yang berdiri sebelum proklamasi Indonesia, lanjut Haramain, tidak perlu mendaftar lagi.

“Kewenangan pemerintah lebih kepada (mem)fasilitasi karena hal pengawasan misalkan. Sebetulnya pengawasan kita serahkan kepada intern ormas tetapi pengawasan ketika melibatkan ormas lain atau publik yang lain maka pemerintah harus turun, karena itu pemerintah dan DPR membuat pasal tentang larangan dan sanksi,” ujarnya.

“Larangan itulah yang menjadi rambu-rambu bagi ormas untuk mengekspresikan kebebasannya yang kebebasannya yang tidak bisa mengganggu kebebasan orang lain atau mengancam orang lain.”

Di tempat  yang sama, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan pihaknya akan segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait UU Ormas ini agar mereka dapat memahami secara utuh.

Gamawan memastikan tidak ada pasal yang represif dalam Undang-undang itu.

“Kita akan minta pendapat Mahkamah Agung (MA) kalau ada aktivitas organisasi yang melanggar ketentuan UU ini, tidak bisa langsung dibubarkan oleh Menteri Dalam Negeri. Tidak bisa begitu karena sekarang mekanisme hukum yang lebih kuat. Jauh lebih lunak UU ini dan sangat memperhatikan hak-hak masyarakat dan sangat mengakomodir proses hukum. Kalau misalkan satu organisasi membuat keributan dan sebagainya itu masih kita minta pendapat hukum,” ujarnya.

Di luar Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, ratusan buruh dari berbagai organisasi melakukan aksi menolak pengesahan RUU Ormas menjadi Undang-undang.

Koordinator aksi Iswan Abdullah mengatakan Undang-undang Ormas merupakan alat bagi pemerintah untuk mengintervensi ormas yang kritis. Serikat-serikat buruh, lanjutnya, juga akan sulit berdiri karena UU Ormas tersebut. Untuk itu, para buruh kata Iswan akan melakukan mogok nasional dalam waktu dekat untuk menolak Undang-undang itu.

“Kalau sebelumnya gerakan buruh atau serikat buruh hanya mencatatkan dinas tenaga kerja, maka ke depan harus mendapatkan izin pendirian dan berbadan hukum. Sementara menurut UU no. 21/2000 (tentang serikat pekerja/serikat buruh), serikat buruh hanya dicatatkan saja tetapi nanti itu dihapuskan,” ujarnya.

Aksi yang dilakukan ratusan buruh sempat sedikit memanas ketika polisi mencoba untuk membubarkan massa aksi. Meski sempat memanas, aksi tersebut tidak berakhir ricuh.

Sebelumnya pada Februari, sekelompok ahli dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menulis kepada para pembuat undang-undang di Indonesia, memperingatkan bahwa RUU Ormas mengancam akan membatasi kebebasan berbicara dan beragama. 
o

oleh Fathiyah Wardah



Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog