Kamis, Oktober 28, 2010

Indonesia ku Berduka

Dunia berduka atas bencana alam yang menimpa Indonesia. Peristiwa gempa bumi disertai tsunami yang menimpa Mentaawai, Sumatra Barat serta letusan gunung Merapi menjadi topik utama hampir di seluruh situs berita dan forum internasional.

Musibah tidak henti-hentinya menimpa Indonesia. Di saat ibu kota Jakarta tergenang banjir akibat hujan lebat, gempa berkekuatan 7,2 skala richter yang diikuti tsunami terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Gempa ini menewaskan 112 orang, 502 lainnya dinyatakan hilang, dan 4.000 keluarga mengungsi.

Bupati Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) Edison Saleuleubaja mengatakan, Dusun Munte di Kecamatan Pagai Utara merupakan daerah terparah terkena dampak gempa diikuti tsunami itu.

Banyaknya korban akibat tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, disebabkan karena Kepulauan Mentawai tidak memiliki alat pemantau gelombang atau tide gauge.

Dari Yogyakarta dan Jawa Tengah, letusan Gunung Merapi menewaskan sedikitnya 24 korban. Tidak hanya itu, Hampir semua rumah warga di Kinahrejo hancur tersapu awan panas Gunung Merapi yang diperkirakan mencapai 600 derajat celcius dengan kecepatan 300 kilometer per jam.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Mafilinda Nuraini mengatakan, jumlah korban tewas ada 19 orang, satu di RS Panti Nugroho dan 18 lainnya di RSUP DR Sardjito. Sebaran debu vulkanik dari letusan Gunung Merapi yang berada di antara Magelang, Jateng dan Yogyakarta, dilaporkan sampai ke Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Debu vulkanik Merapi mencapai Ciamis Selasa malam sekitar pukul 23.00 WIB dan datang kembali Rabu pagi pukul 03.00 WIB.

Meski tidak terlalu tebal, abu dari awan panas yang disemburkan gunung berapi itu tampak menempel di setiap benda di ruang terbuka di wilayah Pangandaran, kata seorang warga Ciamis selatan, Eman, di Pangandaran, Rabu.

Media massa Indonesia hari ini memberitakan menniggalnya Kuncen Gunung Merapi Mbah Maridjan. Pria kelahiran 1927 ini wafat kemungkinan bukan langsung terkena terjangan wedhus gembel atau awan panas.

Kediaman Mbah Maridjan sendiri kini luluh lantak. Di rumah tersebut, ditemukan sedikitnya 15 orang yang semuanya meninggal dunia. Mbah Maridjan alias Mas Penewu Suraksohargo melambung namanya ketika Merapi melakukan erupsi tahun 2006 lalu. Ia bersama sejumlah warga Kinahrejo Kecamatan Cangkringan Sleman yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III menolak untuk di evakuasi. Padahal saat itu, Gunung Merapi sudah masuk tataran Awas.

Bahkan Raja Kraton Ngayogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X sempat meminta dia untuk turun gunung. Namun yang bersangkutan tidak mau. Beruntung erupsi Merapi tidak segawat yang diperkirakan para ahli, sehingga kekukuhan Mbah Maridjan bahwa Merapi tidak berbahaya menjadi benar.

Namanya terus melambung dan kemudian menjadi bintang iklan sebuah minuman berenergi. Duit pun mengalir deras ke kantongnya. Selebritis gaek ini tidak menikmati uangnya sendiri, tapi dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Di daerah Kinahrejo, ia membangun masjid serta gereja. Warga di sana pun diminta beribadah sesuai keyakinan. Selain itu, Mbah Maridjan acap kali menyalurkan beras dan sembako kepada warga yang membutuhkan.

Sejatinya, rangkaian musibah yang menimpa Indonesia menjadi pengingat agar bangsa ini segera menyadari segala kesalahan kolektif. Dari Musibah ini kita seharusnya mulai berbenah memperbaiki Tanah Air tercinta bernama Indonesia.

Situs berita Aljazeera mengambil tajuk utama tentang letusan merapi yang menewaskan sedikitnya 24 warga. Bencana Mentawai juga menghiasi halaman utama situs kantor berita yang berbasis di Qatar tersebut.

Sementara itu, situs berita BBC mengangkat tema utama mengenai bencana tsunami di Mentawai. Dalam daftar berita yang paling banyak dibaca oleh pembaca BBC, tsunami mentawai menempati peringkat pertama, sedangkan letusan gunung Merapi di peringkat dua.

Di Amerika kantor berita CNN juga mengangkat peristiwa tsunami Mentawai sebagai salah satu bahasan utama. Sejumlah pembaca dari berbagai Negara turut menyampaikan rasa duka citanya atas bencana di Indonesia.

Stasiun pendeteksi tampaknya belum bisa berfungsi sepenuhnya, paling tidak di Mentawai

"Sirene gempa dan tsunami memang sudah ada, tapi ada stasiun pendeteksi tsunami di dermaga Sikakap itu rusak. Kami yang biasanya mendengar sirene waktu itu tidak terdengar sama sekali," kata Ferdinand Salamanang, warga di Kecamatan Sikakap, Pagai Utara, Kabupaten Mentawai.

Ferdinand selamat dari bencana tsunami yang menerjang Kepulauan Mentawai Senin malam (25/10), walaupun dusun tempat dia tinggal terletak sekitar 100 meter dari garis pantai.Tetapi kampung tempat tinggalnya lenyap hampir tak ada bekas.
"Kampung saya menjadi seperti lapangan bola sekarang. Karena dari 74 unit rumah penduduk, satu unit gereja GKPM, Gereja Kristen Protestan Mentawai, satu unit Sekolah Dasar Filial 3 lokal dan TK 2 lokal rata dengan tanah. Yang tersisa hanya fondasinya saja."Saat tsunami menghantam sekitar pukul 21.30 WIB Senin malam aktivitas warga dusun terhenti. Informasi terakhir dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatra Barat mencatat 272 orang meninggal dunia, 412 masih hilang dan sekitar 4.000 kepala keluarga tinggal di pengungsian.

Alat pendeteksi tidak berfungsi
Provinsi Sumatra Barat sebenarnya telah memasang sistem peringatan dini tsunami. Namun Kepala Pusat Informasi Dini Tsunami dan Gempa Bumi BMKG, Fauzi, mengakui sejumlah alat penyuplai data informasi dini tsunami tidak bekerja.
Rumah rusak akibat tsunami

Banyak desa di Mentawai yang hancur BMKG hanya mengandalkan alat pengukur gempa untuk menginformasikan ada tidaknya kemungkinan tsunami, sedangkan buoy atau pelampung yang terpasang di lepas pantai untuk mendeteksi dan mengkonfirmasi data kemunculan tsunami tidak berfungsi karena dirusak."Alat monitornya ada yang di pantai, biasanya di pelabuhan, seperti di Teluk Bayur itu berfungsi. Kemudian yang memang tidak berfungsi itu adalah buoy di tengah laut. Nah itu memang tidak jalan," kata Fauzi."Kami memerlukan data dari buoy, juga dari tide gauge yang ada di pantai. Tetapi kalau tide gauge mendapat data berarti tsunaminya sudah sampai di pantai," tambahnya.Menurut Fauzi data yang terkumpul dari alat-alat pemantau inilah yang kemudian disampaikan kepada masayarakat lewat media dan pemerintah daerah setempat.

Alat-alat seperti itu rata-rata menghabiskan kira-kira Rp5 miliar per alat,Fauzi
Sementara itu Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, Ridwan Jamaludin, mengaku buoy itu memang tidak berfungsi sejak sebulan lalu.
"Di Kepulauan Mentawai ada satu kita pasang. Di utara ada lagi satu yang kita pasang. Hanya persoalannya adalah perusakan-perusakan yang menjadi kendala yang masih belum bisa kita atasi. Dua-duanya dirusak. Saya menggunakan kata dirusak...... Alat-alat seperti itu rata-rata menghabiskan kira-kira Rp5 miliar per alat," kata Ridwan.Perusakan alat ini katanya memang sering terjadi, dan belum ada kepastian kapan alat-alat pendeteksi tsunami ini akan difungsikan kembali.

Sejak tsunami tahun 2004 yang menyebabkan 200.000 orang tewas di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam, sistem peringatan dini tsunami dipasang di berbagai tempat di pantai Barat Sumatra.Sementara itu, jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi pada Selasa (26/10) petang bertambah menjadi 30 orang, lapor wartawan BBC Sigit Purnomo dari Yogyakarta.

“Duka kami bagi seluruh masyarakat Indonesia. Saya berharap semua kesedihan cepat berlalu,” ujar salah satu pembaca CNN. Di jejaring social Twitter, bencana Indonesia menjadi topik utama. Sejumlah selebritis dunia turut menyampaikan dukanya bagi Indonesia, di antaranya Tom Cruise, Justin Bibber, dan Kim

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog