Tadinya kenek Metromini yang nurunin penumpang di depan kantor (Ditjen Pajak) bilang Pajak-Pajak, sekarang, sudah ganti jadi Gayus-Gayus. Bahkan, di perkumpulan RT kalau ada orang pajak di situ, dibilang pegawai pajak itu najis. Begitu pula dengan sejumlah gerakan di dunia maya yang digerakkan anak muda berupaya memboikot pembayaran pajak.
Keluhan ini disampaikan Direktur Jenderal Pajak, Muhammad Tjiptardjo, dalam satu kesempatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Direktorat Jenderal Pajak dengan Panitia Kerja (Panja) Perpajakan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), beberapa waktu lalu. Segenap anggota panja bertubi-tubi melayangkan pertanyaan kepada sejumlah
pejabat Ditjen Pajak. Dari kasus Gayus, target penerimaan, pembenahan instansi, hingga mencuat usulan untuk mendesak mundur Dirjen Pajak.Ditjen pajak yang seharusnya bisa memberikan informasi soal kekayaan atau harta yang dimiliki petugas pajaknya, ternya ta hanya mampu melakukan penyidikan terhadap WP yang nakal. Itulah yang kemudian dikritisi sejumlah anggota Panja Pajak DPR.
Meski dengan mimik sedikit bercanda, Tjiptardjo mengakui adanya tekanan psikologis cukup kuat terhadap pegawai yang bekerja di instansi itu akibat kasus Gayus Tambunan, salah satu Oknum Pajak tersangka korupsi penggelapan pajak dengan banyak rekening di Bank bank Asing di jakarta diluar simpanan sekitar Rp 28 miliar.di rekening BCA
Bila dikaji secara cermat, tekanan publik terhadap Ditjen Pajak setelah terkuaknya kasus ini memperlihatkan dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, kasus tersebut bisa menjadi cambuk untuk memperbaiki reformasi birokrasi, khususnya di sektor perpajakan. Di sisi lain, ada semacam distrust ataupun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Jika sisi kedua ini menguat dan pemerintah tidak segera melakukan perbaikan, bukan tidak mungkin masyarakat akan benar-benar enggan membayar pajak. Sehingga, tidak sekadar pada gerakan dunia maya dengan menggagas gerakan tolak bayar pajak.
Apabila ini terjadi, target penerimaan negara akan benar-benar terancam. Berbagai proyek pembangunan dan program pemerintah akan terhambat.
I 1
Karena, hampir 70 persen penerimaan negara bersumber dari sektor perpajakan.
Tengok RAPBN 2010, target penerimaan perpajakan ditetapkan sebesar Rp 742 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp 650 triliun berasal dari pajak. Sementara, dalam RAPBN Perubahan 2010 ada penurunan 1,3 persen menjadi sekitar Rp 733 triliun. Jumlah ini masih sekitar 70 persen dari total pemasukan penerimaan dalam negeri yang diperkirakan mencapai Rp 973 triliun.
Untungnya Ditjen Pajak masih bisa menghela napas, sebab hipotesis di atas untuk sementara waktu belum terbukti. Pasalnya, hingga batas waktu penyerahan
Pertanyaannya di manakah kebocoran itu? Mencuatnya kasus Gayus bagai menemukan titik terang. Modusnya cukup jelas bahwa terdapat kebocoran penerimaan pajak melalui kongkalikong antara wajib pajak (WP) dan oknum aparat pajak.
Sehingga, pembayaran yang seharusnya disetorkan sesuai penghitungan wajar, menjadi menyusut karena akal-akalan dari oknum petugas pajak. Posisi konsultan pajak yang seharusnya memberikan perhitungan secara akurat, justru jadi penghubung antara WP dan oknum petugas pajak dalam mempermainkan persentase setoran pajak.
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) per 31 Maret 2010 lalu, sebanyak 5,9 juta SPT Tahunan sudah terkumpul. Padahal, jika dibandingkan dengan periode sama pada 2009 hanya tercatat 4,56 juta SPT. Dengan demikian, ada kenaikan sekitar 29,39 persen.
Tapi, apakah kekhawatiran ini hanya sampai di sini? Jawabannya tentu tidak. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan ancaman terhadap target penyerahan SPT tahunan belum selesai karena SPT badan baru akan terkumpul semua sampai dengan akhir April. Artinya, badai belum berlalu menghantam bahtera Ditjen Pajak.
Banyak kebocoran
Sejumlah kalangan menilai, upaya yang dilakukan pemerintah dalam menggenjot sektor perpajakan belum dilakukan secara optimal. Hal itu disebabkan masih banyaknya kebocoran-kebocoran di sektor perpajakan yang menyebabkan tax ratio terhadap gross domestic product masih sangat kecil. Tax ratio Indonesia kini hanya sekitar 12,4 persen dari PDB atau sekitar Rp 742 triliun. Mengacu situasi serupa di negara lain, angka tax ratio sudah lebih dari 15 persen.
Alih-alih mendapat potongan tax ratio di saat Ditjen Pajak terseok-seok membenahi diri, merevitalisasi kinerja, memoles citra kepada publik dan para wajib pajak, DPR justru memberi pekerjaan rumah (PR) tambahan dengan mengusulkan kepada pemerintah supaya menaikkan tax ratio hingga 16 persen atau sekitar Rp 950 triliun pada 2010 ini. "Masak kita kalah dari negara-negara miskin seperti Sri Lanka, mereka menargetkan tax rasio-nya 17 persen dan India lebih tinggi lagi," ujar anggota Panja Pajak DPR, Darmansyah.
Anggota Panja Perpajakan DPR lain bahkan ada yang sempat mengancam untuk meng-outsourcing Ditjen Pajak jika tidak mampu mengoptimalisasikan pemasukan dari pajak. Ancaman itu sebagai shocfc therapy.
Usulan tax ratio 16 persen memang bukan hal mustahil, tapi juga tidak mudah. Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, mengakui adanya potensi tersebut. "Potensi itu ada, tapi bagaimana kita mampu menangani masalah kebocoran-kebocoran ini?" ucapnya. Toh, Hatta mengakui ternyata masih cukup banyak potensi pajak yang belum tergarap.
Memang di dalam peraturan, para WP mempunyai hak untuk menyatakan keberatan jika merasa uang yang harus dibayarkan dirasa tidak sesuai dengan apa yang dimiliki WP dapat mengajukan itu di Subdirektorat Keberatan.
Menkeu Sri menjelaskan, sejak reformasi perpajakan dimulai pada 2006 sampai saat ini, sudah jarang WP yang bermain mata di Subdirektorat ini Karena itu, dari beragam kasus yang diajukan oleh WP, umumnya keberatan mereka ditolak. Meski, kata Menkeu, bukan berarti WP tidak mempunyai hak untuk keberatan.
Namun, seketat-ketatnya aturan, mafia pajak selalu memiliki celah untuk mengakali penerimaan pajak. Cara baru, dengan memperkarakan kasus keberatan WP ke Pengadilan Pajak, yakni melalui mekanisme banding yang melibatkan Subdirektorat Banding dan Pengadilan Pajak. Dengan demikian, mereka bisa lebih leluasa menjalankan tindakan penyimpangan sehingga kas negara terpangkas. "Di sini pemerintah kemudian banyak kalah," ungkap Menkeu. Karena itu, perbaikan bukan hanya sekadar di Ditjen Pajak, tetapi juga peradilan.
Sesuai UU Republik Indonesia Nomor
14Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, disebutkan, jika putusan pengadilan pajak mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembatalan pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar dua persen sebulan, untuk paling lama 24 bulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak 2000 hingga 2008, sebesar 80 persen kasus dimenangi WP. Pada 2007, dari 2.270 perkara pajak yang diputus, Ditjen Pajak hanya menang untuk 406 kasus.
Sementara pada 2008, dari 3.027 kasus yang diputus Pengadilan Pajak dengan nilai Rp 16,1 triliun, WP memenangi 2.777 kasus dan sisanya dimenangkan Ditjen Pajak. Kerugian negara jika ini terjadi penyimpangan mencapai sekitar Rp 12,5 triliun.
Dalam hal kerawanan ini, Dirjen Pajak, Tjiptardjo, mengakui setidaknya
15ribu aparat Ditjen Pajak di Indonesia cukup rav/an melakukan penyelewengan. Umumnya, mereka berada di empat titik unit lahan basah, yakni bidang pemeriksaan,account representative, juru sita, serta penelaah keberatan dan banding.
Selain kebocoran-kebocoran ini, upaya untuk menagih utang pajak yang belum dibayarkan WP juga harus menjadi prioritas Ditjen Pajak. Ingat, jumlah nilai tunggakan pajak pada Maret 2010 lalu belum bergeser lebih jauh dari posisi Januari 2010. Ditjen Pajak melansir tunggakan pajak per akhir Maret lalu mencapai Rp 50,5 triliun atau menurun dari awal tahun Rp 50,8 triliun.
Pengawasan lemah
Kebocoran penerimaan dari sektor pajak ini memperlihatkan adanya kelemahan pengawasan yang dilakukan internal pajak. Direktorat Intelijen dan Penyidikan
Anggota Panja, Ecky Awal Mucharam, mengatakan ada hal yang salah terkait dengan interpretasi dari fungsi intelijen dan penyelidikan. Menurutnya, unit mi seharusnya tidak hanya mengawasi wajib-wajib pajak, namun petugas pajak. Karena itu, kata dia, keduanya saling bersinggungan dan memiliki keterkaitan.
"Kemampuan intelijen ini bukan cuma WP, tapi juga petugas pajak," terangnya. Ia juga mensinyalir, kasus Gayus ini bukanlah yang pertama. Tetapi, masih ada Gayus-Gayus yang lain.
Tjiptardjo pun mengakui lemahnya pengawasan. Namun, dia berjanji akan melakukan pembenahan ke depan. Bahkan, kata dia, selama kuartal pertama ini pihaknya telah memberikan sanksi lebih dari 200 orang. Salah satu modus yang dilakukan, yakni pemalsuan data pajak. "Tapi, bukan berarti kalau ada tikus di lumbung, semua dibakar bersama lumbung dan padinya, lean?" kilah Tjiptardjo
Ecky lantas mengusulkan supaya BPK mengaudit Ditjen Pajak. Audit yang dilakukan adalah audit kepatuhan serta bagaimana pelaksanaan standard operating procedure (SOP) "Yang tidak boleh adalah audit pengisian SPT. Karena yang kita minta adalah audit kepatuhan," kata dia.
Pengamat Perpajakan. Darussalam, mengatakan reformasi harus dilakukan ke semua institusi perpajakan yang ada Selain Ditjen Pajak, reformasi dilakukan pada DPR yang mengeluarkan UU perpajakan, pengadilan pajak, serta asosiasi konsultan pajak. Saatnya pengganti Bu Sri Mulyano adalah MENKEU baru Yangg Mampu mrningkatkan Pendapatan Negara dari Pajak dan sanggup Basmi Markus Pajak Meminimalisai Kebocoran Pajak serta basmi Praktek manipulasi laporan Pajak Sari 1.857000 baik perusahaan atau perseorangan terdektesi mendekati 2 juta Wajib Pajak Kelas Kakap ada main ‘ mark up bekerja sama dengan aparat Perpajakan dalam membayar Pajak
Kini. Ditjen Pajak bersama Kementerian Keuangan bahu-membahu membenahi citra institusi pajak itu. Untuk langkah awal Ditjen Pajak, temyata cukup sepele, yakni mengganti slogan. Perubahan slogan baru yang sebelumnya Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya menjadi Bayar Pajaknya. Awasi Pemungutannya. Semoga Presiden SBY dengan MENKEU Baru Segera Cari Pengganti Dirjen Pajak yang Berani Pada Markus Pajak atau Para accountan pajak yang nakal Sanggup Bekerja secara teliti dan bersih Korupsi,
Kini Rakyat Menanti Bukti Mampukah Pemerintahan SBY dapat betul-betul laksanakan Pembenahan Penerimaan Pajak. mt*.r, ai & gustaf