Minggu, September 27, 2009

WARGA NEGARA AMERIKA KETURUNAN ARAB " ALI MUHAMAD " BENARKAH AGEN BINAAN C.I.A ?

Misteri “Teroris Import” Ali Muhammad agen CIA ?

Pada 18 Agustus 2009, Polisi menahan Ali Muhammad, warga negara asing, yang diduga ikut terlibat dalam menyediakan dana untuk membiayai aksi pemboman 17 Juli 2009 di JW Marriott dan Ritz Carlton [1].

Ali Muhammad disebut sebagai warga negara Arab Saudi. Namun, Duta Besar Arab Saudi di Jakarta, Abdul Rahman Al Hayyat membantah tersangka teroris yang ditangkap Tim Densus 88 itu adalah warga negaranya[2].

Polisi menduga Ali Muhammad adalah anggota Al Qaeda. Namun, hingga kini polisi belum bisa memastikan hal itu. Dilaporkan juga bahwa polisi kesulitan mencari tahu siapa sebenarnya Ali Muhammad. Menurut Mardigu, psikolog hipnoterapis yang kerap dimintakan bantuan oleh Polisi, Ali memiliki defence yang bagus seolah-olah dia sudah menyiapkan skenario jika ditangkap [3].

Dalam jejak rekam Al Qaeda, nama “Ali Muhammad” merujuk kepada “asisten” Osama bin Laden. Menurut Lary Johnson, bekas deputi kepala counter-terrorism di Departemen Luar Negeri AS, Ali Muhammad adalah seorang militan yang memenuhi profil seorang “agen ganda” [4].

Dia berkebangsaan Mesir dan seorang mayor di angkatan darat Mesir tetapi pada 1980-an menjadi warga negara AS setelah menikahi perempuan AS dari Santa Clara, California . Tak lama setelah itu, ia masuk angkatan darat AS dan ditempatkan di unit khusus Special Warfare Center di Fort Bragg, North Carolina sebagai instruktur. Murid-muridnya banyak yang bertugas pada Special Activities Division CIA [5].

Selama perang Afghanistan, Ali Muhammad melatih pejuang mujahidin di perbatasan Afghan-Pakistan. Bahkan Agen Khusus FBI Jack Cloonan menyebutnya sebagai “bin Laden’s first trainer” [6].

Pada 1998 Ali Muhammad ditahan dalam kaitan dengan pemboman kedubes AS di Nairobi dan Tanzania. Pada tahun 2000, dia dinyatakan bersalah. Namun, tidak pernah ada laporan tentang hukumannya. Bahkan Federal Departement of Prisons Inmate tidak memiliki catatan narapidana bernama Ali Muhammad. Seorang jurnalis AS, Patrick Briley pernah menulis laporan bahwa Ali Muhammad sudah dibebaskan atas perintah langsung Departemen Kehakiman pemerintahan Bush di bawah Alberto Gonzales.

Jika benar bahwa “Ali Muhammad” yang ditangkap Densus 88 adalah “Ali Muhammad” yang banyak disebut-sebut itu, maka ia adalah sumber informasi penting untuk mengungkap jaringan terorisme internasional di Indonesia. Siapa pun dia sebenarnya, polisi harus memastikan Ali Muhammad diadili di Indonesia agar jelas apa peran dan kesalahannya dalam aksi pemboman itu. Jangan sampai kasus kontroversial Umar Al Farouq terulang kembal

Komisi Untuk Susno Duadji

Isu Komisi Untuk Susno Duadji


Tidak mudah bagi pengusaha tembakau Budi Sampoerna meminta kembali uangnya yang digelapkan pemilik lama Bank Century, Robert Tantular. Ia minta bantuan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Susno Duadji untuk memfasilitasi pencairannya. Langkah ringan petinggi polisi ini justru menimbulkan aroma tak sedap. Apa betul ada komisinya?

WAKTU sudah melewati pukul sembilan malam. Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Susno Duadji tak juga menunjukkan batang hidungnya. Padahal ia sebagai pengundang. Setelah dinanti lebih dari dua jam, barulah mantan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat ini tiba di Restoran Bebek Bengil di Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Senin lalu. ”Maaf terlambat, saya tarawih dulu dengan Presiden di Istana Bogor,” ucapnya sambil menyalami Tempo dengan senyum khasnya.

Sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal, Susno termasuk polisi yang paling banyak dicari wartawan. Maklum, setumpuk perkara kriminal besar—yang menyedot perhatian publik—hingga urusan ancaman teroris ada dalam genggamannya. Meski begitu, jika sudah duduk bareng, Susno bukan pejabat yang pelit bicara. Senin malam pekan lalu, misalnya, dia mengundang Tempo dan sepuluh wartawan lain berbuka puasa bersama di restoran kawasan Menteng itu. Begitu duduk di kursi, dia langsung berucap, ”Ini banyak yang enggak mengerti kasus (Bank) Century.”

Langkah penyehatan Bank Century memang ramai diperdebatkan selama lebih dari dua pekan kemarin, khususnya oleh Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan. Komisi Dewan mempertanyakan pembengkakan dana penyelamatan Century yang menjadi Rp 6,7 triliun dari laporan sebelumnya yang hanya Rp 632 miliar. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beralasan, kalau bank yang dulu dimiliki Robert Tantular—kini berstatus terdakwa—ini ditutup, ada 23 bank berpotensi kolaps akibat penutupan itu.

Di balik silang pendapat soal penyelamatan bank itu, menurut Susno, di kalangan anggota Dewan merebak isu tak sedap. Dia disebut-sebut terlibat dalam proses pencairan dana milik salah satu nasabah terbesar Century, Budi Sampoerna. Kucuran dana segar Rp 6,7 triliun dari Lembaga Penjamin Simpanan itu memang disinyalir mengalir ke sejumlah nasabah prime.

Mendengar dirinya diisukan miring, Susno semula memilih tidak reaktif. Namun perkembangan kasus Century di gedung parlemen, menurut Susno, tak bisa lagi didiamkan. ”Kalau terus-terusan diam, dikira benar saya meminta (uang),” ucapnya. Padahal faktanya, kata dia, ”Sampai sekarang duit Budi belum cair.”
l l l
Rumor keberadaan Kepala Badan Reserse Kriminal Susno Duadji dalam pusaran duit Budi Sampoerna di Bank Century sejatinya bukan hal baru. ”Dugaan itu” bahkan dikabarkan sempat tersadap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Susno berang dan mengungkapkan ke media bahwa telepon selulernya telah disadap. ”Saya tidak sebut lembaga mana, ya, tapi saya jelas tahu telepon saya disadap,” katanya

(Tempo edisi 6-12 Juli 2009).

Tak ayal, publik pun disuguhi ”perselisihan” Susno dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang kemudian menelurkan istilah ”cicak-buaya”. Dalam wawancara khusus dengan Tempo awal Juli lalu, Susno mengumpamakan Komisi Pemberantasan Korupsi itu ”cicak” yang berani-beraninya menyadap telepon polisi—yang diistilahkan ”buaya”. ”Cicak kok melawan buaya,” begitu ucapnya dalam wawancara itu. Perseteruan itu sendiri memang serius dengan dipanggilnya ”cicak” untuk diperiksa oleh ”buaya” meskipun ”cicak” mengabaikan panggilan pertama, dan kini polisi menerbitkan panggilan kedua.

Kembali ke kasus Century. Keterlibatan Susno dalam urusan duit Budi, menurut sumber Tempo, terlihat dari dikeluarkannya dua surat Badan Reserse Kriminal, pada 7 dan 17 April 2009, yang menyatakan dana milik Budi Sampoerna dan US$ 18 juta kepunyaan PT Lancar Sampoerna Bestari di Bank Century ”sudah tidak ada masalah lagi”. Susno juga memfasilitasi beberapa pertemuan direksi Century yang dipimpin Maryono dengan pihak Budi di kantor Badan Reserse Kriminal.

Salah satu pertemuan itu dilaksanakan pada 29 Mei 2009. Di dalam dokumen minutes of meeting Bank Century disebutkan pertemuan dihadiri tiga petinggi Century. Mereka jugalah yang meneken dokumen itu, di antaranya Maryono (direktur utama) dan Ahmad Fajar (direktur). Dokumen itu juga mencantumkan nama Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Susno Duadji dan Direktur Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Edmond Ilyas.

Pertemuan menelurkan dua kesepakatan. Salah satunya tentang persetujuan pencairan dana senilai US$ 58 juta—dari total Rp 2 triliun—milik Budi atas nama PT Lancar Sampoerna Bestari. Kesepakatan lainnya, pencairan dilakukan dalam rupiah. Sumber Tempo yang mengetahui pertemuan ini menilai kesepakatan itu menimbulkan tanda tanya. Sebab, kepolisian hanya berwenang mengusut tindak pidana penggelapan uang milik Budi oleh Robert Tantular, pemilik lama Bank Century, senilai US$ 18 juta. ”Kenapa yang US$ 40 juta juga ikut diurus polisi dan dibahas di kantor Bareskrim?” ujar sumber ini. ”Ada apa ini?”

Menurut sumber Tempo ini lagi, secara aktif pula Susno berkoordinasi dengan Maryono dan Komisaris Lembaga Penjamin Simpanan Rudjito untuk melancarkan proses pencairan duit pengusaha tembakau itu. Atas upayanya itu, masih kata sumber ini, kepada Susno dijanjikan oleh Lucas, kuasa hukum Budi, komisi 10 persen dari jumlah uang Budi yang akan cair.

Perhatian Susno Duadji pada urusan duit Budi Sampoerna berawal dari laporan Lucas pada Maret lalu soal dugaan penggelapan dana nasabah yang dilakukan manajemen Bank Century. Asal-muasalnya, manajemen Century menolak mengembalikan uang Budi sebanyak US$ 18 juta yang digasak Dewi Tantular—adik Robert Tantular yang masih jadi buron. Kini Robert menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dianggap terlibat dalam penggelapan itu.

Susno langsung merespons laporan Lucas dengan memanggil Direktur Utama Bank Century Maryono dan pejabat Lembaga Penjamin Simpanan ke kantor Badan Reserse Kriminal. Dalam pertemuan itu, menurut Susno, Maryono meminta polisi tidak melakukan pemeriksaan kepada manajemen Century karena dikhawatirkan akan menghilangkan kepercayaan nasabah. Jika pemeriksaan terjadi, nasabah akan menarik uang secara besar-besaran dari bank. ”Saya terima alasan Maryono, tapi saya juga bilang bahwa ini tidak bisa lama-lama,” kata Susno.

Nyatanya, kata Susno, setelah berbulan-bulan, Budi tetap tidak bisa mencairkan duitnya, sekalipun Badan Reserse Kriminal sudah mengeluarkan dua surat klarifikasi atas simpanannya. Tak cuma itu, pertemuan yang difasilitasi Susno di Badan Reserse Kriminal pun tak berujung pada pencairan duit Budi. ”Ini ada apa, katanya sudah digrujugin banyak, kok enggak bayar-bayar,” kata Susno, yang memang terus mempertanyakannya kepada manajemen Century.

Susno membantah keras soal komisi yang akan diterimanya atas usahanya mencairkan duit Budi. ”Boro-boro dapat itu,” ucapnya sambil tertawa lebar. ”Ongkos saya ke luar negeri untuk mendapatkan aset-aset Robert saja belum diganti.”

Soal surat klarifikasi yang ditekennya sendiri, Susno membenarkan. Menurut dia, surat yang dirancang Lucas itu dibuat atas permintaan direksi Century. ”Saya minta Lucas menulis sendiri apa isi surat itu, saya tinggal teken,” katanya.

Dia juga mengaku telah memfasilitasi pertemuan di kantor Badan Reserse Kriminal antara direksi Bank Century dan pihak Budi Sampoerna. Tapi Susno membantah ikut campur, termasuk memberikan advis penyelesaian uang Budi. ”Kalau tanya-tanya atau ikut campur, nanti dibilangnya mau dapat 10 persen, ha-ha-ha….”

Faktanya, kata Susno, hingga kini Century belum membayar sepeser pun kepada Budi. Padahal surat klarifikasi Badan Reserse Kriminal itu berarti uang Budi harus dikembalikan. ”Kalau tidak bayar terus, bisa ditangkap,” ujar Susno.

Lucas, yang mendapat kuasa dari Budi Sampoerna sejak 25 November 2008, juga membantah telah menjanjikan komisi kepada Susno. ”Maksudnya fee? Enggak ada sama sekali. Itu fitnah,” jawabnya saat diwawancarai Tempo di kantornya Selasa lalu. Dia juga membantah telah bertemu dengan Susno di Hotel Ambhara untuk membicarakan surat klarifikasi dan komisi 10 persen itu. ”Tidak ada pertemuan dengan Susno di Hotel Ambhara. Saya bertemu Susno selalu di kantor Bareskrim,” ujarnya.

Namun Lucas membenarkan telah mengadukan direksi Bank Century ke Badan Reserse Kriminal pada Maret lalu lantaran kesal duit kliennya tak kunjung cair. ”Sementara duit nasabah besar lainnya dicairkan,” ujarnya tanpa menyebutkan nasabah dimaksud. Menurut dia, baik surat klarifikasi maupun pertemuan di Badan Reserse Kriminal sepenuhnya atas desakan direksi Bank Century. Tanpa klarifikasi dari Markas Besar, uang tidak akan dicairkan. ”Sudah diklarifikasi, enggak beres juga,” ucapnya.

Maryono, saat diwawancarai Anton Aprianto dari Tempo di kantornya Selasa lalu, menolak memberikan keterangan rinci ihwal karut-marut duit Budi. ”Mohon maaf, saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu karena ini menyangkut nasabah,” paparnya.

Dia hanya membenarkan telah menerima dua pucuk surat klarifikasi dari Kepala Badan Reserse Kriminal Susno Duadji. Namun, menurut dia, surat itu tidak memerintahkan duit Budi segera dicairkan. ”Surat itu hanya clearance bahwa penyidikan atas penggelapan dana Bank Century sudah selesai,” katanya.
Dia membantah telah ditekan Badan Reserse Kriminal berkaitan dengan status duit Budi. ”Tidak pernah ada tekanan,” ujarnya. Maryono hanya tertawa lebar ketika disinggung soal pertemuan-pertemuan yang difasilitasi Susno untuk membahas duit Budi. ”Ha-ha-ha…, jangan tanya saja, tanya Pak Susno saja.”
Keterangan agak detail justru disampaikan Erwin Prasetio dan Benny Purnomo, dua direktur Bank Century yang datang ke redaksi Koran Tempo pada 20 Agustus lalu. Menurut Erwin, tak ada kesulitan bagi Budi untuk menarik dananya secara bertahap dan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama. ”Setiap hari ada penarikan, kok. Saya yang teken,” Benny menambahkan.

Selain itu, menurut Erwin, bank sudah mencadangkan US$ 18 juta sebagai antisipasi kerugian yang mungkin bakal dialami Century. Uang itu diakuinya belum kembali ke deposito PT Lancar Sampoerna. ”Karena uang itu masih kasus (di pengadilan),” tuturnya.

Saat dikonfirmasi ke Lucas bahwa Bank Century sudah mencairkan uang Budi secara bertahap, pengacara bertubuh besar ini kontan membantahnya. ”Itu memutarbalikkan fakta,” ujarnya. Dengan santai Lucas bahkan mengiyakan bahwa usahanya mengembalikan uang kliennya belum berhasil. Wah, kalau berurusan dengan duit, semuanya jadi runyam.
Inilah Kisah Aksi (Komisaris Jenderal) Susno di Century
Aksi Susno di Century
BANK Century sudah sepuluh bulan beroperasi di bawah kendali Lembaga Penjamin Simpanan. Namun lumrah saja bila debat penyelamatan bank itu terus berlarat-larat. Selain adu argumen tentang dampak sistemik pada bank kecil lain andai Century ditutup, besarnya dana talangan menjadi salah satu pemicu perbantahan.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan—yang diketuai Menteri Keuangan—memutuskan untuk menyelamatkan Century pada rapat maraton 20-21 November 2008. Saat itu Century hanya butuh suntikan Rp 630 miliar. Rasio kecukupan modal (CAR) Century ketika itu minus 3,53 persen, sedangkan Bank Indonesia mensyaratkan tak boleh kurang dari delapan persen. Dalam waktu singkat setelah keputusan jatuh, dana talangan yang dibutuhkan Century berlipat dengan kecepatan deret ukur dan akhirnya mencapai Rp 6,76 triliun alias lebih dari sepuluh kali lipat kebutuhan pertama. Audit investigasi yang sedang dirancang Badan Pemeriksa Keuangan penting sekali untuk memastikan tak ada penyimpangan di balik grojogan dana besar itu.

Anjloknya CAR Century jelas kaitannya dengan manajemen buruk bank yang dikendalikan PT Century Mega Investindo (milik Robert Tantular) dan First Gulf Asia Holdings Ltd. (Rafat Ali Rizvi dan Hesham al-Warraq) itu. Antara lain, di sana ditemukan letter of credit fiktif senilai US$ 197 juta, kredit macet senilai Rp 1 triliun, dan penggelapan dana sekitar US$ 18 juta.

Kredit macet dan semua hal buruk itu menyebabkan risiko Bank Century naik—di dunia perbankan dinamai aktiva tertimbang menurut risiko. Bila dipahami CAR merupakan perbandingan antara modal dan risiko, jelas CAR akan turun manakala kredit macet naik, transaksi fiktif terjadi, bank merugi, atau ada penggelapan. Sialnya, banyak bisnis Century berisiko tinggi, akibat manajemen amburadul dan perilaku pemilik bank yang menjurus kriminal.

Dengan pengelolaan awut-awutan begini, nasabah besar seperti Budi Sampoerna, paman Putera Sampoerna, mantan pemilik PT HM Sampoerna, pantas saja khawatir duitnya melayang. Ia berupaya menarik depositonya sebesar Rp 2 triliun yang semula disimpan di Bank Century Cabang Surabaya. Ketika gagal mendapatkan haknya, ia menyewa pengacara Lucas. Diduga duit Budi sebanyak US$ 18 juta telah dicairkan diam-diam oleh Dewi Tantular, adik Robert. Sebagian duit itu dipakai Robert Tantular untuk bisnis reksadana Antaboga—yang belakangan sebagian ketahuan fiktif. Dalam upaya membela kliennya, Lucas melapor kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian.

Komisaris Jenderal Susno Duadji, sang Kepala Badan Reserse Kriminal, pun akhirnya masuk pusaran karut-marut kasus Century ini. Susno memang terkesan terlalu bersemangat. Ia dua kali menulis surat kepada manajemen baru Bank Century pada April lalu, meminta Century mencairkan duit Budi Sampoerna. Ketika Susno memanggil pimpinan Century ke kantornya, untuk dipertemukan dengan pihak Budi Sampoerna—Susno menyebutnya ”memfasilitasi”—agaknya ia kelewat jauh melangkah.

Benar bahwa Susno Duadji menjalankan tugas. Tak ada yang membantah bahwa yang terjadi di Century, yakni dugaan penggelapan, memang termasuk wilayah kerja Badan Reserse Kriminal. Tapi Bank Century kini sedang ditangani Lembaga Penjamin Simpanan—yang menjalankan perintah Komite Stabilitas Sistem Keuangan, yang dibentuk pemerintah.

Terlepas dari setuju atau kontra terhadap keputusan penyelamatan bank dengan aset hanya Rp 10 triliun itu—sangat tak berarti dibanding aset perbankan nasional yang seluruhnya Rp 2.200 triliun—Susno perlu berkoordinasi dengan Lembaga Penjamin Simpanan, yang kini mengelola Century. Ia perlu juga mendengar penjadwalan pembayaran utang nasabah yang sudah disusun oleh manajemen baru bank itu. Kalau ia terlalu kuat mendesak, banyak yang akan curiga ”ada apa-apa” di balik tindakannya.

Tentu gampang dipahami keberatan Century mencairkan sekaligus simpanan Budi Sampoerna. Meskipun diberitakan Century telah mencetak laba, dan CAR bank itu kini sekitar sembilan persen, pencairan dana berskala besar tentu akan berpengaruh pada kinerja bisnisnya. Ujung-ujungnya, CAR bisa turun lagi dan akhirnya Lembaga Penjamin Simpanan juga yang harus menguras kantongnya.

Apa boleh buat, untuk menyelamatkan keputusan bailout Bank Century yang sudah telanjur diambil pemerintah, semua jajaran mestilah melangkah seirama. Kepolisian tak terkecuali. Bila penyelamatan Century gagal, tentu kerugian besar akan terjadi, walaupun korbannya adalah dana Lembaga Penjamin Simpanan, yang modalnya berasal dari iuran kalangan perbankan.
Robert Tantular dan dua anggota direksi lama sudah mulai disidangkan. Tapi dua pemilik lain masih buron dan masuk daftar Interpol. Lebih baik saat ini kepolisian membantu mencari mereka, juga mencari aset Century yang diduga diembat pemilik lama.
Sumber

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/09/14/L.I

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog