Rabu, Januari 19, 2011

Manuver HADR buktikan lah TNI AL Mampu

Saatnya TNI bersama sama badan penanggulangan bencana mencontoh dan mau belajar srta berlatih kemampuan inti manuver US navy guna menjawab kesiagaan kita dalam menghadapi dan dan menanggulangi bencana bencana yang mungkin terjadi di tahun 2011 Dalam strategi maritim Amerika Serikat, salah satu kemampuan inti yang harus dipunyai oleh Angkatan Laut Amerika Serikat adalah HADR. Tidak perlu diulas lagi mengapa HADR kini menjadi bagian penting dalam kemampuan inti U.S. Navy. Yang sebaiknya perlu diketahui adalah sifat operasi HADR yang dianut oleh kekuatan laut terkuat di dunia tersebut.

U.S. Navy membagi operasi HADR dalam dua kategori. Pertama, proactive HADR. Kedua, reactive HADR. Apa beda antara kedua kategori tersebut?
Proactive HADR adalah operasi HADR yang rutin digelar selama ini tanpa harus menunggu ada bencana alam atau tidak. Misalnya Pacific Partnership untuk di kawasan Pasifik dan Continuing Promise bagi kawasan hemisphere. Kalau di Indonesia dapat disetarakan dengan Ops SBJ yang secara rutin digelar oleh kekuatan laut Indonesia.
Reactive HADR adalah operasi HADR yang digelar untuk merespon suatu bencana alam. Misalnya Unified Assistance yang digelar guna menjawab bencana gempa dan tsunami di sekitar Samudera India pada 26 Desember 2004. Untuk tingkat Indonesia, dapat disetarakan dengan operasi-operasi yang digelar untuk merespon bencana gempa dan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004, dan ketika banjir dahsyat di Wasior pada 3 Oktober 2010.

Berangkat dari konsep operasi yang sudah matang, bukan suatu hal yang mengherankan kalau Angkatan Laut Amerika Serikat senantiasa siap menggelar operasi HADR, apapun kategori operasinya. Tingkat kesiapan Angkatan Laut Amerika Serikat memang tinggi, sehingga dapat merespon bencana dalam waktu kurang dari 24 jam. Hal ini masih menjadi tantangan di Indonesia, di mana respon terhadap bencana seringkali melebihi 24 jam.

Kepada Jaajaran Pimpinan TNI AL dan seluruh Prajurit TNI AL " Rakyat INDONESIA Memohon Pada TNI AL untuk mampu Secara Prima Manuver HADR dalam antisipasi Bencana yang mungkin terjadi di Tahun 201i " Saatnya setelah 6 tahun Kita belajar dari US Navy manuver HADR jelas Terlihat dan TNI.AL mulai mengenal Manuver HADR 26 desember 2004 peristiwa Tsunami DI Nanggroe Aceh Darussalam . Demi Bangsaku buktikan lah TNI AL Mampu >JALESVEVA JAYAMAHE

Kamis, Januari 06, 2011

IAEA Siap Bantu bangun PLTN di Indonesia


Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) As Natio Lasman, mengungkapkan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia sudah semakin mendesak. Pasalnya, selain tuntutan pasokan listrik yang cukup sumber energi fosil seperti minyak dan batubara juga semakin langka.
“Mulai tahun 2010 Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) selalu siap membantu negara-negara yang berkeinginan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), termasuk Indonesia.
Kini Pemerintah mulai melakukan sosialisasi pemanfaatan energi nuklir secara lebih intensif,” katanya di sela-sela Executive Meeting Bidang Kesehatan dengan tema “Program Proteksi Radiasi dan Keamanan Sumber Radioaktif” yang dibuka Menristek Suharna Surapranata,kamis 30 desember 2010

Untuk menghasilkan energi pembangkit listrik, kebutuhan bahan bakar fosil sangat besar. Tahun 2009 saja dibutuhkan sekitar 26 juta ton batu bara.Namun Jika menggunakan energi nuklir bahan yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Sebab untuk menghasilkan energi setara 3.000 ton batu bara hanya dibutuhkan 1 kg uranium.

Negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia rencananya sudah akan menggunakan PLTN pada tahun 2016 dan 2017. Sementara di Indonesia sampai saat ini masih banyak pro dan kontra soal pembangunan PLTN.
Penggunaan energi listrik untuk bidang kesehatan dan industri di Indoesia sebenarnya sudah cukup lama. Namun untuk bidang perlistrikan masih ada sejumlah pihak yang mengaku khawatir. Padahal risiko pembangunan PLTN sebenarnya tidaklah seperti yang dibayangkan selama ini. Umumnya jika berbicara tenaga nuklir orang akan langsung terbayang pada bom Hirosima dan Nagasaki.“Jika mulai menggunakan PLTN diharapkan kedepan kita tidak akan ada lagi mendengar keluhan kekurangan pasokan listrik atau pasokan listrik secara bergantian.”Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) selalu siap membantu negara-negara yang berkeinginan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), termasuk Indonesia.

"Tentang rencana pembangunan PLTN pertama di Indonesia sesungguhnya kita tidak perlu ragu lagi untuk melangkah karena dunia bahu-membahu dalam membantu negara-negara yang berkeinginan membangun PLTN," kata Konsultan pada Seksi Pengembangan Teknologi Nuklir IAEA, Jupiter S. Pane di Austria, dalam wawancara dengan surat elektronik, Kamis.IAEA telah membentuk suatu tim khusus yang disebut Integrated Nuclear infrastructure Group (INIG) yang tugasnya khusus untuk membantu negara-negara berkembang secara sistematis dalam merencanakan pembangunan PLTN-nya, ujar Jupiter Pane.INIG, lanjut Jupiter S Pane, telah membantu membahas status kesiapan infrastruktur negara-negara yang akan membangun PLTN seperti Jordania, Vietnam, Indonesia, dan Thailand melalui Misi INIR (Integrated Nuclear Infrastructure Review).

Hal ini, lanjut dia, terkait dengan fakta bahwa 60 negara berkembang telah menunjukkan keinginannya untuk membangun PLTN dan diperkirakan 15-30 PLTN akan dibangun sebelum tahun 2030, seperti disampaikan Direktur jenderal IAEA pada Konferensi Umum ke-54.Review status kesiapan infrastruktur Indonesia fase 1 telah dilakukan pada pertengahan Oktober 2009, dan hasilnya menunjukkan kesiapan Indonesia untuk melanjutkan persiapan ke fase 2.
Fase 2 itu yaitu melakukan persiapan untuk menyusun spesifikasi lelang (Bid Information Specification) sambil memperkuat ke 19 isu infrastruktur nuklir.

Namun sebelum melangkah pada pekerjaan tersebut harus ada keputusan "Go Nuclear" dari pemerintah terlebih dahulu serta tingkat penerimaan masyarakat yang cukup, ujarnya.Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia harus dimulai karena biaya modal PLTN jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya.Demikian disampaikan DR Budi Sudarsono, ketua Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan, dalam diskusi terbuka "Pro dan Kontra masalah PLTN di Indonesia, dalam aspek keekonomian", di YTKI, Jakarta,

"Untuk di Indonesia, menurut Studi Beehtel tahun 1985 biaya modal PLTN di Jawa lebih kecil (rendah) dibanding biaya modal PLTN di Amerika Serikat," tukasnya.
Bukan itu saja menurutnya, dengan PLTN biayanya juga jauh lebih rendah dibanding dengan Pembangkit Listrik bertenaga Batubara, Minyak, maupun Gas dan Panas Bumi.

"Pilihan nuklir, karena biaya pembangkitan terendah," tambahnya.Dia memaparkan data WNA, ditunjukkan bahwa total biaya untuk 1 kilogram Uranium adalah sekitar USD 2555. "Pada pembakaran 45 ribu mWd/t menghasilkan 3.600.000 kWh. Jadi ongkos bahan bakarnya adalah 0,71 sen/kWh," bebernya.
(Poskota/Republika)

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog