Sabtu, Agustus 11, 2012

Waspadai stabilitas di Laut Cina Selatan


Menlu Indonesia Marty Natalegawa dan Menlu Cina Yang Jiechi sepakat untuk mengedepankan diplomasi dalam menyelesaikan sengketa laut Cina Selatan, yang dipertikaikan Cina dan sejumlah negara ASEAN.
Hal itu ditegaskan Marty dan Yang Jiechi usai menandatangani kerjasama bilateral di Kementrian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (10/08) soreKerjasama itu, lanjutnya, untuk mengimplementasikan secara penuh dan efektif Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea.
"(Yaitu) membangun rasa saling percaya, meningkatkan kerjasama, memelihara perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan," tambahnya.
Semua itu, imbuh Yan, didasarkan atas "konsensus bagi diadopsinya suatu code of conduct di Laut China Selatan".

Diplomasi  Indonesia

Sementara, Menlu Marty Natalegawa dalam wawancara terpisah dengan wartawan, mengatakan, negara-negara ASEAN dan Cina dituntut untuk menciptakan kondisi kondusif bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan Laut Cina selatan.
Menlu Marty Natalewaga menyatakan, Cina sepakat mengutamakan pendekatan diplomatik untuk menyelesaikan sengketa di Laut CIna Selatan.
KAPAL INDUK ANGKATAN LAUT CHINA
Setelah Komisi Militer Cina menyetujui pendirian garnisun militer di kawasan sengketa di Laut Cina Selatan.
Media pemerintah China  hari Minggu (22/07) menyebutkan garnisun ini akan didirikan di wilayah pemukiman Sansha, di salah pulau di Kepulauan Paracel, yang juga diklaim sebagai milik Taiwan dan Vietnam.
Cina telah mengerahkan militer di Laut Cina Selatan dan keputusan terbaru ini makin mengukuhkan upaya Cina mendapatkan kedaulatan.

Kantor berita resmi Xinhua memberitakan, garnisun di Sansha memiliki misi memobilisasi pertahanan negara, menjaga, dan mendukung layanan warga setempat di saat terjadi bencana.
Garnisun ini juga akan melakukan berbagai misi militer, kata Xinhua.
Sansha tidak memiliki banyak penduduk namun wilayah administratif Sansha meliputi kawasan perairan luas di Laut Cina Selatan yang diklaim Cina.
Media nasional Cina mengkritik AS karena dianggap "membuat keributan" di Laut Cina Selatan, dua hari setelah Beijing memanggil seorang diplomat AS terkait isu tersebut.
Diprotes Vietnam
Cina mengambil alih Kepulauan Paracels secara penuh pada 1974 setelah terlibat sengketa laut dengan Vietnam.Keputusan Cina meningkatkan status
administratif Sansha diprotes oleh Vietnam.
Vietnam menyebut tindakan Cina melanggar hukum dan melanggar wilayah distrik yang masuk wilayah mereka.
Beberapa hari lalu ratusan orang di Hanoi menggelar aksi protes menentang langkah Cina mengembangkan wilayah Sansha.Perairan dan pulau-pulau di Laut China Selatan Kep. Spartlay di laut Cina Selatan diyakini memiliki cadangan minyak dan gas besar dan menjadi sengketa Cina, Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia, dan Taiwan.
Upaya Filipina untuk mendapatkan hak kedaulatan ekslusif dan otoritas untuk mengeksplorasi dan eksploitasi sumber alam di wilayah itu diluar negara lain. Tidak ada keraguan dan sengketa mengenai hak tersebut."
Cina mengklaim wilayah Laut Cina Selatan, yang juga diklaim oleh Filipina, Vietnam, Taiwan, Brunei dan Malaysia.Diperkirakan wilayah laut Cina Selatan yang menjadi sengketa itu mengandung minyak dan gas yang besar.
Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan antara sejumlah negara menajam, menyusul peningkatan aktivitas maritim Cina di wilayah itu.

Hubungan antara Cina dan Filipina menurun menyusul sengketa wilayah di Scarborough Shoul
Media nasional Cina mengkritik AS karena dianggap "membuat keributan" di Laut Cina Selatan, dua hari setelah Beijing memanggil seorang diplomat AS terkait isu tersebut.
Satu komentar meminta AS untuk "tutup mulut" menyangkut subyek itu, sedangkan yang lain mengatakan AS "layak mendapat kutukan."
Respon itu datang setelah Departemen Luar Negeri AS mengatakan mereka memantau "dari dekat" meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan.
AS juga menyampaikan kekhawatiran akan langkah Cina untuk memiliterisasi pulau sengketa tersebut. "Cina meningkatkan level administratif akan Kota Sansha dan mengirim garnisun militer baru ke area yang disengketakan berlawanan dengan upaya diplomatik kolaborasi untuk menyelesaikan perbedaan dan meningkatkan ketegangan di wilayah itu," kata juru bicara Patrick Ventrell dalam pernyataan hari Jumat.
Kota Sansha terletak di Pulau Woody di kepulauan Paracel, yang dikendalikan Cina sejak pertempuran 1974 dengan Vietnam. Taiwan juga mengklaim kepulauan itu, yang populasinya hanya ribuan orang dan sebagian besar adalah nelayan.
Juni lalu, kota itu dinyatakan sebagai basis administratif Cina untuk seluruh wilayah Laut Cina Selatan, termasuk teritori Kepulauan Spratly dan Scarborough Shoal.
'Penghasutan'
Beijing memanggil wakil duta besar AS Robert Wang hari Sabtu lalu untuk menyatakan "ketidakpuasan besar" terhadap pernyataan AS.
Dan hari ini sebuah komentar di edisi luar negeri People's Daily, media yang menjadi corong Partai Komunis, membawa nada yang sangat tajam pada AS.
"Pernyataan AS membingungkan semua pihak, membuat publik salah paham, mengirim sinyal yang salah dan harus dikritik," kata komentar tersebut. "Kita dapat berteriak bersama-sama kepada AS: Tutup mulut."
China Daily, dalam editorialnya juga menuduh AS sebagai "pembuat keributan."
"Jika Gedung Putih tertarik untuk memperbaiki perdamaian di Laut Cina Selatan, mereka harus meminta para pembuat keributan agar tidak berulah. Kebenarannya adalah, AS telah menghasut negara-negara lain yang terlibat konflik dan mempersenjatai mereka, pada saat yang sama menyalahkan Cina karena langkah-langkah defensif."
Cina mengklaim wilayah Laut Cina Selatan tersebut, sekaligus area yang diklaim oleh Filipina, Vietnam, Taiwan, Brunei dan Malaysia.
Konflik kepemilikan itu dipicu dugaan adanya cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar di wilayah tersebut.
Tahun lalu hubungan antara Beijing dan Manila serta Hanoi rusak akibat konflik Laut Cina Selatan.
Bulan lalu, Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (Asean) untuk pertama kalinya gagal melahirkan pernyataan bersama terkait masalah itu.

Sengketa ini membuat pertemuan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) pekan lalu gagal menelurkan komunike bersama untuk pertama kalinya dalam sejarah organisasi tersebut.

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog