Jumat, Juli 30, 2010

Konstelasi Penguasaan Pasar Rudal Dunia



Rudal merupakan salah satu sistem senjata utama Pertanyaannya kini, siapa saja penguasa pangsa pasar rudal dunia saat ini? Sebanyak 70 persen pasar rudal dunia dikuasai oleh Amerika Serikat , Inggris bersama { Uni Eropa} Mereka Trio Produsen Utama Rudal Dunia :1. MBDA, 2. Raytheon dan 3. Lockheed Martin. Sisanya sebesar 30 persen dibagi-bagi oleh negara-negara lain, termasuk negara-negara yang tengah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi dan militer dunia. Misalnya Rusia, Cina, India, Israel Korea Utara ,Jepang dan lain sebagainya.

Konstelasi itu mempunyai implikasi terhadap pembangunan kekuatan Rudal Indonesia, khususnya pengadaan rudal permukaan ke permukaan dan permukaan ke udara. Indonesia tidak mempunyai pilihan banyak dalam belanja rudal di Pasar internasional. Negeri ini juga tidak akan punya pangsa pasar yang besar apabila memaksakan diri membuat rudal sendiri berdasarkan semangat kemandirian tanpa berhitung pada faktor ekonomi yaitu skala keekonomian. Sebab tidak mungkin semua rudal yang dibuat di dalam negeri mampu diserap oleh militer negeri ini, kecuali kebijakan pemerintah Indonesia meniru Uncle Sam yaitu menggelar petualangan militer kemana-mana.

Dari tiga besar penguasa pangsa pasar rudal dunia tersebut, Indonesia dalam hal ini TNI merupakan pengguna setia rudal buatan MBDA. Di luar tiga besar itu, kekuatan Rudal Indonesia juga mengadopsi rudal buatan Rusia dan Cina. Dari ketiga pemasok suplai rudal bagi Indonesia, perlu senantiasa diwaspadai rudal buatan MBDA karena dapat kelancaran dukungan suku cadangnya tergantung sikap politik Uni Eropa. MBDA adalah produsen rudal milik negara-negara Uni Eropa yang menyatukan beberapa industri rudal yang telah eksis sebelumnya seperti Aerospatiale.

Walaupun sistem senjata rudal TNI tidak tergantung pada rudal buatan Amerika Serikat, akan tetapi hendaknya tetap diwaspadai soal adanya komponen buatan Amerika Serikat pada rudal buatan MBDA. Secara politik, Amerika Serikat masih mempunyai kemampuan menekan Uni Eropa, meskipun dalam satu dekade ini secara perlahan organisasi supranasional negara-negara itu terus berupaya membangun kemandirian politik yang berjarak dengan Washington.

Ibukota Republik Indonesia Pindah DiLuar Pulau Jawa


Wacana pemindahan ibukota dari Jakarta ke kota lainnya sudah dibahas sejak beberapa waktu lalu. Hari ini, Kompas menyoroti masalah tersebut yang menarik untuk diikuti dalam rubrik opini dengan judul Pindahkan Ibu Kota. Tulisan memberikan tiga usulan untuk mengatasi berbagai masalah khususnya kemacetan yang menimbulkan kerugian materi dan non materi yang sangat besar saat ini. Kami ajak Anda mengikuti opini yang ditulis oleh A SONNY KERAF Mantan Menteri Lingkingan Hidup & Sekarang Pemerhati Lingkungan Hidup, Dosen Universitas Atma Jaya Jakarta ini.

Pindahkan Ibukota Republik Indonesia Keluar Pulau Jawa

Kemacetan Jakarta dan sekitarnya, yang menjadi sorotan utama Kompas dalam beberapa hari terakhir, kiranya tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomis (Kompas, 26/0710). Kerugian yang dialami juga menyangkut kerugian sosial dan psikis. Karena Secara psikis, Jakarta sangat tidak sehat, bukan saja karena terjadi polusi yang parah, melainkan juga karena kemacetan di jalan raya menimbulkan berbagai tekanan psikologis atau stres.Demikian pula, secara sosial, kemacetan di jalan membuat relasi sosial menjadi penuh konflik, tidak saja di antara para pengendara di jalan, tetapi juga berdampak sampai ke kantor dan rumah tangga. Hubungan sosial penuh ketegangan akibat beban psikis yang dialami di jalan.
Oleh karena itu, sesungguhnya Jakarta bukan hanya sebuah kota yang sangat tidak ramah lingkungan, melainkan juga sangat tidak ramah secara sosial dan psikis. Dengan kondisi seperti itu, kiranya pembenahan transportasi umum, termasuk perluasan, penambahan, dan keterpaduan atau sinergi transportasi umum tidak akan banyak membawa hasil memadai. Itu hanya solusi jangka pendek sementara.
Yang dibutuhkan untuk jangka panjang adalah terobosan lebih radikal dan revolusioner. Kami mengusulkan tiga solusi. Sembari membenahi transportasi umum dan solusi lain yang bersifat tambal sulam, kendati sangat perlu, ketiga solusi harus segera diputuskan pemerintah pusat.

Pindahkan ibu kota

Usul pertama, pindahkan ibu kota. Ini usul dan langkah paling radikal. Banyak negara melakukan itu dan berhasil mengatasi kemacetan di ibu kota negaranya. Bung Karno, presiden pertama, telah berpikiran visioner menyiapkan Palangkaraya,Kalimantan Tengah, sebagai calon ibu kota RI sejak 1960-an.Melanjutkan visi Bung Karno, sebaiknya ibu kota baru berada di luar Jawa, khususnya di Indonesia bagian timur.Ada banyak keuntungan positif untuk itu.
Pertama, pemindahan ibu kota jangan dilihat sebagai beban ekonomi karena besarnya dana yang dialokasikan. Ini harus dilihat sebagai peluang ekonomi yang sangat menggiurkan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang yang akan mengerjakan persiapan, pembangunan, dan relokasi ibu kota tersebut. Akan dibutuhkan waktu 5-10 tahun untuk realisasi, dan itu peluang ekonomi yang sangat baik.
Kedua, dari segi politik, pemindahan ibu kota ke luar Jawa dan Indonesia bagian timur (IBT) akan serta-merta menggeser episentrum pembangunan nasional dari Jawa dan Indonesia bagian barat (IBB). Ini akan menjadi sebuah langkah dan peluang pemerataan pembangunan ke IBT untuk memberi kesempatan lebih besar bagi berkembangnya wilayah luar Jawa, khususnya IBT.Ketiga, selain untuk mengatasi kemacetan di Jakarta dan sekitarnya, ini sekaligus menjadi peluang untuk membangun sebuah ibu kota baru dengan tata ruang, jaringan, dan pola transportasi yang jauh lebih ramah lingkungan, ramah secara sosial dan psikis, atau jauh lebih manusiawi.
Kita bangun ibu kota baru dengan sistem transportasi multimoda yang ramah lingkungan, nyaman, aman, dan mudah dijangkau. Kita bangun sebuah ibu kota baru dengan hutan kota yang asri, tempat-tempat rekreasi umum yang ramah secara sosial, dengan berbagai fungsi sosial yang futuristik untuk kehidupan modern, tetapi dengan warna etnik yang khas.
Pilihan di Kalimantan lebih diutamakan mengingat Kalimantan bebas dari pusat gempa.
Penyebaran kementerian
Usul kedua yang jauh lebih moderat, semua kementerian disebar ke beberapa wilayah RI sesuai dengan kondisi provinsi kita. Ambil saja sebagai contoh, Kementerian Kehutanan di Kalimantan atau Papua. Kementerian Kelautan dan Perikanan di Ambon. Kementerian Perindustrian di Surabaya. Kementerian Pendidikan di Yogyakarta.
Kemudian Kementerian Pariwisata di Bali. Kementerian Perdagangan di Jakarta atau Batam. Kementerian ESDM di Kalimantan atau Sumatera. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal di IBT agar benar-benar fokus pekerjaannya lebih diarahkan untuk pembangunan daerah tertinggal di IBT, dan seterusnya.
Cara ini akan menarik banyak pihak untuk mendesentralisasikan usaha atau minimal kantor pusatnya mengikuti kantor kementerian untuk memudahkan kegiatan usahanya. Maka, tak lagi semua perusahaan berkantor pusat di Jakarta.
Dari segi tata kelola pemerintahan, tidak ada banyak kendala karena berbagai rapat kabinet bisa dilakukan secara jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi modern.
Pembatasan
Kalau usulan kedua masih dianggap merepotkan karena berbagai kendala teknis menyangkut koordinasi lintas kementerian, usul ketiga yang sangat soft adalah pembatasan pembangunan di beberapa bidang. Namun, ini merupakan sebuah keharusan paling minim yang tidak boleh tidak segera dilaksanakan.
Tepatnya, usul ini berupa larangan bagi pembangunan baru untuk minimal tiga bidang. Pertama, tidak boleh ada lagi penambahan pembangunan mal atau pusat perbelanjaan baru di Jakarta. Apabila perlu, tidak boleh ada lagi penambahan mal baru di Jabodetabek. Dengan larangan ini, tidak akan ada lagi penambahan urbanisasi tenaga kerja baru ke Jakarta untuk bekerja di pusat-pusat perbelanjaan dan pertokoan tersebut.
Kedua, tidak boleh ada lagi hotel baru dibangun di Jakarta. Dengan otonomi daerah, seharusnya berbagai kegiatan pemerintahan telah dilaksanakan di daerah. Oleh karena itu, seharusnya daerahlah yang didorong membangun hotel baru sejalan dengan bergeraknya uang ke daerah.
Ketiga, sudah saatnya pembangunan universitas baru dilarang di Jakarta dan sekitarnya. Dengan jalan itu, pemerintah berketetapan untuk mengembangkan universitas baru, negeri dan swasta, yang berkualitas dan murah di daerah. Tenaga-tenaga dosen muda di daerah diberi kesempatan memperoleh pendidikan lanjutan di luar negeri untuk kembali mengajar di daerah.
Sementara dosen-dosen berkualitas di Jawa diberi kesempatan mengajar di daerah dan tidak perlu berpusat di Jakarta atau Jawa. Dengan jalan ini, putra-putra daerah, para calon mahasiswa, bisa mendapat peluang memperoleh pendidikan tinggi di daerahnya sekaligus mengabdi di daerahnya setelah lulus kelak.
Ketiga usulan mengandaikan persoalan kemacetan Jakarta harus diputuskan pada level pemerintah pusat, presiden dan kabinet, dengan melibatkan DPR. Ini harus menjadi sebuah keputusan politik nasional yang akan sangat menentukan nasib Jakarta dan nasib bangsa seluruhnya ke depan.
*A SONNY KERAF Pemerhati Lingkungan Hidup, Dosen Universitas Atma Jaya Jakarta (Kompas/AHF)

Kamis, Juli 29, 2010

SBY Jamu Soros di Istana Tampaksiring




Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi beberapa menteri menerima George Soros di Istana Tampaksiring, Bali, Senin 26 Juli 2010 kemarin. Kepada Duta Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Lingkungan itu, Presiden memperkenalkan Istana Tampaksiring sebagai salah satu istana yang paling indah di Indonesia.

Sebelum memulai pertemuan ini, Presiden sempat menyinggung bahwa pertemuannya dengan George Soros membahas soal perubahan iklim. Seperti diketahui, Soros adalah duta PBB untuk masalah lingkungan. Ia baru saja dari Kalimantan untuk melihat kondisi hutan di sana.

Menteri yang mendampingi SBY dalam pertemuan ini adalah Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Lingkungan Hidup Muhammad Gusti Hatta, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, Menbudpar Jero wacik, dan Juru Bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha.

Seperti dilansir laman Presiden, Pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan George Soros mendiskusikan temuan Soros selama berkeliling ke sejumlah hutan di Indonesia. Agus Purnomo, Staf Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim menjelaskan Soros juga menanyakan kemajuan yang sudah dicapai dalam penerapan Letter of Intent antara Indonesia dan Norwegia.

Soros, ujar Agus, sudah mendatangi Aceh dan Kaliantan Tengah untuk melihat kondisi hutan di sana. “Soros juga melihat lahan gambut, dan besok ke Kaltim, lusa ke Papua,”‘ Agus menjelaskan.

Menurut Agus, SBY dan Soros masih akan bertemu kembali pada Kamis malam atau Jumat pagi untuk mendengarkan tambahan dari pengamatannya.

Presiden meminta agar berbagai langkah yang saat ini sedang disiapkan dikonsolidasi. “Supaya pemerintah memiliki satu lembar data yang mendalam dan sederhana mengenai apa yang sudah dan yang akan dilakukan dalam waktu dekat,” Agus menambahkan.

Ketika ditanya apakah ada kejanggalan dalam catatan perjalanan Soros, Agus menjawab tidak ada. “Bagi dia, ini sifatnya lebih pada belajar dari permasalahan hutan di Indonesia.”

“Dia paham betul bahwa untuk mencegah deforestrasi diperlukan modal untuk menghidupkan ekonomi,” kata Agus.

Agus menambahkan bahwa secara keseluruhan hasil pertemuan tersebut positif, menyenangkan, dan menambah manfaat.

vivanews.com

Rabu, Juli 28, 2010

Dokumen Bocor, Ratusan Informan Amerika Terancam


Kabul – Ratusan warga sipil Afganistan yang menjadi informan militer Amerika Serikat terancam akibat bocornya 90 ribu dokumen perang Afganistan.

Dalam dokumen yang dipublikasikan situs Wikileaks terdapat banyak nama, yang dalam beberapa kasus mencantumkan nama individu informan.

Misalnya dalam dokumen terdapat laporan wawancara militer terhadap seseorang yang berpotensi membangkang dari kelompok Taliban. Nama militan itu ditulis lengkap dengan nama ayahnya dan desa tempat ia tinggal.

“Kebocoran ini membuat banyak nyawa dan integritas warga Afganistan terancam,” kata petugas senior di kementrian luar negeri Afganistan seperti dilaporkan hari ini, Rabu 928/7). “Amerika bertanggung jawab secara moral dan hukum atas kerugian yang dialami individu akibat kebocoran itu, terutama mereka yang namanya disebut.

Masih kata pejabat yang namanya dirahasiakan itu, kebocoran ini juga akan membatasi akses internasional dan Amerika ke depannya untuk tak mensensor pandangan warga Afganistan.

Salah seorang bekas pejabat intelijen bahkan yakin Taliban bisa saja melancarkan serangan balas dendam kepada pengkhianat dalam beberapa hari mendatang.

Situs Wikileaks mempublikasikan dokumen laporan perang Afganistan dari 2004 sampai 2010 sejak Ahad lalu. Namun mengenai nama-nama informan Amerika, pendiri Wikileaks Julian Assange mengklaim telah memindahkan informasi-informasi yang sifatnya sensitif.

Dengan mendekatnya operasi militer besar-besaran Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) terhadap kelompok militan Taliban di Provinsi Kandahar, perbedaan pendapat antarpejabat militer dan politik AS terus mengemuka. Friksi itu semakin jelas menyusul pengunduran diri Panglima Militer di Afghanistan, Jenderal Stanley McChrystal yang disetujui oleh Presiden AS, Barack Obama.
Pernyataan McChrystal dalam wawancaranya dengan Majalah Rolling Stone mencerminkan adanya persilangan pendapat serius antarpejabat militer dan politik AS. Hasil wawancara itu juga membuat McChrystal harus mengundurkan diri dari jabatannya. Obama yang juga kebakaran jenggot karena pernyataan McChrystal itu, spontan menyetujui pengunduran diri Panglima Militer di Afghanistan itu. Masalah Afghanistan adalah di antara masalah yang diperselisihkan antarpejabat militer dan politik di AS.
Dalam wawancaranya dengan Rolling Stone, McChrystal ketika menjawab pertanyaan terkait kesangsian Wakil Presiden AS, Joe Biden, akan strategi perang Afghanistan, mengatakan, "Siapakah Biden itu? Apakah dia adalah wakil presiden AS?
Panglima Perang di Afghanistan juga menyinggung penentangan Duta Besar AS di Afghanistan, Karl W. Eikenberry, terhadap kebijakan penambahan pasukan dan logistik di negara ini, dan menuding diplomat Gedung Putih ini sebagai pengkhianat.
McChrystal dalam menjelaskan pengkhianatan Duta Besar AS di Afghanistan, mengatakan, pada tahun 2009, diplomat Gedung Putih ini mempertanyakan kebijakan penambahan pasukan di negara ini. Menurutnya, langkah Eikenberry sengaja ditempuh untuk menjaga namanya dalam sejarah. Dengan cara itu, Eikenberry ingin menjelaskan bahwa dirinya jauh hari, sudah mengingatkan akan kekalahan AS di Afghanistan. Ini adalah upaya lepas tangan dari segala kekeliruan kebijakan AS di Afghanistan.
Obama Bersandiwara
Pemublikasian hasil wawancara dengan McChrystal membuat para pejabat Washington, termasuk Obama, kebakaran jenggot. Karena pernyataan McChrystal yang dinilai menghina sejumlah pejabat Washington itu, Panglima Militer di Afghanistan ini dipanggil di Gedung Putih. Hari Rabu lalu. Dalam pemanggilan itu, McChrystal di Gedung Putih tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan terkait pernyataannya, kepada Barack Obama.
Bersamaan dengan pengunduran diri McChrystal, muncul sebuah analisa bahwa Panglima Militer di Afghanistan tidak akan mampu mempertahankan jabatannya meski sudah menjelaskan dengan argumentasi yang baik. Sebab, para pejabat militer AS mendesak McChrystal supaya dicopot dari jabatannya. Untuk itu, Obama sengaja menampilkan pemanggilan sandiwara kepada McChrystal sehingga pengunduran Panglima Militer di Afghanistan ini terkesan tidak sepihak dari Gedung Putih.
Beberapa menit setelah pemanggilan McChrystal di Gedung Putih, Obama dalam penjelasannya di hadapan para wartawan menunjukkan adanya perbedaan pendapat antarpejabat militer dan politik di Washington tanpa memperhatikan hasil perang Afghanistan, bahkan hal ini menjadi alat untuk menentukan strategi perang dan memetik kemenangan di negara ini.
Lebih lanjut Obama menjelaskan bahwa langkah McChrystal dapat membahayakan Amerika dan melemahkan kontrol non-militer di negara yang bersistem demokrasi. Sejumlah pengamat menilai pengunduran diri McChrystal sebagai pesan bagi para pejabat militer dan politik. Pesan itu ingin menyampaikan bahwa hanya para pejabat politik yang dapat menentukan strategi perang di Afghanistan, sedangkan para pejabat militer hanya menjadi pelaksana kebijakan Washington.
Evaluasi Washington Tidak Valid
Dalam kondisi seperti ini, laporan inspektur khusus untuk urusan konstruksi di Afghanistan, Arnold Fields, menjelaskan kekeliruan metode evaluasi Gedung Putih dalam mengukur kemampuan pasukan lokal Afghanistan. Ini juga menunjukkan bahwa janji Washington untuk meningkatkan kemampuan militer dan polisi Afghanistan tidak terealisasi.
Berdasarkan laporan Fields, metode evaluasi yang dijadikan tolok ukur utama Gedung Putih dalam lima tahun terakhir ini adalah cacat, dan bahkan tidak valid. Berdasarkan laporan tersebut, para pejabat AS mengkhawatirkan penempatan pasukan lokal Afghanistan di front terdepan untuk menghadapi kelompok militan Afghanistan.
Dari sisi lain, para pejabat AS tidak hanya terlilit oleh perselisihan pendapat soal perang di Afghanistan, termasuk masalah mendahulukan strategi serangan udara atau darat, tapi juga terjebak pada perselisihan pendapat dengan pemerintah Afghanistan dalam memerangi kelompok radikal di negara ini. Perselisihan ini menyebabkan perang terhadap kelompok radikal tidak efektif.
Para pejabat Afghanistan bersandarkan pada hasil operasi bersama di Helmand yang digelar beberapa bulan lalu, juga mengkhawatirkan dampak yang sama dalam operasi bersama di Kandahar. Mengingat bahwa pasukan asing tidak dapat menundukkan kelompok militan dalam operasi militer di kota kecil seperti Marjah dan Nade Ali di Provinsi Helmand, maka pemerintah Afghanistan menyimpulkan bahwa operasi berskala luas di Provinsi Kandahar akan berdampak lebih buruk dibandingkan dengan operasi militer di dua kota yang sekupnya lebih kecil.
Menurut prediksi para pejabat pemerintah Afghanistan, operasi militer dalam skala luas di Kandahar, selain hanya menghasilkan upaya minimal dalam menangkap kelompok militan Taliban, juga akan menelantarkan ratusan keluarga Afghanistan dan menelan banyak korban bagi warga negara ini. Inilah dampak-dampak negatif jika pasukan AS tetap melancarkan serangan terhadap kawasan Kandahar setelah gagal di Helmand.

K.P.K Dulu Cicak, Kini Kura-kura


OBROLAN yang dibuka dengan gelak tawa itu berubah murung. "Sekarang status saya tidak jelas, tersangka atau bukan," kata Chandra M. Hamzah, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, awal Juli lalu.
Hadir dalam diskusi dengan jurnalis dan komunitas narablog di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, ia didampingi Bibit Samad Rianto, sesama Wakil Ketua KPK. Keduanya dijadikan tersangka oleh polisi sejak September tahun lalu, dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang. "Kami sendirian, kanan-kiri ada koruptor," kata Bibit.
Chandra mengakui berlarut-larutnya kasus itu mem pengaruhi kinerja KPK. "Bohong kalau dibilang kami tidak terpengaruh." Dia lalu membeberkan angka-angka penyelesaian kasus di lembaganya sepanjang 2009. "Ada penurunan jumlah penyelidikan dan penyidikan," katanya terus terang.

Di bawah tekanan publik, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebetulnya telah memerintahkan Jaksa Agung menghentikan kasus Chandra dan Bibit, yang diduga menjadi korban rekayasa. Jaksa Agung Hendarman Supandji pun mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) pada akhir November 2009.

Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Juni lalu, mementahkan lagi penyelesaian itu. Mengabulkan gugatan pengusaha Anggodo Widjojo atas penerbitan surat penghen tian penuntutan, hakim meminta kasus itu dilimpahkan ke pengadilan. "Enam bulan setelah keluarnya penghentian penuntutan, ternyata masalah kami belum tuntas juga," kata Chandra.

Buntut putusan itu kini terasa. Sampai pekan lalu, sejumlah kasus kakap yang di atas kertas sudah bisa berlanjut, tak terdengar lagi gaungnya. Kasus cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia mandek. Kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah provinsi juga tak terdengar.
Sejumlah pegawai KPK, diam-diam ataupun terang-terangan, mengaku kehilangan arah. "Tak ada kepemimpin an di sini," kata satu pegawai. Situasi diperparah oleh kepergian para pemimpin di level menengah. Satu demi satu mereka memilih mengundurkan diri dan pindah ke lembaga lain.

Maret lalu, keluar pula Chesna Anwar (Direktur Pengawasan Internal) dan Budi Ibrahim (Direktur Pengolah an Informasi dan Data). Sebelumnya, Lambok Hutauruk (Direktur Gratifi kasi) dan Roni Ihram Maulana (Direktur Monitoring) sudah angkat kaki. Dua polisi yang kinerjanya dinilai baik, Bambang Wirdayatmo (Direktur Penyidikan) dan Ahmad Wiagus (Direktur Pengaduan Masyarakat), juga sudah "cabut". Sampai pekan lalu, pengganti empat posisi direktur belum dilantik.

"Jelas ada krisis di KPK," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Benny K. Harman akhir pekan lalu. "Kalau tak segera ditangani, lembaga itu bisa-bisa jadi macan ompong."

PELEMBAMAN KPK berawal dari penangkapan sang ketua, Antasari Azhar, Mei tahun lalu. Dia dituduh terlibat pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Ketika ditahan polisi, Antasari membuat testimoni mengenai dugaan peme rasan yang dilaporkan pengusaha Anggoro Widjojo, adik kandung Anggodo.

Testimoni inilah yang dipakai polisi mengejar Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Menggunakan peng akuan Ary Muladi, kolega Anggodo yang mengatakan telah menyerahkan sejumlah uang kepada pemimpin KPK, polisi menetapkan Bibit dan Chandra sebagai tersangka. Padahal pengakuan Ary kepada polisi itu telah dicabut.

Kasus Antasari dan dua pemimpin lainnya membuat KPK luluh-lantak. Apalagi ruang kerja pemimpin jantung dari semua operasi KPK sempat digeledah. Sejumlah pegawai pun bolak-balik diperiksa polisi. "Kami waktu itu tidak bisa bekerja, karena terus-menerus diperiksa," kata Wakil Ketua KPK Haryono Umar, Kamis pekan lalu.

Pukulan terakhir datang dari pembatalan SKPP dalam kasus Bibit dan Chandra. Sepekan setelah putusan Pengadilan Tinggi Jakarta itu di umumkan, Wakil Ketua KPK M. Jasin mengumumkan kebijakan baru lembaganya. "Hal-hal penting yang ber kait an dengan penandatanganan surat ditangani saya dan Pak Haryono Umar," kata Jasin. Keputusan itu, kata dia, diambil untuk menghindari polemik. "Ini demi keamanan dan keabsahan setiap tindakan KPK."

Sumber Tempo mengatakan keputusan internal itu sempat disesalkan. "Seharusnya tidak perlu diumumkan begitu," katanya. Dalam satu diskusi, Bibit dan Chandra juga berulang-ulang menegaskan posisi mereka tetap sah sebagai pemimpin KPK. "Keputusan Presiden yang membatalkan nonaktifnya kami berdua belum dicabut," kata Bibit. Namun mereka setuju tidak lagi menandatangani berkas perkara.

Keputusan inilah yang dituding sebagai pangkal mandeknya sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK. Latar belakang Haryono dan Jasin sebagai akuntan dan birokrat memang membuat keduanya bertanggung jawab di bidang pencegahan, bukan penindak an. Selama ini, yang menjadi motor di bidang penindakan memang Bibit dan Chandra.

Walhasil, dalam beberapa gelar per kara, meski penyidik sudah menyatakan alat bukti lengkap, keputusan pemimpin bisa mementahkan semua. "Kalau memang dua pemimpin setuju, dan dua yang lain belum, ya statusnya ditunda," kata Haryono. "Kami minta penyidik melakukan pendalaman lagi." Namun dia membantah ada pelembaman kerja KPK dalam satu bulan terakhir. "Semua tetap kenceng kok," katanya menjamin
Sumber: Tempo Interaktif

Sabtu, Juli 24, 2010

Invisible Government dan Operasi Siluman Amerika Serikat di Dunia


Terpilihnya Obama sebagai presiden AS ke-44 disebut-sebut memberikan harapan baru bagi dunia karena akan menghentikan kebijakan ekspansionis AS. Namun kenyataannya, setelah setahun berlalu, sikap Obama masih tak jauh berbeda dengan para presiden pendahulunya. Obama tetap melanjutkan perang di Irak dan Afghanistan, bahkan ada rencana memperluasnya ke Yaman, dan tetap bersikap konfrontatif terhadap Iran.Korea , China dan sengaja menciptakan Konflik di Asia Tenggara Agar dapat Mengontrol Sumber2 Ekonomi Dunia

Hal ini terjadi karena sesungguhnya ada invisible government yang mengatur strategi kebijakan luar negeri AS. Dimulai dari tahun 1800-an, pebisnis Samuel Russel mulai merajut jaringan yang kelak menguasai arena politik AS. Misalnya, bisnis Russel ini menggandeng Warren Delano, yang kelak punya cucu bernama Franklin Roosevelt dan menjadi Presiden AS ke 32. Keturunan Russel mendirikan asosiasi alumni Universitas Yale, yang dikenal dengan nama Skull dan Bones, yang dianggotai nama-nama terkenal seperti Prescott Bush, yang kemudian, anaknya Bush Sr dan cucunya Bush Junior menjadi presiden AS, ada juga keturunan Rockefeller, yang kemudian menguasai saham di berbagai perusahaan transnasional, dan banyak tokoh lainnya, yang kemudian dalam perkembangan sejarah AS menjadi pemain kunci penentu kebijakan AS. Tokoh-tokoh ini, hampir semuanya adalah juga pemilik modal besar (kapitalis) dan memiliki perusahaan transnasional. Sebagian besar dari jaringan ini bersekutu dalam sebuah lembaga yang disebut Dewan Hubungan Luar Negeri (The Council of Foreign Relations) yang menjadi perancang utama kebijakan strategi luar negeri AS, siapapun presiden yang terpilih.

Karena itu, upaya mengenali watak dasar kebijakan politik AS adalah juga upaya untuk mengenali watak dasar kapitalis. Tujuan utama para kapitalis mengakumulasi modal. Mereka akan mencari pasar seluas-luasnya dan bahan baku semurah-murahnya. Jika ada negara-negara yang menolak membuka pasar atau menyediakan bahan baku murah, Presiden AS akan turun tangan untuk menekan pemimpin negara itu, kalau perlu, presiden AS akan berupaya melakukan kudeta atau bahkan, perang. Hal ini terjadi berulang-ulang dalam sejarah dunia kontemporer. Sejak tahun 1945 hingga kini,
tercatat sekitar 40 kepala negara dunia yang digulingkan oleh AS, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umumnya mereka yang digulingkan itu adalah para pemimpin yang berupaya melakukan kebijakan-kebijakan nasionalis yang mengancam kepentingan korporasi AS.

Misalnya, pada tahun 1953, CIA mendalangi penggulingan Perdana Menteri Iran, Mossadegh, yang menasionalisasi perusahaan minyak Iran yang dikuasai Inggris. Inggris lalu bekerja sama dengan AS untuk mengkudeta Mossadegh, dan minyak Iran pun kemudian dikuasai oleh tiga pihak, AS, Inggris, Iran, meskipun pembagian labanya dilakukan secara tertutup, sehingga tidak diketahui pasti berapa banyak Iran menerima hasil minyak. Dan sudah hampir pasti, labanya jauh lebih banyak jatuh ke AS dan Inggris. Kalau tidak, tentulah rakyat Iran tidak akan sedemikian marah dan akhirnya bangkit ber-revolusi menggulingkan Shah Iran dan memutus hubungan diplomatik dengan AS.

Indonesia pun tak luput dari operasi siluman AS setelah Presiden Soekarno memperlihatkan sikap netral dalam perang dingin AS-Soviet dan bahkan berniat menasionalisasi beberapa perusahaan AS di Indonesia.1965 Sukarno terguling, Hanya dua tahun setelah Sukarno terguling Pada tahun 1967, diadakan Indonesian Investment Conferencedi Swiss yang membagi-bagi sumber daya alam Indonesia untuk dikelola perusahaan-perusahaan asing. Konferensi ini dihadiri oleh para pebisnis besar dan terkuat di dunia, misalnya David Rockefeller, dan para pemilik perusahaan-perusahaan transnasional, seperti General Motors, British Lyeland, ICI, British American Tobacco, Lehman Brothers, American Express, Siemens, dan lain-lain.

Keberadaan invisible government ini pula yang bisa memberi jawaban, mengapa AS tetap meneruskan perang di Afghanistan dan Irak, padahal sangat membebani keuangan negara. Pada era Bush, defisit APBN telah mencapai US$ 454,8 Milyar gara-gara membiayai perang. Pada era Obama, defisit semakin meningkat mencapai 1 trilyun dolar. Ketika dana negara dihabiskan untuk perang, tak heran bila kini ada 40 juta rakyat AS yang hidup di bawah garis kemiskinan dan 10% menjadi pengangguran. Sebaliknya, para kapitalis dan pebisnis yang menjadi invisible government justru meraup keuntungan besar dari perang,misalnya dari penjualan senjata dan fasilitas perang, serta konsesi penambangan minyak dan gas di Irak.

Hal ini diungkapkan Dina Y. Sulaeman, pengamat politik Timur Tengah, dalam bedah buku "Tangan-Tangan AS: Operasi Siluman AS di Pelbagai Negara" yang dilangsungkan di Museum Asia Afrika Bandung, 20 Juli 2010. Acara yang diselenggarakan oleh Asia Afrika Reading Club dan Global Future Institute ini mendapatkan sambutan antusias dari berbagai kalangan, akademisi, guru-guru SMA bidang IPS, mahasiswa Ilmu Sejarah dan Hubungan Internasional, dan masyarakat umum. Sebagian hadirin menanyakan solusi konkrit agar Indonesia bisa melepaskan diri dari cengkeraman AS. Menurut Dina Y. Sulaeman yang juga penulis buku Obama Revealed ini, langkah pertama yang harus dilakukan adalah upaya penyadaran tentang hakikat dan watak politik imperialisme AS sehingga kelak muncul kesadaran publik untuk bangkit dan mampu memilih pemimpin yang independen.


Beranikah Indonesia Mencontoh Iran ?

Sementara itu, penulis buku "Tangan-Tangan AS", Hendrajit, yang juga Direktur Global Future Institute, menyatakan bahwa independensi suatu bangsa di hadapan hegemoni AS bisa diraih melalui tiga komponen yaitu kuatnya independensi pemimpin bangsa, dukungan masyarakat terhadap pemimpin, dan ketahanan nasional. Iran pasca revolusi bisa dijadikan salah satu contoh bangsa yang memiliki ketiga komponen tersebut sehingga terus mampu bertahan di hadapan ambisi hegemoni AS, bahkan tetap meraih banyak kemajuan di berbagai bidang.

Kamis, Juli 22, 2010

PT.Freeport Curi Uranium Papua


Suatu berita mengejutkan soal PT Freeport Indonesia (FI). Kabarnya perusahaan tambang raksasa itu dilaporkan memproduksi serta mengekspor uranium sejak delapan bulan silam.Tindakan PT. Freeport Indonesia (FI) yang telah melenceng jauh dari kontrak karyanya ini, bukan merupakan hal yang baru, pasalnya perusahaan raksasa ini hanya diketahui menambang tembaga, sedangkan emas, batu bara dan bahan tambang non migas lainnya baru diketahui publik pada tahun 1990-an.

Kali ini, sebagaimana diberitakan Harian Bintang Papua, perusahaan Amerika yang sudah beroperasi di Papua sejak tahun 1964 itu kembali mengulang sejarah dengan melakukan penambangan Uranium tanpa sepengetahuan Pemerintah, dan publik Papua. Hal ini membuat DPR Papua naik pitam, pasalnya dari hasil tambang yang dikeruk perusahaan raksasa dunia itu, pemerintah dan rakyat Papua hanya kebagian Rp30 miliar.

Freeport diduga menggali bahan baku uranium secara diam-diam sejak delapan bulan silam. Hal itu diungkap oleh Yan Permenas Mandenas S.Sos, Ketua Fraksi Pikiran Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua kepada ANTARA di Jayapura, Selasa (13/7), di ruang kerjanya. Ia menjelaskan, "Kegiatan ini dilakukan secara tersembunyi dan telah berlangsung cukup lama"

Anggota Komisi C DPR Papua itu menambahkan, Freeport telah mencuri hasil kekayaan masyarakat Papua dan membohongi pemerintah dengan hasil tambang yang disalurkan lewat jaringan pipa-pipa bawah tanah. "Ini namanya pencuri, PT Freeport sudah lakukan pencurian, karena diam-diam memproduksi Uranium yang tidak ada dalam kontrak kerja".

Informasi ini menurutnya, didapatkan dari sejumlah masyarakat dan karyawan Freeport di Timika. Dijelaskannya, "Selain karyawan dan masyarakat, saya juga mendapat laporan dari sumber yang dapat dipercaya".

Hal ini sangat disayangkan mengingat pajak yang didapatkan dari perusahaan emas terbesar didunia ini, hanya berjumlah Rp30 milyar pada tahun lalu. Mandenas juga mengeluhkan, bahwa dewan belum bisa bergerak karena terkendala masalah klasik, yaitu belum ada alokasi dana untuk turun ke lapangan.

Menyinggung, tindakan DPRP terhadap penambangan liar tersebut, Yan mengatakan, walaupun PT FI berada di wilayah pemerintah Provinsi Papua, namun Pemerintah Provinsi dan DPRP tidak bisa mengambil tindakan yang legal terhadap perusahaan raksasa tersebut.

Ia menjelaskan, "Kalau untuk PT Freeport ini birokrasinya terlalu panjang dan berbelit-belit, kami susah masuk ke sana, kan semua mineral tambang itu dikirim lewat pipa-pipa, siapa yang tahu, tidak adakan, apalagi akses kesana tidak gampang".

Namun, sambung Yan, DPRP tidak hilang akal, tinjauan ke lokasi penambangan akan tetap dilakukan sambil menunggu pengurusan birokrasi untuk meninjau lokasi penambangan perusahan tersebut.

Papua, Tanah Rebutan Tiga Negara Asing

Menurut penulusuran Lia Suntoso, peneliti The Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta, Papua merupakan daerah yang kini menjadi perebutan antara tiga kekuasaan. Yang satu adalah negara adidaya Amerika Serikat, dua lainnya Inggris dan Australia. Ini semua berawal dari keberadaan Freeport di Papua yang memulai operasi pada tahun 1967. Kini, gejolak politik di sana sudah bergerak terlalu jauh dari inti permasalahan sesungguhnya. Pelanggaran HAM, pencemaran lingkungan, dan korupsi yang merajalela di tanah Papua seringkali membuat kita lupa untuk mengkaji ulang apa sebenarnya yang membuat harga Papua begitu mahal bagi NKRI.

Potensi tanah Papua memang tidak diragukan lagi. Dan, sebagian besar saham Freeport Indonesia dimiliki oleh Freeport McMoran Copper & Gold Inc, dan sisanya dimiliki oleh raksasa pertambangan Inggris/Australia Rio Tinto; Rio Tinto sendiri hak 40% atas pemberdayaan Grasberg (laporan tahunan Freeport dapat diakses melalui www.fcx.com; situs Rio Tinto adalah www.riotinto.com).

Selain keberadaan Freeport yang memberi keuntungan besar, apa menariknya Papua bagi ketiga negara tersebut, dan kalau perlu dipisahkan dari NKRI? Secara kebetulan, UU Investasi Asing pertama di Indonesia, UU Nomor 1 (1967) Pasal 6 ayat (1-h) mencatat pembangkitan tenaga atom sebagai salah satu bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh karena bidang ini dianggap penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Masalahnya, jurnal berbagai scientific community mencatat bahwa kekayaan alam di Papua belum sepenuhnya tereksplorasi, termasuk di antaranya adalah tambang uranium.

Amerika Serikat kebakaran jenggot melihat program nuklir di Libia, Iran, atau Korea Utara, meskipun pada kenyataannya AS merupakan konsumen uranium terbesar dunia saat ini --yang tidak memiliki sumber daya alam yang signifikan atau setidaknya belum mau terbuka mengenai potensi bahan baku nuklir di dataran Amerika sendiri.

Karena itu, Amerika Serikat dan Inggris, sebagai sekutu dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan, pasti akan sangat dipermudah dengan terdapatnya, sekecil apa pun, sumber uranium di Papua. Atau sebaliknya, keberadaan nuklir akan sangat menaikkan harga atau global positioning Indonesia di mata dunia.

Apabila dihubungkan dengan pergerakan politik internasional, disinyalir tolak-menolak antara negara-negara nuklir dan non-nuklir terlihat sangat jelas. Melihat betapa pentingnya peran nuklir dalam diplomasi pada saat ini, perang atas Papua mungkin saja merupakan produk tarik-menarik antara Amerika dan Inggris, dan Australia, dengan Australia yang memiliki posisi lebih kuat dan nothing to lose dalam konteks ini.

Berbagai teori geologi pecahan lempeng menyebut benua Australia, Pulau Papua (Papua Nugini dan Irian Jaya), dan Timor Timur adalah satu daratan. Jelas bukan mustahil Papua adalah sumber potensial, readily available, uranium bagi Amerika Serikat. Uranium terbentuk dalam supernova, jauh sebelum zaman Pangaea. Berlanjut dengan terpisahnya lempeng Australia yang sekarang dikenal sebagai benua Australia dan Pulau Papua, endapan mineral yang terkandung dalam lempeng tersebut kemungkinan besar sama.

Di daerah yang begitu miskin, mungkin rakyat Papua sendiri tidak menyadari apa yang berada di bawah kaki mereka. Karena itu, sudah waktunya, ada atau tidaknya kekayaan alam yang tersembunyi, pemerintah kita melakukan survei untuk memperjelas kepentingan-kepentingan luar negeri yang dapat dikatakan tendensius seputar Papua, untuk mempertahankan aset negara, sesuai dengan versi asli UU Nomor 1 (1967).

Selama ini banyak kekayaan alam yang seharusnya dapat menjadi pemasukan negara dan dapat mensejahterakan rakyat diambil alih oleh pihak asing. Mereka cenderung mengeksploitasi sumber daya alam kita untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Potensi alam Indonesia sangat melimpah. Seharusnya kita menyadari itu dan berusaha untuk mengelola sumber daya alam tersebut dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Selain itu apabila kita dapat mengelola potensi alam kita sendiri secara bijaksana tentu hal tersebut akan berdampak pada membaiknya perekonomian Indonesia. Sudah saatnya berubah.

Sabtu, Juli 17, 2010

“Teak Iron II” 17-31 Juli,2010


Bandung,
(An/Jumat 16 Juli,2010)

TNI-AU bersama US Air Force akan menggelar latihan bersama dengan sandi “Teak Iron II” di Lanud Husein Sastranegara Kota Bandung, 17-31 Juli 2010.

Kewajiban Aparat TNI-AU + TNI-AD Menjaga Rahasia Militer RI serta Rahasia Industri Militer di Jawa Barat

“Latihan bersama kali ini merupakan yang kedua kalinya digelar di Lanud Husein Sastranegara ini. Latihan bersama kali ini fokus pada distribusi logistik dan penerjunan personil,” ujar Komandan Lanud Husein Sastranegara, Kolonel (Pnb) Asep Adang Supriyadi di Bandung, Jumat.

Sebanyak 110 personil US Air Force dan 155 personil TNI-AU dengan dukungan tiga unit pesawat Hercules, akan terlibat dalam latihan bersama kedua angkatan perang tersebut.

Latihan bersama ini diadakan untuk menjalin kerjasama dan saling memberi pengalaman masing-masing saat menjalankan tugas di lapangan. Selain itu menjalin hubungan yang lebih erat lagi, terutama dalam melakukan teknik penerbangan penerjunan personil.

“Penerjunan akan dilakukan di kawasan Lanud Sulaeman Margahayu Bandung yang menjadi `droping zone`,” kata Asep Adang.

Menurut dia, latihan bersama yang akan berlangsung hampir setengah bulan itu juga akan diisi dengan berbagai kegiatan latihan militer lainnya terkait dengan operasi penerjunan, intelijen dan pengamanan.

latihan bersama TNI-AU dan US Air Force yang pertama digelar pada 29 September 2009 lalu yang juga mengerahkan pesawat angkut militer jenis Hercules dilanjutkan Latihan bersama ke 2 “Teak Iron II" ada 110 personil US Air Force dan 155 personil TNI-AU dengan dukungan tiga unit pesawat Hercules ,” kata Danlanud Husein Sastranegara menambahkan.

Selama lima belas hari Latihan Militer Gabungan US Airforce & TNI-AU dengan sandi Operasi “Teak Iron II”
Maka Kewajiban Aparat TNI-AU + TNI-AD Menjaga Rahasia Militer RI serta Rahasia Industri Militer di Jawa Barat Dengan mewaspadai Sistem Penginderaan US AIR FORCE agar tidak Bocor ke US AIR FORCE,segera samarkan Produk industri Militer dan Mampu Rahasiakan titik2 Instalasi Radar serta Artileri anti serangan udara di Bandung dan daerah daerah sekitarnya

Amerika ingin meng update data Pertahanan Udara & Industri TNI yang dalam waktu setahun berkembang pesat didasari info sumber terpecaya pada “operation Teak Iron II” 2010 Pihak US AIR FORCE ditugaskan mendapatkan data militer terbaru dan data Produk Industri Militer di Bandung dan sekitarnya

Harap di ingat Bandung dan sekitarnya adalah Sentra Industri Militer TNI serta Instalasi Radar & Rudal di Bandung adalah Pusat Pertahanan Udara terpenting dalam melindungi Jakarta sebagai Pusat Pemerintahan NKRI Apabila terjadi Serangan Udara dari Negara Agresor Asing(Antara/16/7)

Rabu, Juli 14, 2010

Serangan Balik Mafia


Wed 14 Jul 2010

Sejak Presiden SBY menegaskan perjuangan melawan korupsi, perlawanan balik tak pernah henti bermunculan. Tepat setelah Presiden mengeluarkan Inpres percepatan pemberantasan korupsi, ada saja pihak yang meminta agar moratorium pemberantasan korupsi dihentikan. Alasannya, menimbulkan kegoncangan politik dan menghambat tumbuhnya investasi. Tentu saja Presiden menolak tegas usulan demikian. Upaya pemberantasan korupsi harus jalan terus, "the show must go on". Demikian penegasan Presiden.

Namun koruptor tak kenal henti terus berusaha mematahkan perjuangan antikorupsi. Fenomena "corruptors fight back" itulah yang terus menguat, seiring dengan makin gencarnya pemberantasan korupsi, termasuk pemberantasan mafia hukum, "mafia fight back". Koruptor dan mafia hukum melakukan serangan balik bersamaan adalah suatu keniscayaan. Pelaku korupsi biasanya imun dari hukuman, karena mereka bisa membeli oknum aparat hukum. Maka, tidak heran kalau koruptor dan onum mafia peradilan akan berkongsi untuk melawan gerakan antikorupsi dan antimafia hukum, karena zona kenyamanannya (comfort zone) sama, dan kepentingan mereka sama-sama terganggu.

Dalam beberapa kesempatan, saya sampaikan bahwa ada modus perlawanan dilakukan koruptor dan mafioso hukum. Pertama, dengan menguji materi (judicial review) dasar hukum suatu lembaga antikorupsi dan antimafia. Undang-undang KPK sudah diuji berulangkali di Mahkamah Konstitusi. Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum saat ini sedang diuji Keputusan Presiden-nya di Mahkamah Agung. Di masa lalu, Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) bubar, karena dasar hukum pembentukannya dibatalkan oleh MA.

Modus kedua adalah melalui pelemahan aturan pembentukannya melalui proses legislasi (legislative review). Melalui modus ini, dasar hukum suatu lembaga antikorupsi dilemahkan atau bahkan di likuidasi. Misalnya, dulu ada Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), yang akhirnya bubar - menjadi satu dengan KPK, setelah dasar hukumnya diubah.

Modus ketiga adalah dengan dengan mengkriminalisasi pejuang antikorupsi. Persoalan yang sedang dihadapi oleh Antasari , Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah - tiga pimpinan KPK - kabarnya adalah salah satu contoh kriminalisasi demikian. Tidak berbeda, nasib yang dialami oleh Komjen Susno Duaji & Sri Mulyani Indrawati - mantan Kabareskrim yang bongkar kasus Gayus di Tahan dan mantan Menteri Keuangan, yang akhirnya harus meninggalkan kabinet karena dikriminalkan secara politis. Padahal Mbak Ani adalah salah seorang yang berjasa menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi global di tahun 2008-2009.

Modus keempat adalah serangan fisik langsung kepada pejuang antikorupsi. Apa yang dialami oleh Tama Satrya Langkun adalah contoh terkini dari modus terakhir ini. Cara dan intimidasi kekerasan demikian tentu tidak dapat dibenarkan sama sekali. Tidak ada satu alasanpun yang dapat membenarkan tindakan barbarian demikian.

Negeri ini tentu tidak boleh kalah dengan mafia, tidak boleh menyerah dengan para mafioso. Perjuangan antikorupsi dan antimafia hukum adalah perjuangan yang terus digaungkan dan dilakukan. Serangan balik semacam apapun tidak boleh menjadi alasan mundur dari ikhtiar pemberantasan korupsi. Justru serangan balik demikian akan menjadi suplemen penambah energi perlawanan. Semua serangan balik itu harus dilihat sebagai bagian dari konsekuensi perjuangan. Tidaklah mungkin jika para koruptor ataupun para mafioso diam saja, tidak melawan, pada saat kenyamanannya terganggu.

Maka, setiap serangan balik harus dikonversi menjadi penambah semangat perjuangan. Terbukti, ketika serangan pada Tama dilakukan, maka konsolidasi gerakan antikorupsi justru makin kokoh. RS Asri tempat Tama dirawat menjadi meeting point bagi para tokoh antikorupsi menyuarakan keprihatinan dan perlawanannya. Presiden SBY sendiri menyempatkan diri untuk hadir langsung dan membesuk Tama. Kedatangan Presiden tentulah penguatan pesan antikorupsi. Dalam ruang perawatan Tama, Presiden SBY meneguhkan semangat juang Tama, para aktivis ICW dan semua saja pegiat antikorupsi untuk terus maju melawan koruptor. Presiden mengatakan, "Kita tidak boleh surut selangkahpun. Tidak boleh menyerah".

Perjuangan melawan korupsi, memberantas mafia hukum, tentulah bukan pekerjaan mudah. Bukan perjuangan sesaat. Energi marathon jangka panjang, harus disiapkan. Keputus asaan, pesimisme dan sejenisnya tidak boleh diberi ruang. Sebaliknya kesiapan fisik, mental dan optimisme adalah prasyarat utama keberhasilan perjuangan. Akhirnya, kepada para koruptor kepada para mafioso, sekali lagi kita teriakkan kita tidak akan menyerah. Selama hayat masih dikandung badan, maka perjuangan untuk menghadirkan Indonesia yang lebih bersih dan lebihj antimafia hukum akan terus kita wujudkan. Keep on fighting for the better Inddonesia. (*)

Selasa, Juli 13, 2010

Perusahaan Israel Masuk Indonesia ? Bisa Dapat Izin


Meski Amdocs sudah dianggap perusahaan Israel di Irlandia, namun Kementerian Komunikasi dan Informatika tak lantas percaya dengan kabar tersebut. Mereka tetap berpegang pada pernyataan Kedubes Amerika Serikat.

Seperti diketahui, langkah bisnis Amdocs terjegal di ranah telekomunikasi Irlandia. Hal ini terjadi setelah sejumlah politisi di negeri itu mencium adanya keterkaitan penyedia billing system tersebut dengan zionis Israel.

Para politisi yang melontarkan ajakan boikot ini beberapa di antaranya adalah Proinsias De Rossa MEP, Chris Andrews TD dan Cllr. Richard Boyd Barrett. Mereka menggalang petisi yang ditujukan kepada Eircom, operator telekomunikasi incumbent di Irlandia, dan mendesak operator tersebut untuk tidak menandatangani proposal kerjasama dari sebuah konsorsium yang di dalamnya beranggotakan Amdocs.

Alasan boikot ini sederhana. Yakni sebagai rasa simpati kepada Palestina dan sikap protes mereka atas tindakan Israel yang dianggap sudah keterlaluan. Dukungan petisi ini kemudian dikumpulkan oleh Ireland Palestine Solidarity Campaign (IPSC) dan Irish Anti War Movement (IAWM).

Menanggapi isu tersebut, Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto kepada detikINET, Jumat (9/7/2010) berkelit bahwa Amdocs adalah perusahaan AS sebagaimana yang ditegaskan oleh Dubes AS di Jakarta. Gatot menjelaskan bahwa sesuai dengan keterangan Kedubes AS yang sudah memberi klarifikasi soal Amdocs secara langsung ke Menkominfo, Amdocs adalah perusahaan AS.

Selain itu, lanjut Gatot, Kominfo juga sudah memanggil Telkomsel terkait isu ini sekitar dua minggu yang lalu. Operator yang identik dengan warna merah itu diminta untuk memberi klarifikasi soal keterkaitan Amdocs dan Israel. Ia menambahkan, menurut Telkomsel, Amdocs adalah perusahaan Amerika.

Seperti diketahui, ketika tengah turut serta dalam tender pengadaan perangkat billing systemTelkomsel beberapa waktu lalu, Amdocs gencar dikabarkan berbau Israel.

Menkominfo Tifatul Sembiring bahkan sempat menegaskan kepada para pemain di industri telekomunikasi Tanah Air agar tidak melakukan kerja sama bisnis dengan perusahaan asal Israel. Jika ketahuan, sanksi pencabutan izin mengintai mereka.

Tifatul kala itu menyatakan, "Israel tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Lantas bagaimana kita bisa kerja sama bisnis dengan mereka".

Menurut Gatot, sebenarnya pelarangan menggandeng perusahaan asal Israel di industri telekomunikasi Indonesia sudah diatur dalam Pasal 21 UU Telekomunikasi.

Pasal tersebut kurang lebih berbunyi, penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan ketertiban umum, melanggar kesusilaan, dan menggangu keamanan.

Gatot menjelaskan, "Untuk kerja sama dengan perusahaan Israel sendiri sudah jelas dilarang karena mengancam keamanan. Jika ada yang melanggar sanksinya berat, bisa dilakukan pencabutan izin".

Namun ketika isu kian panas, Kedubes AS langsung turun tangan untuk memberi klarifikasi. Tak tanggung-tanggung, Duta Besar AS Cameron Hume turun langsung untuk menjelaskan duduk perkara tersebut ke Menkominfo.

Kepada mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera ini, Dubes AS menjelaskan bahwa Amdocs adalah perusahaan yang tercatat di bursa New York dan berdomisili di Missouri, Amerika Serikat.

Setelah klarifikasi tersebut, Tifatul pun percaya sehingga mengizinkan Amdocs memasuki bisnis telekomunikasi Indonesia. Ia menegaskan, "Amdocs adalah perusahaan Amerika. Saya menerima surat-surat tentang perusahaan itu dari Dubes AS".

Amdocs merupakan penyedia perangkat lunak dan layanan terkait billing, manajemen hubungan pelanggan dan sistem pendukung operasi. Namun menurut laporan situs swp.ie, Amdocs merupakan salah satu pemain kunci bagi perekonomian Israel dan mendukung pemerintahan negara zionis tersebut.

Perusahaan lain yang sempat dikabarkan berbau Israel dan mau masuk ke Indonesia adalah Convergys dan Alvarion. Convergys sebelumnya adalah penyedia operating system dan billing system di sejumlah operator seperti Telkomsel. Sementara Alvarion yang sempat ingin digandeng oleh PT. Abhimata Cipta Abadi untuk perangkat Wimax di spektrum 3,3 GHz, belakangan juga disangkutpautkan dengan Sitra Wimax milik First Media di pita 2,3 GHz.

Menyikapi beredarnya isu tersebut, petinggi Convergys akhirnya buka suara soal kepemilikan dan basis negara asal perusahaan itu dibentuk. Penyedia billing system software ini mengaku tak memiliki sangkut-paut dengan negara Israel. Surat pernyataan klarifikasi yang ditandatangani Alan Koay, Director Client Management Asean Convergys yang berbasis di Singapura, membantah semua rumor yang menyebutkan perusahaannya memiliki afiliasi dengan negara Yahudi tersebut.
/(Detiknews)

Sabtu, Juli 10, 2010

Paskhas Kembali Menguji Coba Rudal QW-3


GARUT - Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (Paskhasau) menggelar uji coba rudal anti pesawat jenis QW-3 di Instalasi Uji Terbang Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang berada di Cilauteureun, Desa Pamalayan, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (8/7).

Rudal yang diujicoba sebanyak empat buah. Sasaran tembaknya adalah beberapa pesawat yang menggunakan remote control. Tujuan kegiatan ini untuk mengetahui ketepatan maksimal sasaran tembak. “Hasil uji coba tadi cukup berhasil karena tepat mengenai sasaran,” ujar Kepala Penerangan Pasukan Khas TNI AU Lanud Sulaeman, Letnan Kolonel Sus Ahmad Nairiza, kepada Tempo.

Menurut Nairiza, rudal buatan Cina ini adalah salah satu rudal anti pesawat portabel generasi terbaru. Rudal ini memiliki bobot sekitar 16 kilogram, panjang 1,5 meter dan berdiameter 71 milimeter. Peluru kendalai ini dapat menembak sasaran maksimal dengan jarak sekitar 15 kilometer.

Rudal ini juga memiliki anti jamming atau tidak terpengaruh oleh panas lain. Sasaran tembaknnya langsung mencari sumber panas yang berasal dari pesawat. “Rudal ini tahan terhadap flare yang diluncurkan oleh pesawat sasaran,” ujar Nairiza. Namun, dia tidak dapat memastikan berapa banyak rudal ini akan dimiliki oleh TNI AU. “Saya tidak tahu itu kebijakan pimpinan,” katanya.

Sumber : TEMPOINTERAKTIF.COM

Selasa, Juli 06, 2010

Teror ke Kantor Tempo

Selasa, 6 Juli 2010 17:22 WIB

ITULAH yang terjadi Selasa dini hari. Dua orang yang tidak dikenal melemparkan bom molotov ke Kantor Majalah Tempo di Jl. Proklamasi, Jakarta. Bom molotov itu tidak sempat membakar gedung karena berhasil dipadamkan petugas keamanan.

Aksi teror ke kantor media massa memberikan pencitraan buruk terhadap pembangunan demokrasi di negara kita. Itu simbolisasi bagi pemberangusan terhadap kebebasan berekspresi.

Untuk itulah kita pantas mengecamnya. Bagaimana tidak sukanya kita terhadap pemberitaan media massa, maka tidak bisa kita bersikap seperti itu. Ada banyak jalur yang bisa dipakai ketika kita diperlakukan tidak adil oleh media massa.

Media massa tidak kebal terhadap hukum. Media massa tidak tutup telinga kepada segala macam kritik. Media massa terbuka terhadap segala koreksi bagi perbaikan kinerja mereka.

Media massa tidak bekerja atas dasar suka atau tidak suka. Media massa bukan bekerja hanya untuk memuaskan keinginan para pengelolanya. Mereka hadir untuk memerjuangkan kepentingan masyarakat.

Kritik dan koreksi dibuat bukan atas dasar tidak suka. Kritik dan koreksi dilakukan untuk mengingatkan yang mapan, menghibur yang papa. Media massa bukan memerjuangkan kepentingan yang besar. Mereka hadir untuk menyuarakan mereka yang terpinggirkan, mereka yang termarjinalkan.

Kritik media massa memang sering kali dirasakan sangat keras. Tetapi semua itu dilakukan bukan atas dasar kebencian. Media massa bertugas untuk mengingatkan seraya memberi kesempatan kepada mereka yang diingatkan untuk memerbaiki kesalahannya.

Bisa jadi dalam menjalankan tugasnya itui, media massa salah dalam melakukan penilaian. Atas segala kesalahan yang terjadi, sekali lagi media massa terbuka untuk koreksi. Media massa akan selalu memerbaiki kesalahan profesional yang dilakukan. Bahkan bukan mustahil atas kesalahan yang fatal, media massa akan meminta maaf.

Media massa yang profesional diatur oleh prinsip-prinsip jurnalistik dan kode etik yang jelas. Mereka tidak akan pernah menabrak rambu-rambu yang sudah digariskan ketika menjalankan tugas jurnalistik.

Kita tidak tahu siapa yang melakukan teror terhadap Tempo. Kita tidak tahu apakah teror ini ada koinsidensinya dengan laporan terbaru majalah itu yang sempat menghebohkan. Tempo baru saja mengangkat isu rekening gendut para jenderal polisi.

Saat menghadiri peringatan HUT Ke-64 Polri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa terhadap berbagai kritik tajam yang harus diterima Polri, sepantasnya itu dipakai sebagai bahan koreksi. Seluruh jajaran Polri diminta untuk tetap mengedepankan sikap rasional, bukan sikap emosional dalam menanggapi kritik sekeras apa pun.

Laporan tentang rekening gendut para jenderal polisi yang dibuat Tempo pasti bukan dimaksudkan untuk menghancurkan institusi Polri. Tempo sendiri berkepentingan bagi hadirnya institusi Polri yang bisa diandalkan untuk menciptakan ketenangan dan ketenteraman.

Buktinya, ketika sekarang Tempo dihadapkan kepada aksi teror, mereka meminta bantuan polisi. Institusi yang pertama-tama dimintai pertolongan untuk mengungkap kasus teror tersebut adalah polisi.

Tidak ada satu pun di antara kita yang tidak membutuhkan polisi. Negara ini pasti akan chaos ketika tidak ada polisi. Kita sudah merasakan ketika terjadi krisis di tahun 1998 dan polisi tidak ada di mana-mana. Keamanan dan ketertiban langsung hilang dan kita tiba-tiba hidup dalam kecemasan.

Polisi harus menunjukkan dirinya profesional. Aksi teror yang dihadapi Tempo harus bisa diungkap agar polisi tidak dituduh sebagai pelaku teror. Kita harus menuntaskan kasus ini agar kekerasan tidak terus menjadi ciri bangsa ini dan pembangunan demokrasi di negara kita tidak terganggu

Minggu, Juli 04, 2010

Aliran Janggal Rekening Jenderal

MEMEGANG saku kemeja lengan panjang batiknya, Komisaris Jenderal Ito Sumardi bertanya, "Berapa gaji jenderal bintang tiga seperti saya?" Sambil tersenyum, Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia itu menjawab sendiri pertanyaannya, "Hanya sembilan juta rupiah, sudah termasuk berbagai tunjangan."
Ito menambahkan, Kepala Kepolisian RI, pejabat tertinggi di institusi itu, bergaji hanya sekitar Rp 23 juta, sudah termasuk aneka tunjangan. Buat biaya penanganan kasus, ia melanjutkan, polisi hanya memperoleh anggaran Rp 20 juta per perkara. Setiap kepolisian sektor-unit kepolisian di tingkat kecamatan-hanya diberi anggaran dua perkara per tahun. "Selebihnya harus cari anggaran sendiri," kata Inspektur Jenderal Dikdik Mulyana, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal, yang mendampingi Ito ketika wawancara dengan Tempo, Jumat pekan lalu.
Bukan sedang mengeluh, Ito menyampaikan "urusan dapur" pejabat kepolisian itu buat menangkis tudingan terhadap sejumlah perwira yang diduga memiliki rekening mencurigakan. Dokumen yang memuat lalu lintas keuangan petinggi Polri itu beredar di tangan para perwira polisi dan jadi bahan gunjingan di Trunojoyo-Markas Besar Kepolisian. Disebut-sebut dokumen itu adalah ringkasan atas laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Soal ini, juru bicara Pusat Pelaporan, Natsir Kongah, tak mau berkomentar. "Saya tidak bisa memberikan konfirmasi karena itu kewenangan penyidik," katanya, Kamis pekan lalu.
Menurut salinan dokumen itu, enam perwira tinggi serta sejumlah perwira menengah melakukan "transaksi yang tidak sesuai profil" alias melampaui gaji bulanan mereka. Transaksi paling besar dilakukan pada rekening milik Inspektur Jenderal Budi Gunawan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Pada 2006, melalui rekening pribadi dan rekening anaknya, mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu mendapatkan setoran Rp 54 miliar, antara lain, dari sebuah perusahaan properti.
Daftar yang sama memuat, antara lain, nama Komisaris Jenderal Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal yang kini ditahan sebagai tersangka kasus korupsi. Ada pula Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Mathius Salempang, mantan Kepala Korps Brigade Mobil Inspektur Jenderal Sylvanus Yulian Wenas, Inspektur Jenderal Bambang Suparno, Komisaris Besar Edward Syah Pernong, juga Komisaris Umar Leha.
Dimintai konfirmasi soal nama-nama jenderal polisi pemilik rekening itu, Ito Sumardi secara tidak langsung membenarkan. Menurut dia, perwira-perwira itu termasuk dalam daftar 21 perwira pemilik rekening mencurigakan. Ia mengatakan telah menerima perintah Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso Danuri buat melakukan klarifikasi terhadap para perwira tersebut. "Ini pembuktian terbalik, jadi menjadi beban mereka untuk menjelaskan asal-usul transaksinya," katanya.
Cerita soal rekening janggal milik jenderal kepolisian juga pernah muncul pada akhir Juli 2005. Ketika itu, 15 petinggi kepolisian diduga memiliki rekening tak wajar. Termuat dalam dokumen yang diserahkan Kepala PPATK Yunus Husein kepada Jenderal Sutanto, Kepala Kepolisian ketika itu, sejumlah petinggi kepolisian diduga menerima aliran dana dalam jumlah besar dan dari sumber yang tak wajar. Sebuah rekening bahkan dikabarkan menampung dana Rp 800 miliar. Namun kasus ini hilang dibawa angin.
II
BANGUNAN itu terlihat paling besar dibanding sekitarnya. Terletak di Jalan M. Kahfi I, Jagakarsa, Jakarta Selatan, satu rumah utama, tiga rumah tambahan, plus satu bangunan untuk petugas keamanan berdiri di tanah seluas 3.000 meter persegi.
Di halaman rumah terpajang ukiran berbentuk aksara "B" setinggi dua meter. Air kolam renang yang cukup luas di halaman belakang berkilau memantulkan sinar matahari. Para tetangga menyebut bangunan itu sebagai "rumah Pak Kapolda". Inilah rumah Inspektur Jenderal Badrodin Haiti, yang pernah menjadi Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
Badrodin, yang kini menjabat Kepala Divisi Pembinaan Hukum Kepolisian, adalah satu di antara sejumlah perwira yang melakukan transaksi mencurigakan. Menurut sumber Tempo, Badrodin membeli polis asuransi PT Prudential Life Assurance dengan premi Rp 1,1 miliar. Disebutkan dana tunai pembayaran premi berasal dari pihak ketiga.
Menjadi Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Medan pada 2000 hingga 2003, Badrodin juga menarik tunai Rp 700 juta di Bank Central Asia Kantor Cabang Utama Bukit Barisan, Medan, pada Mei 2006. Transaksi ini, kata sumber tadi, dinilai "tidak sesuai profilnya". Sebab, penghasilan Badrodin setiap bulan berkisar Rp 22 juta, terdiri atas Rp 6 juta gaji, Rp 6 juta penghasilan dari bisnis, dan Rp 10 juta dari kegiatan investasi.
Hasil analisis rekening Badrodin juga memuat adanya setoran dana rutin Rp 50 juta setiap bulan pada periode Januari 2004-Juli 2005. Ada pula setoran dana Rp 120-343 juta. Dalam laporan itu disebutkan setoran-setoran tidak memiliki underlying transaction yang jelas.
Dimintai konfirmasi, Badrodin Haiti mengaku tidak berwenang menjawab. "Itu sepenuhnya kewenangan Kepala Badan Reserse Kriminal," katanya. Komisaris Jenderal Ito Sumardi menyatakan timnya masih menunggu sejumlah dokumen pelengkap dari Badrodin.
Keanehan juga terdapat pada rekening Wenas, Bambang Suparno, Mathius Salempang, dan Susno Duadji serta sejumlah perwira menengah. Indikasi di rekening Wenas muncul pada 2005, ketika ia menjabat Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. Pada 9 Agustus, isi rekening Wenas mengalir berpindah Rp 10,007 miliar ke rekening seseorang yang mengaku sebagai Direktur PT Hinroyal Golden Wing. Sejak pertama kali membuka rekening, transaksi perbankan Wenas hanya berupa transfer masuk dari pihak lain tanpa ada transaksi usaha (lihat "Rekening dalam Sorotan").
"Profil" Wenas cukup mentereng. Rumahnya di Perumahan Areman Baru, Tugu, mewah, di atas tanah seribu meter persegi. Sejak tiga tahun lalu, keluarga Wenas pindah ke sebuah rumah di Perumahan Pesona Khayangan, Depok. Tempo, yang menyambangi rumah Wenas di perumahan elite di Depok, Kamis pekan lalu, melihat dua Toyota Alphard dan satu sedan Toyota Camry terparkir di halaman rumah.
Kepada Tempo yang mewawancarainya, Wenas menolak tuduhan melakukan transaksi ilegal melalui rekeningnya. "Semua itu tidak benar," katanya. "Dana itu bukan milik saya."
Susno Duadji, yang getol membongkar praktek mafia hukum di institusinya, ternyata juga memiliki transaksi mencurigakan. Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri ini disebutkan menerima kiriman dana dari seorang pengacara berinisial JS Rp 2,62 miliar. Ia juga menerima kiriman dana dari seorang pengusaha berinisial AS dan IZM (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bengkulu). Selama periode 2007-2009, Susno telah menerima kiriman fulus dari tiga orang itu Rp 3,97 miliar. Terkait dengan aliran dana ini, Markas Besar Polri telah menetapkan JS sebagai tersangka.
Muhammad Assegaf, kuasa hukum Susno, menyatakan tidak pernah membahas soal transaksi mencurigakan punya kliennya. Di berbagai kesempatan sebelum ditahan, Susno berkali-kali membantah melakukan transaksi yang melanggar aturan. "Semua transaksi itu perdata," katanya.
l l l
TAK hanya perwira tinggi, transaksi yang membuat mata terbelalak pun dilakukan polisi dengan pangkat di bawahnya. Contohnya Umar Leha, terakhir berpangkat komisaris besar dan pernah 12 tahun bertugas sebagai Kepala Seksi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Samsat Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan.
Menurut sumber Tempo, Umar pada Juni 2005 memiliki dana Rp 4,5 miliar. Duit disimpan dalam bentuk reksa dana dan deposito di Bank Mandiri. Sumber dana, menurut analisis transaksinya, diduga berasal dari setoran-setoran terkait dengan pengurusan STNK.
Di Makassar, Umar memiliki dua rumah besar dan empat mobil. Dua tahun lalu perwira pertama polisi ini mencalonkan diri dalam pemilihan Bupati Enrekang, Sulawesi Selatan. Untuk itu, ia mengundurkan diri dari kepolisian dengan pangkat terakhir ajun komisaris besar polisi. Pada pemilihan kepala daerah, ia gagal.
Soal tudingan bermain saat masih berdinas, Umar membantahnya. Dia mengaku tidak pernah mengelola langsung uang negara dari pengurusan STNK. "Apalagi mengambilnya," ujarnya. "Saya benar-benar tidak berani menyalahgunakan amanah itu."
Rekening Edward Syah Pernong, Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang, pun mengundang curiga. Menurut sumber Tempo, ketika menjabat Kepala Kepolisian Resor Jakarta Barat, ia menerima setoran Rp 470 juta dan Rp 442 juta pada Agustus dan September 2005 dari Deutsche Bank. Pada 15 September 2005, dia menutup rekening dengan saldo terakhir Rp 5,39 miliar. Edward mempersoalkan asal-usul data itu. "Data itu bohong. Itu fitnah," katanya kepada wartawan Tempo, Sohirin, di Semarang, Kamis pekan lalu. Ito Sumardi menyatakan tak mempersoalkan kekayaan Edward. "Dia raja Lampung, kebun sawitnya luas," kata Ito.
Kendati dibantah dari pelbagai penjuru, anggota Komisi Kepolisian, Adnan Pandupradja, menilai laporan dugaan transaksi mencurigakan harus mendapat perhatian serius dari Kepala Kepolisian. Tanpa kejelasan pengusutan rekening-rekening itu, kata dia, citra kepolisian akan semakin terpuruk.
Neta S. Pane, Ketua Indonesia Police Watch, mendorong upaya pembuktian terbalik dari perwira yang memiliki rekening mencurigakan. Sebab, ia menyatakan jenderal yang memiliki kekayaan melimpah patut dipertanyakan. Ia menambahkan, "Jika hidup hanya dari gaji, sampai kiamat mereka tidak akan pernah bisa kaya."

Setri Yasra, Wahyu Dhyatmika, Cheta Nilawaty, Tia Hapsari (Jakarta), Abdul Rahman (Makassar)

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog