Sabtu, April 24, 2010

Tim Marinir TNI AL Tinjau BMP-3F ke Rusia


JAKARTA - Korps Marinir akan mengirimkan tim teknis ke Rusia untuk melihat langsung penyelesaian pengadaan tank amfibi BMP-3F yang kontrak pengadaannya disepakati pada Agustus 2008.
Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) M.Alfan Baharudin ketika di konfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa (23/3) mengatakan, semula tim berangkat pada Maret 2010, namun karena masih ada kegiatan latihan rutin, maka tim berangkat akhir April 2010.

"Tim akan meninjau persiapan akhir penyelesaian pengadaan tank amfibi BMP-3F secara langsung, dan kemungkinan tiba di Indonesia sekitar Agustus tahun ini," ungkapnya.

Alfan menambahkan, ke-17 unit tank amfibi BMP-3F itu akan dioperasikan di Brigade Infanteri 1/Surabaya sebanyak 10 unit dan Brigade Infanteri 2/Jakarta sebanyak tujuh unit.

Sebelumnya, Korps Marinir TNI Angkatan Laut memperoleh hibah sepuluh tank amfibi dengan jenis landing vehicle track-7A1 dari Korea Selatan yang merupakan tank buatan Amerika Serikat tahun 1983.

Landing vehicle track (LVT)-7A1 ini sama kelasnya dengan tank amfibi PT 76 dan tank amfibi BTR 60 yang sudah dimiliki Indonesia. Kerja sama ini berawal dari pembicaraan tahun 2007. Saat itu Korea Selatan telah menawarkan LVT-7A1 kepada Indonesia. Namun, karena menunggu izin dari AS, kesepakatan ini baru bisa diwujudkan.

Tank amfibi LVT-7A1 merupakan hasil modifikasi dari jenis LVT yang dijuluki Alligator. Tank yang hingga kini masih digunakan Marinir Korea Selatan sama dengan yang digunakan dalam serangan Inggris ke Falkland, Perang Teluk, dan Perang Irak.

Korea Selatan juga memberikan satu paket suku cadang. LVT-7A1 mempunyai berat 22,8 ton, panjang 7,94 meter, lebar 3,27 meter, dan tinggi 3,26 meter.

Sumber : ANTARA

Rabu, April 21, 2010

Rudal Iran Jangkau Benua Amerika




Rudal Iran mungkin mencapai AS pada tahun 2015
By JPOST.COM STAFF 20/04/2010 11:29
20/JERUSALEM POST

Iran dapat mengembangkan rudal yang mampu mencapai AS pada tahun 2015, laporan disampaikan kepada Kongres Senin malam menegaskan.

“Dengan bantuan asing yang cukup, mungkin Iran bisa mengembangkan dan menguji sebuah rudal balistik antarbenua (ICBM) yang mampu menjangkau Amerika Serikat pada tahun 2015,” laporan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat menyatakan.

” Ia menambahkan bahwa “nuklir program Iran dan kemauan untuk tetap terbuka kemungkinan untuk mengembangkan senjata nuklir merupakan bagian sentral dari strategi pencegahan tersebut.”

Laporan tersebut menunjukkan bahwa meskipun Iran memiliki kekuatan militer konvensional yang cukup besar, akan tidak cocok untuk suatu “terlatih, canggih militer seperti yang dari Amerika Serikat atau sekutunya” dalam hal terjadi konflik bersenjata.

. Laporan ini juga mencatat perilaku duplicitous’s Iran di Irak dan Afghanistan, di mana janji untuk mempromosikan stabilitas namun selama itu terus mendukung kelompok perlawanan dan kelompok terroists di dalam kedua negara.

Pada hari Minggu, Adm AS Michael Mullen, ketua Kepala Staf Gabungan, mengatakan bahwa serangan Amerika pada Iran akan pergi “jauh” untuk menunda program nuklir negara itu. The Telegraph melaporkan bahwa Mullen, berbicara pada sebuah forum di Columbia University, mengatakan serangan militer adalah pilihan terakhir “” tapi rencana seperti kontingensi yang telah dilakukan.


Senin, April 19, 2010

Islam Politik dan Formasi Otoritas Haba’ib Dari Kwitang Hingga FPI


Habaib
Keberadaan Habaib telah menarik perhatian banyak pihak dari masa kolonial hingga sekarang. Habaib dipotret sebagai orang Indonesia yang mempunyai otoritas religius tetapi berbeda dengan yang lain, karena hubungan geneologisnya dengan Muhamad SAW. Habaib merupakan panggilan kehormatan pada para sayyid keturunan Ba alawi atau Al-alawiyah yang kemudian melahirkan keluarga-keluarga seperti Basyir, Shahab, Alatas dll. Pusat Kajian Agama dan Kebudayaan (CSRC), UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, beberapa waktu lalu mengadakan sebuah diskusi meja-bundar untuk membahas fenomen politik para Haba’ib tersebut dengan mengundang pembicara Ismail F. Alatas, Research Scholar Department of History, National University of Singapore (NUS). Peneliti Interseksi, Dina Amalia Susamto menuliskan laporannya untuk Anda.

Ismail F. Alatas, membuka presentasinya dengan sebuah kutipan dari Gunawan Muhamad yang menulis tentang seorang Jawa yang menggurui dua orang klan dari Arab yaitu baasyir Shihab, bahwa bangsa ini merupakan bangsa yaKeberadaan Habaib telah menarik perhatian banyak pihak dari masa kolonial hingga sekarang. Habaib dipotret sebagai orang Indonesia yang mempunyai otoritas religius tetapi berbeda dengan yang lain, karena hubungan geneologisnya dengan Muhamad SAW. Habaib merupakan panggilan kehormatan pada para sayyid keturunan Ba alawi atau Al-alawiyah yang kemudian melahirkan keluarga-keluarga seperti Shahab, Alatas dll.

Balalawi merupakan suatu tarikat yang berbeda dengan tarikat lainnya. Balalawi tidak mempunyai ordo. Ia adalah sebuah kompleks yang mempunyai wali, ritual, teks-teks, tempat-tempat suci di Hadramaut, network yang dikukuhkan oleh persahabatan, dan garis genealogis.

Pada saat Balalawi meninggalkan hadramaut, hubungan genealogis Al-alawiyah tetap dijaga identitasnya dengan cara mengingatkan para pengikutnya, membedakan keturunan Balalawi dengan yang lain. Kekuatan genealogis ini menyukseskan keberadaan para habaib di tempat-tempat baru dimana mereka berada.

Ketika masuk ke Nusantara mereka melebur dengan masyarakat lokal setempat dan tidak takut bahwa kearaban mereka akan hilang, karena yang terpenting bukan kearaban tapi geneologi mereka yang tetap utuh. Baru pada awal abad ke-20, akhir abad ke-19, setelah pesatnya perkembangan teknologi mendekatkanjarak hadramuth ke Nusantara, muncul paham-paham baru modernisme, Arabisme. Pemerintah kolonial mempunyai peranan yang besar mengubah kerangka pikir orang-orang Hadramuth ini di bawah kerangka etnisitas Arab, sejak mereka ditempatkan dalam ghetto-ghetto yang terpisah dengan masyarakat lokal. Proses asimilasi pada saat itu berhenti dan mereka menginternAlisasi bahwa mereka keturunan Arab yang menggurui saudara mereka, masyarakat lokal.

Ketika kolonialisme, orang-orang Hadramaut ini lebih banyak membicarakan tentang negeriasal mereka, semacam long distance nationAlity. Mereka menulis di surat-surat kabar tentang tanah asal mereka. Hal ini menimbulkan respon dari kalangan nasionalis Indonesia seperti Sukarno, Agus Salim, dan lain-lain sehingga akhirnya mereka dikeluarkan dari pergerakan nasionalis Indonesia, seperti Syarikat Islam. Padahal awalnya mereka juga banyak berperan dalam pergerakan tersebut.

Seorang Abrahm Baswedan kemudian melihat bahaya situasi ini dan membuat pernyataan; “kita harus mengubah kearaban menjadi keindonesiaan. Kemudian ada semacam sumpah pemuda turunan Arab, bahwa mereka bertumpah darah indonesia, bertanah air Indonesia. Para habaib dari ba alawiyah ini pun yang semula hanya mempunyai tarekat keluarga, menjadi lebih lebur dengan keindonesiaan.

Ada tiga tokoh Habaib yang berperan dalam perjalanan sejarah Habaib di Indonesia.

1. Abdul Rahman Al-Habsyi/ Habib Ali Kwitang (1870)

Habib Ali Kwitang yang merupakan murid dari Habib Usman Bin Yahya, sangat mengikuti jalan politik sunni yang akomodatif terhadap power struktur. Internalisasi keislmannya salah satunya adalah dengan menyerang praktik-praktik azimat yang membodohi masyarakat dan digunakan untuk melawan otoritas pemerintah kolonial yang sah. Paham sufi yang diajarkannya yaitu kesalehan profetik yang mengartikulasikan tasawuf berdasarkan orientasi syariah yang mengikuti sunnah nabi secara internal dan eksternal. Aliran tasawuf yang diajarkannya diterima oleh kalangan islam reformis. Habib Ali kwitang juga bermain di kubu para nasionalis. Ia menunjukkan nasionalismenya dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam ceramah-ceramahnya.

Agenda-agenda yang dijalankan oleh Habib Ali Kwitang adalah membangun jaringan dengan mengunjungi kyai-kyai kampung di seluruh betawi. Ia juga membuka taklim dengan kalangan masyumi dan mengajak kyiai-kyai kampung beserta murid-muridnya untuk datang dalam majlis tersebut, sehingga kyai-kyai ini sangat menyuport kwitang. Agenda yang paling penting dilaksanakan dalam rangka menguatkan identitas genealogis al-alawiyah adalah mengadakan maulid nabi tiap tahun, dimana habib sebagai cucu nabi sangat diistimewakan. Sunah nabi sering digunakan untuk menguatkan otoritas mereka sehingga meskipun keluar dari etnisitas Arab, tetapi identitas mereka secara geneologi al-alawiyah dapat utuh. Sunah tersebut adalah:
“aku tinggalkan padamu 2 perkara, yaitu Al-Qurnan dan keturunanku, maka ikutilah.” Kemahiran Habib Ali Kwitang dalam jaringan ini menurut Alatas membuat Kwitang menjadi sentral, meskipun hal tersebut tidak diakui oleh Habib di bungur, Bogor, karena Kwitang dekat dengan kolonial.

2.Habib Ali Husein Alatas (1889)/Habib Bungur,

Berbeda dengan habib Kwitang, Habib ini tidak bisa berpidato. Meskipun ia sering melontarkan kritik-kritik terhadap Kwitang, tetapi ia tetap mendatangkan murid-murid senior di Kwitang untuk mengajar di Bungur, Peranannya mengintensifikasikan jaringan yang dibuat Habib Kwitang dengan menulis buku tentang tokoh-tokoh Habaib yang menjadi tokoh utama dalam penyebaran agama Islam di Nusantara sejak zaman kerajaan Demak hingga Banten. Teks tersebut bertujuan membangun komunitas dan imajinasi para kyai-kyai di Indonesia. Ini dikuatkan dengan mobilitas Habaib bersama kyai-kyai kampung untuk mengadakan tur ziarah ke seluruh situs-situs suci tarekat Al-alawiah. Komunitas tekstual dan mobilitas ini juga dimanfaatkan oleh kyai-kyai kampung untuk mencitrakan diri terutama kyai-kyai yang tidak mempunyai trah ulama tradisional.

3. Habib Ali Ibnu Jidan
Habib ini bukan seorang yang akomodatif terhadap keberadaan pemerintah kolonial Belanda dan Jepang. Ia seorang nasionalis yang masih menggunakan trah Balalawi. Ia mempunyai kelompok dalam perawian hadis yang disanadkan oleh internal Bal-alawi, bapak-anak, bapak-anak dst. Hadis ini dapat mensuport genealogi para Habib yang merupakan cucu nabi. Ibnu Jiddan menurut Alatas mengindonesiakan gelar habib menjadi KH. Sayyid, dalam rangka keluar dari kerangka etnisitas kearaban. Habib Ali Jidan adalah Habib pertama yang masuk dalam partai golkar. Kejadian ini banyak mengundang protes para kyai-kyai masyumi dan NU di kwitang termasuk Habib Bungur, sehingga mereka meninggalkan kwitang. Kwitang pada saat itu menjadi hancur. Tetapi dalam kehancurannya Habib Ibnu Jidan bersama Presiden Suharto saat itu membangun suatu Islamic Centre yang pertama di Indonesia.

Pada akhirnya bagaimana formasi tarekat alawyah yang semula adalah tarekat keluarga ini menjadi dapat beradaptasi dengan diskursus lain. Rekonfigurasi para Habaib ini membuat keberadaan Habaib terus eksis. Terbukti tahun 1997 banyak pihak memanfaatkan kapital sosial para Habaib untuk membangun jaringan massa secara informal yang mudah dibentuk dan dibubarkan, diantaranya kalangan militer dalam PAN Swakarsa. Alatas juga mengatakan FPI merupakan salah satu yang dimanfaatkan status quo. FPI merupakan kombinasi sejarah formasi Habaib dan otoritasnya serta konteks politik kontemporer Indonesia.

Dari paparan Alatas di atas menurut Rohedi, penanya pertama, tampak para Habaib ini cenderung dekat pada kekuasaan. Ini bukan persoalan lebur pada masyarakat lokal, menurut Roheidi, ini persoalan bagaimana para Habaib menancapkan pengaruh di tempat-tempat baru dalam diaspora mereka dari Hadramuth. Mungkin ada latar belakang atau political context yang menyebabkan mereka mencari tempat-tempat baru. Masih behubungan dengan situasi di Hadramuth dan keterkaitannya dengan para klan ini di Nusantara, penanya kedua menggunakan istilah rivalitas yang diimport dari Hadramuth ke Indonesia, tantang persoalan siapa yang dominan diantara klan-klan tersebut, dan bagaimana dengan klan Al-aidit yang nampaknya tidak mempunyai akses seperti klan Alatas misalnya dalam hal pendidikan. Penanya kedua juga mempertanyakan tantang FPI yang bahasannya hanya sekilas, apakah yang menyebabkan Habib Riziq nampaknya berbeda dengan para Hbaib yang lain, dalam cara pandang terhadap agama dan politik, apakah ini berkaitan dengan perbedaan ratib dalam liturgi yang dibawakan oleh habib Riziq?Penanya ketiga menanyakan matapencaharian Para Habaib, karena ia melihat berapa otoritas disalahgunakan oleh para Habaib dalam mengambil keuntungan ekonomi.

Alatas memaparkan bahwa sejak di Hadramaut memang para habib ini dekat dengan kekuasaan. Tapi Habib Usman Yahya, guru Habib Ali Kwitang, merupakan murid dari 1 generasi yang protes terhadap politik praktis di Hadramuth. Ketika di Indonesia tradisi itu tetap berlangsung, karena memang diakui bahwa dekat dengan kekuasaan adalah cara paling efektif untuk mempengaruhi. Hanya 1 atau 2 Habaib yang berada pada posisi oposan. Tokoh-tokoh dalam klan-klan yang dominan adalah keluaga-keluarga yang mempunyai otoritas religius yaitu Bin Jidan, Alatas dan Al-Habsyi. Antar keluarga ini memang mempunyai kecenderungan yang berbeda, yang mempengaruhi aktivitas mereka. Al-aidit adalah klan yang resesif sehingga tidak muncul dalam perpolitikan para habaib.

Pembacaan ratib hanya liturgical technic yang tidak berpengauh dalam pemahaman agama dan politik. Menurut Alatas yang membuat Habib Riziq berbeda dengan para Habaib yang lain karena sejak kecil pendidikan Habib Riziq di Saudi Arabia. Menjawab pertanyaan tentang fenomena para Habaib yang menggunakan otoritasnya untuk keuntungan ekonomi menurut Alatas merupakan suatu kenyataan yang bukan tidak dikritik oleh generasi muda Al-alawiyah. Ada sebuah anekdot tentang pergeseran dari otoritas religius ke kebutuhan ekonomi ini :

seorang Habaib berwasiat pada anaknya, “Nak, kalau kamu bangkrut, sudah tidak punya apapun, betul-betul habis bukalah ini.” Sang ayah memberikan satu bungkus kotak. Di suatu hari ketika anak Habaib ini benar-benar bangkrut, ia membuka isi kotak itu, yang ternyata isinya adalah jubah dan sorban.

Keberadaan Habaib menurut Alatas seiring dengan fluktuasi demokrasi di Indonesia digunakan oleh para politisi untuk mendapatkan massa. Bukankah hubungan ini sangat kausalitas mengingat sejak awal para Habaib ini juga menggunakan para penguasa untuk mendapatkan pengaruh massa di tempat-tempat baru orang-orang Hadramuth berdiaspora. Tidak menjadi sesuatu yang baru jika kemudian fenomena ini berlaku sebaliknya dimana para politisi menggunakan para Habaib dan massanya untuk memperoleh kemenangan demokrasi. Simbisosis mutualisme ini dilihat dari sudut pandang para Habaib yang dinyatakan Alatas untuk terus melakukan rekonfigurasi yang adaptif sebagai suatu usaha mempertahankan status quo-nya, sehingga apakah kerangka etnisitas yang berusaha dihilangkan dan diganti kerangka al-alawyah sebagai kuturunan nabi, keduanya tidak mengalami apa yang disebut Alatas sendiri para Habaib yang inklusif, anti kekerasan dan berbeda dengan FPI.

FPI yang dalam analisis hanya disebut sekilas mengeluarkan Habib Riziq dari tradisi habaib Al-alawiyah yang lain dengan alasan dibesarkan di Arab Saudi dan tidak menggunakan tradisi seperti Habaib yang lain tetapi menggunakan otoritas Habib. Meskipun Harun, salah satu penanya, mengatakan bahwa anggap saja Habib Riziq merupakan salah satu habib yang nyleneh, seperti juga Habib Munsyir yang tidak menggunkan metode jaringan kyai-kyai kampung, tetapi persoalan lain adalah penanda genealogis yang membedakan dengan non-alawiyah ini sulit untuk benar-benar lebur dengan masyarakat lokal. Jadi jawaban Alatas pada penanya yang mengatakan apa pentingnya alawiyah dan non-alawyah, juga sekaligus pernyataan yang sama Gunawan Muhamad tentang orang lokal yang menggurui dua klan Baasyir dan Shihab yang seakan ada dikotomi terbalik local-non local. Pernyataan Alatas yang akhirnya mengatakan sulit untuk menjadi 2 entitas sekaligus, tidak seperti orang Jawa atau Sumatara yang pada saat yang sama bisa menjadi orang Indonesia: sedangkan orang arab atau China akan sulit, karena menurut Alatas mereka akan selalu ditempatkan pada narasi histori nasional sebagai keturunan imigran, lalu dijadikan kelompok etnis. Alatas menyebutkan contoh, kalau Amrozi yang meledakkan bom Bali, ia hanya akan dipandang sebagai Amrozi tetapi jika Habib Riziq atau keturunan migran lain akan dipandang lebih dalam lagi latar belakang etnisitasnya, seperti yang dilakukan oleh Gunawan Muhamad dalam menggurui dua klan di atas. Alatas mengatakan, mengetniskan itu tidak perlu lagi dilakukan dalam suatu negara yang demokrasinya sudah dewasa.

Hari Jadi Militer Iran





Digelar nya Rudal Shahab 3 dan Rudal Sijjil Ramaikan Hari Jadi Militer Iran

Panglima angkatan darat Republik Islam Iran, Ahmad Reza Pourdastan mengatakan, militer Iran adalah pasukan terkuat di kawasan.

IRNA melaporkan, Brigjen Ahmad Reza Pourdastan Ahad (18/4) saat peringatan hari ulang tahun militer Iran menekankan kesiapan militer Republik Islam Iran untuk mempertahankan kedaulatan negara ini.

Ia menambahkan, para musuh saat ini belum mampu untuk membuka front ketiga terhadap Iran. Panglima angkatan darat Iran menegaskan bahwa militer Iran merupakan benteng pertahanan kokoh negara. Menurutnya, militer Iran akan menumpas setiap kekuatan yang merongrong negara.

18 April bertepatan dengan 29 Farwardin 1389 adalah hari ulang tahun militer Iran. Peringatan hari jadi militer Iran ini diliput berbagai media massa baik lokal maupun asing seperti, televisi Aljazeera, LBC Lebanon, RTA Rusia, ABC AS dan Anatoli Turki.

Sementara itu, di hari jadi militer Iran juga dipamerkan rudal balistik Shahab 3 dan Qadr pertama yang merupakan generasi modern Shahab 3. Rudal ini memiliki panjang 16 meter. Kedua rudal tersebut berbahan bakar cair. Tak hanya itu, rudal Sijjil yang berbahan bakar padat juga diikutsertakan dalam hari jadi ini. selain itu pihak

Angkatan Bersenjata Iran juga mempublikasikan pernyataan Mantan tentara AS pada Dunia , Josh Steiber menyebut doktrin pendidikan militer AS adalah prinsip menganggap warga negara lain bukan manusia.Steiber telah mengabdi selama tiga tahun di militer AS dan kemarin (Ahad,18/4) kepada Press TV, mengatakan, “Salah satu alasan utama saya keluar dari dinas militer karena doktrin yang menganggap warga negara lain bukan manusia.” Ditambahkannya, masalah ini termasuk salah satu prinsip pendidikan militer AS.Pada kesempatan itu,Josh Steiber menyinggung lagu yang dinyanyikan oleh tentara AS tentang pembantaian terhadap wanita dan anak-anak (I went down to the market where all the women shop, I took out my machete and I began to chop. I went down to the park where all the children play, I pulled out my machine gun and I began to spray).

Tentara Republik Islam Iran Sangat Memahami Doktrin Militer AS: Warga Negara Asing Bukan Manusia ini disampaikan salah seorang tentara AS ysng Membelot ke Iran
Steiber menuturkan, mayoritas tentara AS sama seperti dirinya, mengalami depresi dan lelah dengan perang.

sumber BBC UK

Minggu, April 18, 2010

Apa yang dibutuhkan TNI AU 2010


Di HUT KE 64 TNI AU . Dephan dan DPR Wajib tambah segera beli 1. Skuadron Pesawat Sukhoi Su-35BM & Persenjataan Udara Abad 21

TNI AU Perlu Pesawat Sukhoi Su-35BM
Fatso – Sydney

Tulisan berikut masih ada kaitannya dengan tulisan lama saya yang berjudul “Gaung Pembelian Persenjataan RI” yang rupanya arsipnya sudah tidak ada lagi pada KoKi, tapi saya kaget juga saat mendapati tulisan tersebut sudah dijadikan diskusi pada dua buah situs. Belum lama ini dua pesawat Sukhoi Su-30MK2 TNI AU yang baru telah dikunci misil oleh fihak yang sampai sekarang belum diketahui saat sedang melakukan latihan diatas pesisir Sulawesi Selatan.

Tulisan ini mengulas perkembangan pesawat Sukhoi Flanker dan kemampuannya untuk menghadapi pesawat-pesawat siluman (Stealth).
***********************

Indonesia belum lama ini menerima penyerahan tiga pesawat tempur Sukhoi (baca: Suhoi) Su-30MK2 yang melengkapi dua buah pesawat Su-27SK dan dua buah pesawat Su-30MK yang sebelumnya sudah ada. Konon dibulan Agustus 2009 mendatang Indonesia akan menerima lagi tiga pesawat tempur Su-27SKM hingga jumlah total pesawat tempur dari keluarga Su-27/Su-30 (Sukhoi Flanker) yang dioperasikan Indonesia jumlahnya menjadi 10 pesawat dalam tahun 2009.


Ini suatu jumlah yang demikian minim untuk suatu skadron yang biasanya terdiri antara 12 pesawat hingga 24 pesawat. Misalkan saja skadron pesawat jet ‘pejuang’ Su-30MKM Malaysia terdiri atas 18 pesawat. Ada perbedaan antara pesawat Sukhoi Su-30MKM milik Malaysia dengan Sukhoi Su-30MK milik Indonesia karena dikeluarkan oleh dua pabrik yang berbeda. Semua pesawat Sukhoi Indonesia dikeluarkan oleh KnAAPO (http://www.knaapo.ru/eng/index.wbp), sementara semua pesawat Sukhoi Malaysia dikeluarkan oleh IAPO. KnAAPO menghasilkan pesawat-pesawat tempur Sukhoi Flanker yang dipesan oleh RRC, sementara IAPO menghasilkan pesawat-pesawat tempur Sukhoi Flanker pesanan India.

Ada perbedaan lagi antara pesawat Sukhoi Su-30MKI dan Su-30MKM yang sama-sama diproduksi oleh IAPO. Perbedaan itu terletak pada sistem avioniknya di mana India menggunakan sistem avionik buatan Israel dan Perancis, sementara Malaysia menggunakan sistem avionik buatan Perancis dan Afrika Selatan. Kolonel Penerbang Rusia (pensiun) Grigoriy “Grisha” Medved yang suka menulis di situs Air Power Australia memuji kualitas sistem avionik buatan Israel, sementara Malaysia rupanya demikian alergi untuk menggunakan produk-produk Israel. Ini berlainan halnya dengan TNI yang walaupun dengan diam-diam telah menggunakan persenjataan buatan Israel yang cukup bagus kualitasnya macam senapan serbu Galil. Bravo TNI!

Diduga modifikasi yang dilakukan India telah mendorong terciptanya pesawat tempur Su-35 yang versi awalnya demikian mirip dengan Su-30MKI di mana pesawat tempur Su-35 ini telah dikembangkan lagi menjadi Su-35BM (Bolshaya Modernizatsiya – Deep Modernisation) dengan memanfaatkan perkembangan teknologi mutakhir. Pesawat tempur Su-35BM yang diproduksi tahun 2009 menggunakan radar Tikhomirov NIIP Irbis-E ESA (turunan BARS radar) dengan daya output 20 KW yang mampu menjejak 30 sasaran terpisah dalam keadaan tetap mempertahankan pelacakan dari udara secara terus menerus (track-while-scan mode).

Terlihat adanya suatu kecenderungan sensor-sensor buatan Rusia sekarang dipersiapkan untuk pertempuran diluar batas pandang (BVR – Beyond Visual Range) dengan adanya peningkatan kemampuan jarak jelajah dan ketahanan terhadap gangguan ECM (Electronics Counter Measures). Dalam insiden Bawean pesawat F-16 Fighting Falcon TNI AU sempat mendapat serangan ECM pesawat-pesawat F/A-18 Hornet dari Angkatan Laut AS yang bersikap tidak bersahabat ketika mereka terbang di utara Pulau Bawean dalam insiden 3 Juli 2003.

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0307/07/inspirasi/413831.htm

Sekarang ini pesawat-pesawat Sukhoi Flanker TNI AU akan mampu mengatasi pesawat-pesawat F/A-18 Hornet di mana Grisha menyebutkan bahwa pesawat Sukhoi Flanker itu ibaratnya pestisida bagi Super Hornet. http://www.ausairpower.net/APA-NOTAM-060807-1.html

Dalam situs tersebut ada tayangan klip video dengan permainan grafis dalam bahasa Rusia mengenai pesawat tempur Su-35BM lengkap dengan detail perlengkapan dan persenjataan yang bisa dibawanya. Klip video tersebut juga dilengkapi suatu animasi pertempuran antara pesawat-pesawat tempur Su-35BM melawan pesawat-pesawat tempur dari Uni Eropa maupun AS yang dilengkapi dengan pesawat peringatan dini di mana juga diperagakan kelebihan ‘3D thrust vectoring’ untuk memenangkan suatu ‘dog fight’. Adanya ‘thrust vectoring nozzles’ pada pesawat memungkinkan sang pilot untuk bisa melakukan manuver pagutan Kobra Pugachev yang legendaris.

Dengan menggunakan taktik yang tepat seperti yang dipaparkan oleh Grisha, pesawat-pesawat tempur Sukhoi Su-35BM yang dikombinasikan dengan pesawat tempur Sukhoi Su-30MK akan mampu menghadapi serbuan pesawat-pesawat siluman F-35 Lightning II (JSF – Joint Strike Fighter) yang belum lama ini sudah mulai dioperasikan AS. http://www.ausairpower.net/APA-NOTAM-030907-1.html

Seperti dijelaskan Grisha dalam bahasa ‘Russian English’-nya yang khas, suatu formasi pesawat-pesawat Su-35BM dan Su-30MK yang terbang berdampingan bisa saling bertukar informasi melalui jaringan radio digital TKS-2 Intraflight Network hingga posisi pesawat-pesawat F-35 Lightning II yang digelari Grisha sebagai F-35 ‘Pigeon’ (dikarenakan bentuk badan pesawatnya yang agak gemuk dan kecepatannya juga rendah) bisa diteruskan pada pesawat Sukhoi Flanker yang berada pada posisi paling tepat untuk meluncurkan misilnya. Pesawat tempur F-35 Lighning II ini diibaratkan oleh Grisha sebagai petinju bertangan pendek yang memiliki pukulan lemah (having short arms, no punch) dikarenakan keterbatasan pada daerah jelajahnya dan jumlah persenjataan yang bisa dibawanya.

Misil ramjet Vympel R-77M1 (kode NATO: AA-12 Adder) dilepaskan saat pesawat F-35 berada dalam jangkauan misil tersebut (175 km). Konon AS masih tertinggal dari Rusia dan gabungan empat negara Eropa (Perancis, Jerman, Inggris dan Italia) karena belum mampu mengoperasikan ramjet untuk misil-misilnya. Sementara misil Vympel R-77M1 merupakan misil tercanggih dunia saat ini dengan kecepatan maximum Mach 4 dan dirancang untuk menghabisi pesawat yang mampu bermanuver hingga mencapai 12g. Misil Vympel R-77M1 jangkauannya melebihi jangkauan misil buatan AS AIM-120D AMRAAM yang hanya 165 km (data ini masih perlu diuji kebenarannya dimasa depan) karena misil AIM-120C AMRAAM yang ada sekarang ini hanya memiliki jangkauan 105 km. Dengan demikian pesawat-pesawat Sukhoi Flanker bisa dengan leluasa melepaskan misil-misil ramjet Vympel R-77M1 tanpa kuatir mendapatkan serangan balasan selama jarak antar pesawat F-35 dan pesawat Sukhoi Flanker melebihi 165 km. Jika pesawat siluman F-35 melepaskan misil AIM-120D AMRAAM, maka pilot-pilot Sukhoi Flanker akan segera melakukan gerakan menghindar.

Pesawat-pesawat siluman F-35 memiliki keterbatasan dalam membawa misil AIM-120D AMRAAM yang jumlahnya maximum bisa dibawa hanya 4 buah saja jika masih ingin keunggulan ‘stealth’ pesawat tersebut dipertahankan. Jika sampai keempat misil ini habis dipergunakan, maka pesawat-pesawat F-35 akan segera menjadi bulan-bulanan pesawat Sukhoi Flanker. Saat pesawat F-35 melarikan diri, maka RCS (Radar Cross Section) akan terlihat sangat besar disamping terlihat kelemahan utamanya berupa temperatur gas buangannya yang 160 C lebih panas dari kebanyakan mesin jet pesawat tempur. Dengan demikian yang perlu dilakukan pilot pesawat Sukhoi Flanker adalah menggunakan keunggulannya dengan memacu pesawat untuk memperkecil jarak dan sesudahnya melepaskan sepasang misil sekaligus. Misil pertama adalah misil anti radar dan misil kedua adalah misil pencari panas (infra-red seeker). Jika ini terjadi maka kemungkinan besar pesawat F-35 akan menjadi “burung dara” panggang dalam sekejap mata. Misil pencari panas Rusia yang baru sudah dilengkapi dengan ‘imaging infra-red’ (IIR) sehingga bisa membedakan antara sasaran sebenarnya dan ‘flare’ yang dilepaskan sasaran untuk mengecoh.

Skenario diatas terdengarnya begitu mudah dan sederhana untuk menghancurkan pesawat tempur F-35 Lightning II yang merupakan pesawat tempur generasi ke-5 buatan AS di mana telah dihabiskan anggaran dana yang demikian besar dari gabungan beberapa negara untuk membuatnya. Tapi dalam kenyataannya tidaklah semudah itu karena biar bagaimanapun pesawat tempur F-35 merupakan pesawat siluman (Stealth). Metoda yang diterapkan Grisha adalah “DIED” (Detect, Identify, Engage, Destroy) di mana untuk mendeteksi pesawat siluman tidaklah mudah dan untuk itu diperlukan bantuan radar-radar khusus di darat.

Grisha mengakui bahwa 10 tahun yang lalu fihaknya merasa kesulitan dalam menghadapi pesawat-pesawat siluman AS yang demikian leluasa menerobos masuk wilayah lawan dan menghancurkan sistem pertahanan udara mereka. Tapi titik terang mulai muncul pada tanggal 17 Maret 1999 saat mana Serbia berhasil merontokan pesawat siluman F-117A Nighthawk melalui misil darat ke udara kuno SA-3 Goa buatan Uni Soviet tahun 1960-an yang sudah dimodifikasi oleh Kolonel Zoltan Dani untuk beroperasi pada frekuensi yang lebih rendah. (Dari namanya sudah bisa diduga bahwa Zoltan Dani bukan berasal dari etnis Serbia, tapi berdarah Hungaria). http://www.ausairpower.net/APA-NOTAM-230408-1.html

Rongsokan pesawat siluman F-117A sebelum dipamerkan di musium AB Serbia di Belgrade dianalisa oleh banyak fihak. Disimpulkan bahwa pesawat siluman AS tidak kebal terhadap radar dengan panjang gelombang > 1 meter. Sejak saat tersebut fihak Rusia mulai mengotak-atik radar-radar kuno mereka yang beroperasi pada gelombang VHF (Very High Frequency) dan menyempurnakannya. Ini mengingatkan saya akan suatu fenomena saat saya dulu menonton melalui TV ukuran 14” dengan antena dipole (rabbit antenna) di Drummoyne (sebuah suburb di Sydney) yang dilalui banyak pesawat komersil. Saya dulu mendapati tayangan TV terganggu sekejap yang disusul tidak berapa lama kemudian dengan raungan suara pesawat lewat. Jadi antena dipole TV yang sangat sederhana saja sudah bisa mendeteksi kedatangan pesawat dari jarak tertentu.

Sekarang Rusia sudah menghasilkan ‘upgrade’ berupa radar digital VHF yang bisa diintegrasikan dengan peralatan SAM (Surface to Air Missile) yang sudah digelar terlebih dahulu disamping juga sudah dihasilkan sistem-sistem radar digital VHF yang baru. Dengan demikian pesawat-pesawat siluman sekarang sudah bisa dideteksi oleh negara-negara yang memiliki sistem pertahanan udara terintegrasi (IADS – Integrated Air Defence System).

Kita akan menjadi saksi dengan apa yang akan terjadi di Iran. Konon Iran sudah memiliki sistem pertahanan udara canggih S-300 buatan Rusia. Sementara ini Israel sudah mengancam untuk menghancurkan reaktor nuklir Iran yang diduga tengah menyiapkan pembuatan bom nuklir. Dalam tayangan TV belum lama ini diberitakan secara ‘off the record’ oleh duta besar Israel untuk Australia bahwa Iran akan mampu membuat bom nuklir dalam 14 bulan mendatang dan Israel akan memastikan bahwa ini tidak akan terjadi.

Tahun 2008 History Channel menayangkan program berjudul “Dogfights of the Future”. Bagi yang belum menonton dan berminat menontonnya secara gratis bisa mencari program tersebut lewat ‘youtube’ dengan nama “Future dogfights” di mana program tersebut dipotong menjadi 9 bagian. Dalam pembuatan animasi ini rupanya History Channel masih menerapkan apa yang populer dikalangan para birokrat Barat berupa model pertempuran udara asimetris di mana diasumsikan bahwa fihak Barat memiliki keunggulan sefihak dengan dimilikinya perangkat AWACS/AEW&C beserta jaringannya yang dianggap tidak akan dimiliki oleh fihak lawan. Mungkin mereka masih terbuai dengan kemenangan Perang Irak (1991 dan 2003) dan pertempuran udara diatas lembah Bekaa (1982). Padahal kenyataannya sekarang tidak seperti itu lagi dengan larisnya Rusia menjual misil udara ke udara jarak jauh yang dirancang khusus untuk menghancurkan AWACS/AEW&C, sistem-sistem pengacak macam SPN-2/4/30 series, Pelena-1, Topol-E dan sistem pendukung ELINT (ELectronic Signals INTelligence) seperti Orion/Vega 85V6 series.

Dalam tayangan tersebut diceritakan bahwa pesawat-pesawat F-22 Raptor berhadapan dengan sekelompok pesawat MiG-29 yang buta akan keberadaan pesawat-pesawat siluman tersebut. Pada kenyataannya sekumpulan pesawat MiG-29 dimasa mendatang akan selalu dikawal oleh pesawat-pesawat tempur generasi 4++ macam pesawat Su-35BM yang memiliki radar sangat sensitif dan bisa saling bertukar informasi dengan pesawat MiG-29 lewat jaringan TKS-2. Pesawat-pesawat MiG-29 dimasa depan juga kemungkinan sudah di-‘upgrade’ untuk bisa membawa misil Vympel R-77M . Saat pesawat F-22 melepaskan misilnya, maka saat itu juga posisi pesawat siluman tersebut diketahui yang akan segera dibalas dengan pelepasan sepasang misil yang berbeda sifat.

Yang konyol dalam tayangan tersebut adalah suatu keadaan dimana pesawat-pesawat F-22 kehabisan misil dan memerlukan bantuan misil tambahan dari pesawat B-1R yang masih dalam perencanaan untuk dibuat. Sekarang ini jika saja pesawat B-1R dioperasikan maka keberadaannya sudah bisa langsung dideteksi dari jarak jauh dan segera akan menjadi prioritas utama untuk dihancurkan melalui pelepasan misil jarak jauh Novator K-100 dan misil Vympel R-37 (kode Nato: AA-13 Arrow) yang memiliki daerah jelajah antara 300 – 400 km. Jadi dalam keadaan sebenarnya dimasa depan pesawat-pesawat F-22 tidak bisa mengandalkan bantuan pada pesawat-pesawat lain yang bukan pesawat siluman. Pesawat semacam B-1R dan pesawat peringatan dini (AWACS) merupakan sasaran yang mendapat prioritas utama untuk dihancurkan terlebih dahulu.

Ada keganjilan yang mencolok mata dalam tayangan program tersebut, saat mana diceritakan bahwa pesawat F-35 sedang dalam misi penyerbuan yang memerlukan kemampuan ‘stealth’ pesawat, tapi ditayangkan pesawat tersebut sedang membawa demikian banyak misil yang terkait dengan ‘pylons’ pesawat. Mungkin anak kecil juga tahu bahwa kalau kemampuan ‘stealth’ pesawat diperlukan maka semua persenjataan harus tersimpan didalam badan pesawat (fuselage).

Tak dapat dipungkiri bahwa pesawat tempur F-22 Raptor adalah sebuah pesawat tempur generasi ke-5 yang istimewa yang belum bisa ditandingi saat ini dan kita harus menunggu apakah pesawat tandingannya, yaitu Sukhoi PAK-FA yang merupakan pesawat tempur generasi ke-5 Rusia yang direncanakan untuk diluncurkan tahun 2009 ini akan bisa menandinginya. Kombinasi pesawat-pesawat F-22 dengan pesawat-pesawat F-35 akan memberikan kemampuan ‘strike’ yang tinggi. Tapi sekarang keadaannya akan menjadi lain kalau sampai berani memasuki wilayah udara lawan yang sudah dilengkapi dengan sistem pertahanan udara terintegrasi yang merupakan adaptasi atas apa yang telah terjadi di Serbia selama konflik Kosovo pada tahun 1999. Pada kenyataannya hanya ada beberapa negara di dunia yang memiliki sistem tersebut diluar Rusia dan diantaranya adalah RRC, Iran dan Venezuela.

Ada yang mengganggu telinga saya saat menonton tayangan “Dogfights of the Future” tersebut, yaitu tiap kali diucapkannya kata Rafale (baca: Rafal). Rafale adalah nama pesawat tempur kebanggaan Perancis yang entah bagaimana demikian sering muncul dalam tayangan tersebut. Saya untuk pertama kalinya mendengar kata Rafale ditahun 1986 saat berdiskusi dengan seorang ‘engineer’ muda Perancis. Mungkin ketidak nyamanan ditelinga ini mirip dengan apa yang dirasakan oleh seorang kolega kelahiran Belanda yang jadi mendelik sambil geleng-geleng kepala seraya mengomel saat nama kota Amsterdam dilafalkan sebagai “emsterdem” oleh seorang vendor asal AS.

TNI AU telah demikian jeli dan pintar untuk membeli pesawat-pesawat Sukhoi Flanker dari varian yang berbeda walaupun jumlahnya amat terbatas. Pesawat Sukhoi Su-30MK2 yang baru diserahkan merupakan varian khusus yang bisa membawa misil-misil anti kapal laut. Sementara pesawat-pesawat Sukhoi Su-27SKM yang nantinya akan diterima TNI-AU merupakan suatu varian dengan ‘upgrade’ pada sistem avioniknya yang merupakan pesawat tempur generasi 4+ untuk keperluan supremasi udara disamping juga mampu untuk melancarkan serangan ke darat. Pesawat-pesawat Sukhoi Flanker Indonesia ini semuanya merupakan bagian Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin yang secara geografis cukup strategis karena tidak terlalu jauh dari dua buah pulau yang diambil oleh Malaysia.

TNI AU tampaknya perlu memiliki pesawat-pesawat tempur Sukhoi Su-35BM yang merupakan pesawat tempur generasi 4++ hingga mampu untuk melacak pesawat-pesawat siluman dan konon ini merupakan varian terakhir yang dikembangkan Rusia untuk Sukhoi Flanker. Pesawat tempur ini juga merupakan pesawat tempur peran ganda yang bisa melakukan semua peran dari berbagai varian Sukhoi Flanker sebelumnya.

Terbetik berita belum lama ini bahwa dua pesawat Su-30MK2 TNI AU yang baru telah dikunci misil dari fihak yang tidak diketahui asalnya saat sedang berlatih diatas pesisir Sulawesi Selatan. http://www.kompas.com/read/xml/2009/02/20/13301076/dua.sukhoi.lanud.hasanuddin.dikunci.missile.

Dari beberapa kemungkinan saya cenderung untuk menduga bahwa ini dilakukan oleh pesawat siluman karena radar pesawat Su-30MK2 tidak mampu mendeteksi keberadaan pesawat tempur asing. Saya tidak tahu apakah Kohanudnas memiliki radar-radar yang beroperasi pada gelombang VHF. Misalkan saja dugaan tersebut benar maka saya lebih cenderung bahwa itu dilakukan oleh pesawat F-22 yang demikian superior karena pesawat siluman F-35 memiliki jarak jelajah yang terbatas walaupun ada yang berbasis diatas kapal induk.

Hal ini membuktikan bahwa pesawat-pesawat tempur generasi 4 akan kesulitan menghadapi pesawat-pesawat tempur generasi ke-5 dan ini mendukung model pertempuran udara asimetris seperti yang ditayangkan dalam tayangan “Dogfights of the Future” dimana pesawat-pesawat F-22 dengan begitu leluasa bisa menghabisi pesawat-pesawat lawan dengan menggunakan misil AIM-120D AMRAAM. Tapi apakah kejadian tersebut merupakan pembuktian fihak Lockheed Martin, pabrik pembuat pesawat F-35 Lightning II, bahwa Australia tidak perlu ragu untuk memiliki pesawat siluman tersebut? Ini dikarenakan fihak Air Power Australia bersekukuh bahwa pesawat-pesawat F-35 tidak cukup bagus untuk Australia dan yang diperlukan adalah pesawat-pesawat F-22 yang sementara ini tidak bisa diexpor.

Dalam situs Air Power Australia berikut Grisha menuliskan suatu skenario untuk menghancurkan ADF (Australian Defence Force) dengan sebagiannya menerapkan taktik yang telah disiapkan oleh Uni Soviet untuk menghadapi AS dalam Perang Dingin sebelumnya. Ternyata hanya dibutuhkan beberapa skadron pesawat Sukhoi Flanker generasi baru yang membawa persenjataan lengkap untuk bisa menghancurkan ADF yang kekuatannya termasuk kelas menengah di dunia. http://www.ausairpower.net/APA-NOTAM-040707-1.html Itu sebabnya Australia akan selalu mengandalkan diri pada payung pertahanan AS.


Diluar Rusia hanya RRC dan India yang memiliki konsentrasi ratusan pesawat Sukhoi Flanker disamping memiliki lisensi untuk membuat pesawat Sukhoi Flanker beserta persenjataannya. Kerja sama antara India dan Rusia menghasilkan misil jelajah BrahMos (diambil dari nama sungai Brahmaputra dan Moskva) yang merupakan misil jelajah tercepat dunia dengan kecepatan Mach 2,8 atau sekitar 3,5 kecepatan misil jejajah Harpoon buatan AS.

Saya yakin dunia dimasa mendatang akan lebih sejuk dengan telah terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden AS yang terbukti lebih mengedepankan adanya dialog. Masih ditunggu apa kelanjutan program yang merupakan warisan Bush berupa penempatan perangkat pertahanan anti peluru kendali NATO berupa roket-roket penangkal di Polandia yang terkait dengan perangkat radar pertahanan udara di Ceko. Sistem ini walaupun dinyatakan oleh Bush tidak ditujukan pada Rusia tapi keberadaannya jelas-jelas mengancam peluru-peluru kendali antar benua Rusia. Hal ini akan diimbangi fihak Rusia dengan menggelar sistem peluru kendali taktis Iskander-M (kode NATO: SS-26 Stone) di wilayah Kaliningrad yang langsung diarahkan pada pangkalan roket di Polandia. Seperti bisa diduga nama Iskander tersebut diambil dari nama salah seorang penguasa dunia yaitu kaisar Iskandar Agung (Alexander the Great). Versi awal sistem peluncur roket jelajah ini berupa Iskander SS-21 Scarab/Tochka telah dipergunakan Rusia untuk menghujani wilayah Georgia pada konflik dibulan Agustus 2008 dengan menimbulkan kerusakan besar.

‘Si vis pacem, para bellum.’ Jika ingin damai, bersiaplah untuk perang.

Sumber: Air Power Australia dan berbagai situs di Internet

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog