Rabu, Juli 14, 2010

Serangan Balik Mafia


Wed 14 Jul 2010

Sejak Presiden SBY menegaskan perjuangan melawan korupsi, perlawanan balik tak pernah henti bermunculan. Tepat setelah Presiden mengeluarkan Inpres percepatan pemberantasan korupsi, ada saja pihak yang meminta agar moratorium pemberantasan korupsi dihentikan. Alasannya, menimbulkan kegoncangan politik dan menghambat tumbuhnya investasi. Tentu saja Presiden menolak tegas usulan demikian. Upaya pemberantasan korupsi harus jalan terus, "the show must go on". Demikian penegasan Presiden.

Namun koruptor tak kenal henti terus berusaha mematahkan perjuangan antikorupsi. Fenomena "corruptors fight back" itulah yang terus menguat, seiring dengan makin gencarnya pemberantasan korupsi, termasuk pemberantasan mafia hukum, "mafia fight back". Koruptor dan mafia hukum melakukan serangan balik bersamaan adalah suatu keniscayaan. Pelaku korupsi biasanya imun dari hukuman, karena mereka bisa membeli oknum aparat hukum. Maka, tidak heran kalau koruptor dan onum mafia peradilan akan berkongsi untuk melawan gerakan antikorupsi dan antimafia hukum, karena zona kenyamanannya (comfort zone) sama, dan kepentingan mereka sama-sama terganggu.

Dalam beberapa kesempatan, saya sampaikan bahwa ada modus perlawanan dilakukan koruptor dan mafioso hukum. Pertama, dengan menguji materi (judicial review) dasar hukum suatu lembaga antikorupsi dan antimafia. Undang-undang KPK sudah diuji berulangkali di Mahkamah Konstitusi. Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum saat ini sedang diuji Keputusan Presiden-nya di Mahkamah Agung. Di masa lalu, Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) bubar, karena dasar hukum pembentukannya dibatalkan oleh MA.

Modus kedua adalah melalui pelemahan aturan pembentukannya melalui proses legislasi (legislative review). Melalui modus ini, dasar hukum suatu lembaga antikorupsi dilemahkan atau bahkan di likuidasi. Misalnya, dulu ada Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), yang akhirnya bubar - menjadi satu dengan KPK, setelah dasar hukumnya diubah.

Modus ketiga adalah dengan dengan mengkriminalisasi pejuang antikorupsi. Persoalan yang sedang dihadapi oleh Antasari , Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah - tiga pimpinan KPK - kabarnya adalah salah satu contoh kriminalisasi demikian. Tidak berbeda, nasib yang dialami oleh Komjen Susno Duaji & Sri Mulyani Indrawati - mantan Kabareskrim yang bongkar kasus Gayus di Tahan dan mantan Menteri Keuangan, yang akhirnya harus meninggalkan kabinet karena dikriminalkan secara politis. Padahal Mbak Ani adalah salah seorang yang berjasa menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi global di tahun 2008-2009.

Modus keempat adalah serangan fisik langsung kepada pejuang antikorupsi. Apa yang dialami oleh Tama Satrya Langkun adalah contoh terkini dari modus terakhir ini. Cara dan intimidasi kekerasan demikian tentu tidak dapat dibenarkan sama sekali. Tidak ada satu alasanpun yang dapat membenarkan tindakan barbarian demikian.

Negeri ini tentu tidak boleh kalah dengan mafia, tidak boleh menyerah dengan para mafioso. Perjuangan antikorupsi dan antimafia hukum adalah perjuangan yang terus digaungkan dan dilakukan. Serangan balik semacam apapun tidak boleh menjadi alasan mundur dari ikhtiar pemberantasan korupsi. Justru serangan balik demikian akan menjadi suplemen penambah energi perlawanan. Semua serangan balik itu harus dilihat sebagai bagian dari konsekuensi perjuangan. Tidaklah mungkin jika para koruptor ataupun para mafioso diam saja, tidak melawan, pada saat kenyamanannya terganggu.

Maka, setiap serangan balik harus dikonversi menjadi penambah semangat perjuangan. Terbukti, ketika serangan pada Tama dilakukan, maka konsolidasi gerakan antikorupsi justru makin kokoh. RS Asri tempat Tama dirawat menjadi meeting point bagi para tokoh antikorupsi menyuarakan keprihatinan dan perlawanannya. Presiden SBY sendiri menyempatkan diri untuk hadir langsung dan membesuk Tama. Kedatangan Presiden tentulah penguatan pesan antikorupsi. Dalam ruang perawatan Tama, Presiden SBY meneguhkan semangat juang Tama, para aktivis ICW dan semua saja pegiat antikorupsi untuk terus maju melawan koruptor. Presiden mengatakan, "Kita tidak boleh surut selangkahpun. Tidak boleh menyerah".

Perjuangan melawan korupsi, memberantas mafia hukum, tentulah bukan pekerjaan mudah. Bukan perjuangan sesaat. Energi marathon jangka panjang, harus disiapkan. Keputus asaan, pesimisme dan sejenisnya tidak boleh diberi ruang. Sebaliknya kesiapan fisik, mental dan optimisme adalah prasyarat utama keberhasilan perjuangan. Akhirnya, kepada para koruptor kepada para mafioso, sekali lagi kita teriakkan kita tidak akan menyerah. Selama hayat masih dikandung badan, maka perjuangan untuk menghadirkan Indonesia yang lebih bersih dan lebihj antimafia hukum akan terus kita wujudkan. Keep on fighting for the better Inddonesia. (*)

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog