Jumat, Januari 03, 2014

Siaran Pers GMP Bung Karno: Melawan Intoleransi Beragama

Tingginya intoleransi dan pembiaran negara  terhadap umat beragama seperti GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, Jemaat Ahmadiyah dan paling bernas pengkafiran dan penyesatan sistematis terhadap Muslim Syiah yang semakin gencar di pelbagai kota melalui penyebaran buku dan tekanan massa kelompok-kelompok yang ingin merusak kerukunan umat beragama semakin merisaukan dan harus menjadi prioritas perjuangan gerakan masyarakat sipil di tahun 2014.

Untuk itu Gerakan Masyarakat Penerus (GMP) Bung Karno menginisiasi konsolidasi masyarakat sipil yang berketuhanan, nasionalis dan pro-persatuan dari sesama anak bangsa untuk melawan intoleransi, memajukan dialog antar/intra-agama dan mendorong pembatalan perda dan fatwa yang telah menimbulkan konflik dan perpecahan di tengah kehidupan bermasyarakat.

Fenomena intoleransi dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan, terutama intoleransi beragama. Tindak kekerasan atas nama agama bahkan telah menimbulkan hal yang amat membahayakan masa depan bangsa, antara lain mengerasnya gerakan-gerakan memaksakan keyakinan agama tertentu, bahkan dipersempit lagi dengan mazhab agama tertentu menggunakan kekerasan untuk menjadi pemegang dominasi dalam urusan kebenaran dan keberagamaan yang semestinya dijamin negara.

Amat sering kita jumpai pemuka agama dan pejabat pemerintah yang berpengaruh dalam masyarakat mengembangkan suatu perspektif yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang hanya boleh bercirikan mazhab agama tertentu dengan cara menindas dan memfitnah kelompok agama dan keyakinan berbeda. Hal ini sangat bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi. Benih-benih intoleransi semakin tumbuh subur dari pola beragama seperti ini.

Terbangunnya opini masyarakat untuk menghakimi agama dan keyakinan yang berbeda menimbulkan rasa saling curiga yang meruncing dalam masyarakat. Ketidakpercayaan terhadap pihak lain karena membesarnya rasa curiga dan benci di antara sesama anak bangsa telah semakin mengeras dan membangkrutkan harmoni dan persatuan di tubuh anak bangsa.

Terkoyaknya kehidupan sosial berbangsa dan bernegara yang semula damai dan menghormati keragaman semakin lama semakin mengarah pada benturan dan konflik sosial. Fenomena ini telah terjadi atas GKI Yasmin, HKBP Filadelfia, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Muslim Syiah dan  kelompok keyakinan dan penghayat di berbagai tempat.


Indonesia ini, seperti dinyatakan Bung Karno, adalah sebuah wadah bersama, yang menampung beraneka agama, beraneka suku, adat-istiadat, dan beraneka aliran politik. Artinya, realitas keanekaragaman, termasuk agama dan aliran kepercayaan, merupakan realitas keindonesiaan yang harus diakui oleh setiap orang Indonesia.Bahkan, sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan, konsensus nasional pertama yang kita sepakati adalah “Indonesia buat semua”. Tidak ada dikotomi pribumi dan non-pribumi. Juga tidak dibenarkan mempertentangkan agama yang satu dengan yang lain. “Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama,” ujar Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945.

Gerakan intoleransi amat penting diwaspadai karena telah menjadi pola yang mirip dengan suatu operasi sistemik yang dapat meruntuhkan kekuatan berbangsa dan bernegara. Gerakan ini antara lain aktif menyebarkan kebencian terhadap golongan-golongan yang berbeda paham dengan mereka setiap pekan di berbagai kota dengan membagi-bagikan secara gratis berbagai barang cetakan (buku, buletin, media online, dan sebagainya), dan membangun opini berdasarkan fitnah dan manipulasi bahwa kelompok yang berbeda dengan mereka sudah pasti sesat sehingga layak diusir dan bahkan dihalalkan darahnya.

Kelompok ini juga melakukan berbagai pendekatan untuk mempengaruhi lembaga-lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas baik dengan lobi, dialog bahkan tekanan massa untuk turut mengeluarkan fatwa penyesatan atas kelompok yang berbeda dan mereka musuhi serta mencegah pembangunan tempat ibadah bahkan menghalangi peribadatan penganut agama tertentu. Kelompok intoleran ini pula melibatkan pemerintah setempat dalam setiap kegiatan propaganda mereka yang dimaksudkan untuk meminjam dan mendapatkan legitimasi negara.

Pelibatan unsur pemerintah dilakukan dengan berbagai cara antara lain mengundang para pejabat pemerintah sebagai narasumber seminar bertopik intoleransi, bahkan mendesakkan munculnya peraturan daerah untuk melarang keyakinan atau ekspresi keberagamaan tertentu.

Menyikapi fenomena tersebut, maka GMP Bung Karno menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemerintah perlu membangun komunikasi intensif antara unsur-unsur pemerintah dengan tokoh-tokoh masyarakat atau tokoh agama untuk menguatkan kehidupan masyarakat yang toleran dan menjunjung tinggi persatuan.
2. Menolak segala bentuk intoleransi beragama, ekstrimisme dan radikalisme yang memicu munculnya kebencian, saling curiga, bahkan tindak kekerasan dalam masyarakat.
3. Menyerukan dicabutnya peraturan daerah dan fatwa yang menyuburkan konflik di tengah masyarakat dan karenanya bertentangan dengan konstitusi dan Pancasila sebagai falsafah dasar berbangsa dan bernegara

Billahi Taufiq wal hidayah. Demikian dan terima kasih.
Jakarta, 3 Januari 2014
KETUA UMUM
GMP BUNG KARNO
Drs. Zulfan Lindan

Sumber Artikel: 
http://www.indonesian.irib.ir/fokus/siaran-pers-gmp-bung-karno-melawan-intoleransi-beragama
http://www.berdikarionline.com/editorial/20130322/negara-dan-intoleransi.html

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog