Kamis, Januari 06, 2011
IAEA Siap Bantu bangun PLTN di Indonesia
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) As Natio Lasman, mengungkapkan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia sudah semakin mendesak. Pasalnya, selain tuntutan pasokan listrik yang cukup sumber energi fosil seperti minyak dan batubara juga semakin langka.
“Mulai tahun 2010 Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) selalu siap membantu negara-negara yang berkeinginan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), termasuk Indonesia.
Kini Pemerintah mulai melakukan sosialisasi pemanfaatan energi nuklir secara lebih intensif,” katanya di sela-sela Executive Meeting Bidang Kesehatan dengan tema “Program Proteksi Radiasi dan Keamanan Sumber Radioaktif” yang dibuka Menristek Suharna Surapranata,kamis 30 desember 2010
Untuk menghasilkan energi pembangkit listrik, kebutuhan bahan bakar fosil sangat besar. Tahun 2009 saja dibutuhkan sekitar 26 juta ton batu bara.Namun Jika menggunakan energi nuklir bahan yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Sebab untuk menghasilkan energi setara 3.000 ton batu bara hanya dibutuhkan 1 kg uranium.
Negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia rencananya sudah akan menggunakan PLTN pada tahun 2016 dan 2017. Sementara di Indonesia sampai saat ini masih banyak pro dan kontra soal pembangunan PLTN.
Penggunaan energi listrik untuk bidang kesehatan dan industri di Indoesia sebenarnya sudah cukup lama. Namun untuk bidang perlistrikan masih ada sejumlah pihak yang mengaku khawatir. Padahal risiko pembangunan PLTN sebenarnya tidaklah seperti yang dibayangkan selama ini. Umumnya jika berbicara tenaga nuklir orang akan langsung terbayang pada bom Hirosima dan Nagasaki.“Jika mulai menggunakan PLTN diharapkan kedepan kita tidak akan ada lagi mendengar keluhan kekurangan pasokan listrik atau pasokan listrik secara bergantian.”Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) selalu siap membantu negara-negara yang berkeinginan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), termasuk Indonesia.
"Tentang rencana pembangunan PLTN pertama di Indonesia sesungguhnya kita tidak perlu ragu lagi untuk melangkah karena dunia bahu-membahu dalam membantu negara-negara yang berkeinginan membangun PLTN," kata Konsultan pada Seksi Pengembangan Teknologi Nuklir IAEA, Jupiter S. Pane di Austria, dalam wawancara dengan surat elektronik, Kamis.IAEA telah membentuk suatu tim khusus yang disebut Integrated Nuclear infrastructure Group (INIG) yang tugasnya khusus untuk membantu negara-negara berkembang secara sistematis dalam merencanakan pembangunan PLTN-nya, ujar Jupiter Pane.INIG, lanjut Jupiter S Pane, telah membantu membahas status kesiapan infrastruktur negara-negara yang akan membangun PLTN seperti Jordania, Vietnam, Indonesia, dan Thailand melalui Misi INIR (Integrated Nuclear Infrastructure Review).
Hal ini, lanjut dia, terkait dengan fakta bahwa 60 negara berkembang telah menunjukkan keinginannya untuk membangun PLTN dan diperkirakan 15-30 PLTN akan dibangun sebelum tahun 2030, seperti disampaikan Direktur jenderal IAEA pada Konferensi Umum ke-54.Review status kesiapan infrastruktur Indonesia fase 1 telah dilakukan pada pertengahan Oktober 2009, dan hasilnya menunjukkan kesiapan Indonesia untuk melanjutkan persiapan ke fase 2.
Fase 2 itu yaitu melakukan persiapan untuk menyusun spesifikasi lelang (Bid Information Specification) sambil memperkuat ke 19 isu infrastruktur nuklir.
Namun sebelum melangkah pada pekerjaan tersebut harus ada keputusan "Go Nuclear" dari pemerintah terlebih dahulu serta tingkat penerimaan masyarakat yang cukup, ujarnya.Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia harus dimulai karena biaya modal PLTN jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya.Demikian disampaikan DR Budi Sudarsono, ketua Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan, dalam diskusi terbuka "Pro dan Kontra masalah PLTN di Indonesia, dalam aspek keekonomian", di YTKI, Jakarta,
"Untuk di Indonesia, menurut Studi Beehtel tahun 1985 biaya modal PLTN di Jawa lebih kecil (rendah) dibanding biaya modal PLTN di Amerika Serikat," tukasnya.
Bukan itu saja menurutnya, dengan PLTN biayanya juga jauh lebih rendah dibanding dengan Pembangkit Listrik bertenaga Batubara, Minyak, maupun Gas dan Panas Bumi.
"Pilihan nuklir, karena biaya pembangkitan terendah," tambahnya.Dia memaparkan data WNA, ditunjukkan bahwa total biaya untuk 1 kilogram Uranium adalah sekitar USD 2555. "Pada pembakaran 45 ribu mWd/t menghasilkan 3.600.000 kWh. Jadi ongkos bahan bakarnya adalah 0,71 sen/kWh," bebernya.
(Poskota/Republika)
Langganan:
Postingan (Atom)