Senin, September 26, 2011
Pemimpin Kharismatik Libya MuamarQaddafi memang sasaran empuk. Sikapnya yang eksentrik serta track record kekerasan yang dilakukannya terhadap para oposannya membuat NATO dengan mudah meraih dukungan dunia saat melancarkan operasi menjarah Libya. Langkah awal NATO adalah dengan membekukan aset-aset Libya. Alasan yang mereka berikan tentu saja: itu uang Qaddafi, hasil korupsi atas kekayaan rakyatnya. Karena itulah, tak banyak yang memrotes. Seolah-olah negara-negara Barat memang berhak membekukan uang orang-orang yang dituduh korupsi. Total aset Libya yang dibekukan Barat berjumlah $150 milyar dollar, $100 milyar dollar di antaranya berada dalam genggaman negara-negara yang bergabung dalam agresi NATO ke Libya.
Pertanyaannya, kemana uang itu sekarang? Siapa yang memanfaatkannya? Sebelum sampai ke jawaban, ada fakta menarik yang tak banyak diketahui publik: Libya ternyata tidak punya hutang luar negeri. Libya adalah negara kaya, dengan cadangan minyak terkaya di Afrika.
Lalu, NATO dengan alasan ‘humanitarian intervention' membombardir puluhan ribu target sipil: fasilitas kesehatan, sekolah, sistem distribusi air, rumah, masjid, jalanan, atau perkantoran. Bahkan rumah Qaddafi pun tak luput dari bombardir, sehingga menewaskan tiga cucu Qaddafi, dan anak-menantu Qaddafi. Kini, Libya telah porakporanda. Seharusnya, ‘uang Qaddafi' yang dibekukan itu dikembalikan kepada rakyat Libya, minimalnya kepada NTC, yang dengan sekejap meraih pengakuan dari negara-negara NATO sebagai ‘pemerintahan transisi yang sah di Libya'. Tapi bagaimana kenyataannya?
Negara-negara NATO kini beramai-ramai menawarkan bantuan untuk merekonstruksi Libya yang sudah hancur itu. Dalam perundingan di Paris, para pemimpin negara-negara NATO setuju untuk mencairkan milyaran dollar uang yang dibekukan itu untuk membantu pemerintahan transisi Libya membangun kembali fasilitas pelayanan publik. Hanya, parahnya, dana itu akan diberikan dalam bentuk hutang!
Financial Post (10/9) melaporkan, beberapa hari setelah pemimpin negara-negara NATO menyetujui pencairan aset Libya yang dibekukan itu, diadakan pertemuan G8 di Marseille. Dalam pertemuan itu, negara-negara G8 setuju untuk menggelontorkan dana pinjaman sebesar 38 milyar dollar kepada negara-negara Arab, dan ‘menawarkan kepada Libya untuk menerima dana pinjaman itu'. Wakil dari NTC hadir dalam pertemuan di Marseille tersebut.
Siapa saja negara-negara G8 yang ‘berbaik hati' memberikan pinjaman kepada negara-negara Arab yang kacau-balau akibat berbagai aksi penggulingan rezim itu? Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, AS, Kanada, dan Rusia. Sementara itu, asset $150 milyar dollar Libya yang dibekukan itu, ternyata berada di Perancis, AS, Inggris, Belgia, Netherland, Italia, Kanada. Benar-benar sebuah ‘kebetulan' bahwa negara-negara ini sebagiannya bergabung di G8, dan semuanya bersama-sama bergabung dalam NATO.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa sedemikian ‘kebetulan': aset Libya berada di negara-negara agresor Libya? Seolah-olah terlihat wajar bahwa para koruptor menanamkan uang di negeri-negeri Barat. Namun, fakta lain menunjukkan bahwa ternyata ada orang-orang yang selama ini mengelola keuangan Qaddafi dan merekalah yang kini bersatu dalam barisan anti-Qaddafi.
Pada tahun 2008, dibentuk The Libyan Investment Authority. Lembaga inilah yang menginvestasikan uang rakyat Libya di berbagai negara Barat. Tokoh-tokoh LIA antara lain adalah Mohamed Layas, yang sebulan sebelum dimulainya aksi pemberontakan di Libya (Januari), menyimpan uang atas nama LIA sebesar 32 juta dollar di bank AS. Lima pekan kemudian (Februari), AS membekukan aset Libya.
Tokoh lainnya adalah Farhat Bengdara. Bengdara adalah politisi kelahiran Benghazi. Selain sebagai anggota LIA, dia juga Gubernur Bank Sentral Libya. Aksi pemberontakan Libya pecah di Benghazi (tanah kelahiran Bengdara) pada 17 Februari. Pada 21 Februari, Bengdara meninggalkan Libya dan tinggal di Turki sejak saat itu. Sungguh sebuah kebetulan, hanya 4 hari kemudian, PBB menerapkan ‘no fly zone' di Libya.
Banyak orang menyebut-nyebut dengan nada ejekan, bahwa pembahasan ‘di balik layar' seperti ini adalah teori konspirasi. Namun, sesungguhnya segalanya sangat masuk akal. Negara-negara NATO adalah negara-negara kapitalis yang tidak akan membuang-buang uang hanya demi ‘menolong' orang Afrika. Dan serbuan ala NATO tidak akan terjadi hanya dengan perencanaan mendadak. Segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan matang, termasuk pendanaannya. Sumber dana termudah tentu saja, dengan merekrut orang-orang di sekeliling Qaddafi untuk menyimpan uang di bank-bank negara-negara NATO, lalu ‘dibekukan' atas nama kemanusiaan. Dan kini, dengan dana yang sama, mereka menawarkan hutang kepada pemerintahan transisi Libya untuk merekonstruksi negeri yang sudah mereka porakporandakan itu.
Metode Perampokan Negara - Negara Barat seperti yang mereka lakukan di Libya sangat mungkin diterapkan pada Indonesia dikemudian hari dengan versi yang hampir sama .
Maka Pemerintah dan Rakyat seluruh Indonesia perlu lebih waspada serta tidak mudah untuk di adu domba . Wasalam
Sumber : Dina Y. Sulaeman*
*penulis adalah alumnus Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran
Senin, September 19, 2011
Ketergantungan Indonesia pada Komoditas impor
Pemerintah dan rakyat Indonesia sudah kecanduan impor. Ketergantungan Indonesia pada komoditas yang didatangkan dari negara lain itu semakin mengkhawatirkan.
Khususnya di sektor pangan, perut anak negeri ini semakin digantungkan pada hasil bumi negara lain. Hal itu tampak dari nilai impor pangan Indonesia yang selama semester I/2011 mencapai Rp45,6 triliun atau naik Rp5 triliun lebih ketimbang semester I/2010 sebesar Rp39,91 triliun.
Komoditas impor pun semakin bervariasi, mulai dari beras, jagung, singkong, bawang merah, cabai, hingga buah-buahan seperti jeruk.
Bahkan, Indonesia sebagai salah satu pemilik garis pantai terpanjang di dunia juga mengimpor garam untuk konsumsi warganya.
Tak hanya itu, untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di dalam negeri, pemerintah juga mengimpor. Jumlahnya pun terus bertambah.
Terakhir, pemerintah menambah kuota impor daging beku sebesar 28 ribu ton.
Dengan demikian, total daging sapi beku yang didatangkan pada tahun ini menjadi 100 ribu ton.
Penambahan itu memicu protes dari peternak. Mereka khawatir peningkatan kuota impor itu bakal mendistorsi harga daging sapi lokal.
Apalagi, jumlah sapi lokal saat ini mencapai 14,8 juta ekor atau telah melebihi target swasembada sapi, yaitu 14,3 juta ekor. Seharusnya tidak ada alasan lagi untuk mengimpor.
Namun, pemerintah berkukuh menambah kuota. Dengan dalih mengamankan stok, keran masuk barang impor dibuka lebar-lebar.
Kengototan itu menegaskan tidak adanya keberpihakan pemerintah pada sumber daya lokal. Sekaligus menunjukkan tiadanya keinginan untuk membangun kedaulatan pangan.
Padahal, persoalan kemandirian pangan mendesak untuk dibenahi. Sebab, hal itu menyangkut kebutuhan primer rakyat.
Terlalu menggantungkan pemenuhan kebutuhan pokok pada produk impor bisa menjadi bumerang di kemudian hari. Apalagi dengan ancaman krisis pangan yang membayangi dunia, pasar pangan global tidak bisa lagi dipercaya sebagai sumber stok.
Indonesia harus mulai mengandalkan pasokan dalam negeri. Membangun swasembada pangan memang butuh kerja keras, tetapi bukan mustahil untuk dicapai karena negara ini punya semua. Lahan yang luas, iklim yang tropis, bangsa yang agraris, sampai pasar yang besar.
Tinggal keberpihakan pemerintah pada sektor pertanian yang belum tampak. Juga, tidak adanya keberanian memberangus kartel pangan membuat negeri ini menjadi negeri pecandu impor.(mediaindonesia)
Khususnya di sektor pangan, perut anak negeri ini semakin digantungkan pada hasil bumi negara lain. Hal itu tampak dari nilai impor pangan Indonesia yang selama semester I/2011 mencapai Rp45,6 triliun atau naik Rp5 triliun lebih ketimbang semester I/2010 sebesar Rp39,91 triliun.
Komoditas impor pun semakin bervariasi, mulai dari beras, jagung, singkong, bawang merah, cabai, hingga buah-buahan seperti jeruk.
Bahkan, Indonesia sebagai salah satu pemilik garis pantai terpanjang di dunia juga mengimpor garam untuk konsumsi warganya.
Tak hanya itu, untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di dalam negeri, pemerintah juga mengimpor. Jumlahnya pun terus bertambah.
Terakhir, pemerintah menambah kuota impor daging beku sebesar 28 ribu ton.
Dengan demikian, total daging sapi beku yang didatangkan pada tahun ini menjadi 100 ribu ton.
Penambahan itu memicu protes dari peternak. Mereka khawatir peningkatan kuota impor itu bakal mendistorsi harga daging sapi lokal.
Apalagi, jumlah sapi lokal saat ini mencapai 14,8 juta ekor atau telah melebihi target swasembada sapi, yaitu 14,3 juta ekor. Seharusnya tidak ada alasan lagi untuk mengimpor.
Namun, pemerintah berkukuh menambah kuota. Dengan dalih mengamankan stok, keran masuk barang impor dibuka lebar-lebar.
Kengototan itu menegaskan tidak adanya keberpihakan pemerintah pada sumber daya lokal. Sekaligus menunjukkan tiadanya keinginan untuk membangun kedaulatan pangan.
Padahal, persoalan kemandirian pangan mendesak untuk dibenahi. Sebab, hal itu menyangkut kebutuhan primer rakyat.
Terlalu menggantungkan pemenuhan kebutuhan pokok pada produk impor bisa menjadi bumerang di kemudian hari. Apalagi dengan ancaman krisis pangan yang membayangi dunia, pasar pangan global tidak bisa lagi dipercaya sebagai sumber stok.
Indonesia harus mulai mengandalkan pasokan dalam negeri. Membangun swasembada pangan memang butuh kerja keras, tetapi bukan mustahil untuk dicapai karena negara ini punya semua. Lahan yang luas, iklim yang tropis, bangsa yang agraris, sampai pasar yang besar.
Tinggal keberpihakan pemerintah pada sektor pertanian yang belum tampak. Juga, tidak adanya keberanian memberangus kartel pangan membuat negeri ini menjadi negeri pecandu impor.(mediaindonesia)
Minggu, September 11, 2011
China Kembangkan Terobosan Baru Teknologi Nuklir
Republik Rakyat China menyatakan telah membuat terobosan dalam teknologi nuklir, dengan pengujian pertama sebuah reaktor neutron cepat eksperimental. Lembaga Energi Atom Tiongkok menyebut telah menguji reaktor kecil di luar Beijing Kamis, menghubungkannya ke jaringan listrik untuk menghasilkan listrik.
Dengan menguji sebuah reaktor neutron cepat eksperimental, Tiongkok bertekad menjadi inovator terkemuka dalam tenaga nuklir.Tes itu menyorot tekad Beijing untuk menjadi inovator terkemuka dalam tenaga nuklir meskipun ada perlambatan dalam menyetujui PLTN baru untuk pemeriksaan keamanan setelah bencana nuklir di Jepang pada bulan Maret.
Beijing menghabiskan waktu satu tahun untuk menguji reaktor neutron cepat sebelum menghubungkannya ke jaringan listrik.
Teknologi baru itu meningkatkan efisiensi energi reaktor uranium, yang memungkinkan penggunaan uranium lebih sedikit untuk menghasilkan listrik. Ini juga berarti bahwa limbah nuklir dari reaktor yang lebih tua, yang kurang efisien, berpotensi digunakan kembali. Para ahli mengatakan teknologi itu juga mengurangi limbah radioaktif.
Namun, reaktor neutron cepat juga memiliki kelemahan potensial, termasuk sistem pendingin yang mungkin lebih berisiko.
Sumber : VOA
Dengan menguji sebuah reaktor neutron cepat eksperimental, Tiongkok bertekad menjadi inovator terkemuka dalam tenaga nuklir.Tes itu menyorot tekad Beijing untuk menjadi inovator terkemuka dalam tenaga nuklir meskipun ada perlambatan dalam menyetujui PLTN baru untuk pemeriksaan keamanan setelah bencana nuklir di Jepang pada bulan Maret.
Beijing menghabiskan waktu satu tahun untuk menguji reaktor neutron cepat sebelum menghubungkannya ke jaringan listrik.
Teknologi baru itu meningkatkan efisiensi energi reaktor uranium, yang memungkinkan penggunaan uranium lebih sedikit untuk menghasilkan listrik. Ini juga berarti bahwa limbah nuklir dari reaktor yang lebih tua, yang kurang efisien, berpotensi digunakan kembali. Para ahli mengatakan teknologi itu juga mengurangi limbah radioaktif.
Namun, reaktor neutron cepat juga memiliki kelemahan potensial, termasuk sistem pendingin yang mungkin lebih berisiko.
Sumber : VOA
Kamis, September 01, 2011
MENTERI - MENTERI S.B.Y. TITIPAN AMERIKA
Wikileaks kembali membuka 'rahasia' Indonesia. Kali ini bukan tentang penyalahgunaan wewenang oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tapi mengenai beberapa menteri dalam kabinet Indonesia Bersatu II.
Situs kontroversial itu merilis beberapa dokumen rahasia dari kedutaan Amerika di Jakarta tentang menteri-menteri RI yang berpotensi menjadi sekutu Amerika. Menteri-menteri itu diharapkan dapat memuluskan tujuan AS di berbagai bidang, di antaranya ekonomi, kesehatan dan politik luar negeri.
Demikian inti bocoran terbaru dari kawat diplomatik yang dikirim Duta Besar AS untuk Jakarta kala itu, Cameron Hume, ke Gedung Putih, yang termuat di laman WikiLeaks, Kamis (24 Agustus 2011) kemarin. "Kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang baru menjanjikan dalam hal kerjasama AS-Indonesia di sejumlah isu penting seperti: ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan keamanan pertahanan," demikian pernyataan dalam dokumen tersebut.
Dokumen berkode 09JAKARTA1773 itu dibuat pada 23 Oktober 2009, dua hari setelah Presiden SBY mengumumkan kabinet barunya. Dalam dokumen itu, Cameron Hume memaparkan beberapa nama menteri yang potensial menjadi sekutu Amerika.
Di bidang ekonomi, ada Sri Mulyani Indrawati yang menjadi Menteri Keuangan. Ani --demikian panggilan Sri Mulyani-- pernah menjadi pejabat di Bank Dunia (World Bank). Sedangkan duet Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Menteri Perindustrian MS Hidayat disebut sebagai personal yang diterima dengan baik oleh kalangan pebisnis.
Sementara Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa dinilai bisa ‘bermanfaat' secara politik karena memiliki kedekatan dengan SBY. Meski Hatta dianggap kurang berperan dalam reformasi, tetapi "Bisa dimanfaatkan kekuatan politiknya untuk mendorong sejumlah kebijakan," tulis dokumen yang dipaparkan WikiLeaks itu.
Dalam bidang kesehatan, AS menyebutkan nama Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai calon sekutu AS. pemilihan Endang, dokter lulusan Harvard yang pernah bekerja di USAID dan berpengalaman menyelesaikan kasus flu burung, disebut AS sebagai "pertanda baik." Sementara Menteri Lingkungan Hidup Gusti M. Hatta disebut sebagai akademisi terhormat dan akan memfokuskan isu perubahan iklim dalam masa kerjanya.
Bocoran kawat diplomatik Kedubes AS itu juga menyebutkan mitra kunci dalam isu keamanan dan pertahanan, yakni Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Djoko Suyanto. Mantan Panglima TNI itu, di mata AS, menjadi tokoh penting dalam reformasi militer Indonesia. Laporan tersebut menyebutkan bahwa nama Djoko Suyanto tidak asing bagi militer AS, karena dia pernah dilatih di pangkalan udara Nellis di negara bagian Nevada.
Terkait menteri pertahanan, pihak AS menilai bahwa sosok Purnomo Yusgiantoro sangat pas mengisi pis tersebut. "Purnomo telah bekerjasama dalam isu keamanan, kontraterorisme dan energi dengan kita," kata dokumen tersebut.
Selain itu, Dubes AS juga menganggap perlunya dilakukan tindakan nyata untuk menarik Menteri Marty Natalegawa sebagai partner kunci hubungan diplomatik AS-RI. Tindakan pertama yang diminta oleh Kedubes AS, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton segera memberikan selamat kepada Marty karena ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri RI yang baru. Saat itu, Marty menggantikan posisi menlu sebelumnya yang dijabat oleh Hassan Wirajuda.
Dokumen tersebut juga membuat rekomendasi agar Menlu AS, Hillary Clinton, tidak hanya mengucapkan selamat, tetapi juga meminta diadakannya pertemuan di sela-sela pertemuan APEC pada November di Jakarta 2008. Dokumen itu merekomendasikan agar Washington merangkul Menlu Natalegawa untuk menjadi rekan dan penyokong kebijakan AS.
Berbeda dengan dokumen di Wikileaks dalam kasus 'penyalahgunaan wewenang' oleh presiden SBY yang mendapat reaksi keras dari pemerintah RI, kali ini belum ada respon dari pejabat RI.
Bagi Amerika, semakin banyak tokoh yang bisa dimanfaatkan untuk memuluskan kebijakannya di Indonesia, maka semakin dalam pula cengkeraman ‘invasi terselubung' yang dilakukan AS di negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim ini. Dan Amerika, tampaknya, telah memainkan perannya lewat tangan orang-orang dekatnya di kabinet. (Gatra)
Situs kontroversial itu merilis beberapa dokumen rahasia dari kedutaan Amerika di Jakarta tentang menteri-menteri RI yang berpotensi menjadi sekutu Amerika. Menteri-menteri itu diharapkan dapat memuluskan tujuan AS di berbagai bidang, di antaranya ekonomi, kesehatan dan politik luar negeri.
Demikian inti bocoran terbaru dari kawat diplomatik yang dikirim Duta Besar AS untuk Jakarta kala itu, Cameron Hume, ke Gedung Putih, yang termuat di laman WikiLeaks, Kamis (24 Agustus 2011) kemarin. "Kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang baru menjanjikan dalam hal kerjasama AS-Indonesia di sejumlah isu penting seperti: ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan keamanan pertahanan," demikian pernyataan dalam dokumen tersebut.
Dokumen berkode 09JAKARTA1773 itu dibuat pada 23 Oktober 2009, dua hari setelah Presiden SBY mengumumkan kabinet barunya. Dalam dokumen itu, Cameron Hume memaparkan beberapa nama menteri yang potensial menjadi sekutu Amerika.
Di bidang ekonomi, ada Sri Mulyani Indrawati yang menjadi Menteri Keuangan. Ani --demikian panggilan Sri Mulyani-- pernah menjadi pejabat di Bank Dunia (World Bank). Sedangkan duet Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Menteri Perindustrian MS Hidayat disebut sebagai personal yang diterima dengan baik oleh kalangan pebisnis.
Sementara Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa dinilai bisa ‘bermanfaat' secara politik karena memiliki kedekatan dengan SBY. Meski Hatta dianggap kurang berperan dalam reformasi, tetapi "Bisa dimanfaatkan kekuatan politiknya untuk mendorong sejumlah kebijakan," tulis dokumen yang dipaparkan WikiLeaks itu.
Dalam bidang kesehatan, AS menyebutkan nama Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai calon sekutu AS. pemilihan Endang, dokter lulusan Harvard yang pernah bekerja di USAID dan berpengalaman menyelesaikan kasus flu burung, disebut AS sebagai "pertanda baik." Sementara Menteri Lingkungan Hidup Gusti M. Hatta disebut sebagai akademisi terhormat dan akan memfokuskan isu perubahan iklim dalam masa kerjanya.
Bocoran kawat diplomatik Kedubes AS itu juga menyebutkan mitra kunci dalam isu keamanan dan pertahanan, yakni Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Djoko Suyanto. Mantan Panglima TNI itu, di mata AS, menjadi tokoh penting dalam reformasi militer Indonesia. Laporan tersebut menyebutkan bahwa nama Djoko Suyanto tidak asing bagi militer AS, karena dia pernah dilatih di pangkalan udara Nellis di negara bagian Nevada.
Terkait menteri pertahanan, pihak AS menilai bahwa sosok Purnomo Yusgiantoro sangat pas mengisi pis tersebut. "Purnomo telah bekerjasama dalam isu keamanan, kontraterorisme dan energi dengan kita," kata dokumen tersebut.
Selain itu, Dubes AS juga menganggap perlunya dilakukan tindakan nyata untuk menarik Menteri Marty Natalegawa sebagai partner kunci hubungan diplomatik AS-RI. Tindakan pertama yang diminta oleh Kedubes AS, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton segera memberikan selamat kepada Marty karena ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri RI yang baru. Saat itu, Marty menggantikan posisi menlu sebelumnya yang dijabat oleh Hassan Wirajuda.
Dokumen tersebut juga membuat rekomendasi agar Menlu AS, Hillary Clinton, tidak hanya mengucapkan selamat, tetapi juga meminta diadakannya pertemuan di sela-sela pertemuan APEC pada November di Jakarta 2008. Dokumen itu merekomendasikan agar Washington merangkul Menlu Natalegawa untuk menjadi rekan dan penyokong kebijakan AS.
Berbeda dengan dokumen di Wikileaks dalam kasus 'penyalahgunaan wewenang' oleh presiden SBY yang mendapat reaksi keras dari pemerintah RI, kali ini belum ada respon dari pejabat RI.
Bagi Amerika, semakin banyak tokoh yang bisa dimanfaatkan untuk memuluskan kebijakannya di Indonesia, maka semakin dalam pula cengkeraman ‘invasi terselubung' yang dilakukan AS di negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim ini. Dan Amerika, tampaknya, telah memainkan perannya lewat tangan orang-orang dekatnya di kabinet. (Gatra)
Langganan:
Postingan (Atom)