Bloomberg hari Rabu (1/10/2014 menampilkan berita berjudul Guerrilla Indonesian Opposition Stymies Widodo (Gerilya Oposisi Indonesia Menghalangi Widodo).
Tulisan ini menyebut Prabowo Subianto telah meraih beberapa kemenangan
pascakekalahannya di Pilpres 2014 dan gugatannya terhadap KPU ditolak
Mahkamah Konstitusi (MK).
Reporter Bloomberg, Neil
Chatterjee, juga menuliskan kondisi politik Indonesia yang berpotensi
tidak stabil karena kuatnya Koalisi Merah Putih pro Prabowo di DPR.
Hal
itu sudah dimulai dengan dicabutnya pilkada langsung melalui RUU Pilkada
yang dinilai melemahkan pengaruh partai pengusung Jokowi, PDIP.
“Koalisi
Prabowo telah bekerja sama setelah kekalahan Pilpres Juli, didukung
Partai Demokrat besutan Presiden SBY. Dengan kekuatan mayoritas, mereka
meloloskan aturan yang mencabut pilkada langsung,” tulis Neil, Rabu
(1/10/2014).
Inilah yang disebut sebagai tantangan besar bagi Jokowi sejak awal, bahkan sebelum dilantik. Bloomberg menyebut partai-partai pendukung Prabowo akan menyiapkan agenda mereka sejak Jokowi dilantik bulan ini.
“Ini
akan menjadi preseden buruk bagi stabilitas politik dan kepastian hukum
di negara ini. Skenario ini akan terus terjadi, lagi dan lagi,” tulis
Neil mengutip peranyataan pakar ekonomi dari PT BCA, David Sumual.
The Australia
juga menyoroti soal UU MPR DPR dan DPD (MD3) yang telah lolos dari
gugatan di MK dan UU Pilkada. Media Australia ini juga menekankan
ancaman bagi pemerintahan Jokowi-JK mendatang.
“Koalisi
Prabowo menjadi ancaman bagi presiden mendatang dengan tujuan membuat 5
tahun pemerintahannya tidak bisa dipertahankan,” tulis kontributor The
Australia, Peter Alford.
Hal ini karena UU MD3 memungkinkan
Koalisi Merah Putih mengontrol keputusan DPR dengan menguasai jajaran
pimpinan DPR–termasuk pimpinan komisi–dan MPR. Sementara, PDIP sebagai
partai pemenang Pemilu 2014 justru terancam tidak mendapatkan posisi
apa-apa di pimpinan DPR.
The Australia juga menyorot soal
dampak UU MD3 terhadap upaya pemberantasan korupsi oleh KPK, khususnya
kasus yang mungkin menyeret para legislator. Undang-undang yang telah
sering dikritik KPK ini dinilai menghalangi investigasi terhadap para
anggota DPR.
“Pendirian kaim jelas bahwa KPK memiliki aturan
tersendiri yang menyebutkan KPK tidak perlu izin untuk memanggil
seseorang,” tulis The Australia mengutip pernyataan Johan Budi.