Jumat, Agustus 21, 2009

Warga Asli Irian Barat Meradang Tuntut Berpisah Dari N.K.R.I




Timika: Ratusan karyawan PT Freeport Indonesia, Kamis (20/8), mendatangi terminal bus di Mil 27. Para karyawan hendak memastikan keberangkatan ke tempat kerja mereka di distrik Tembagapura, Papua. Namun, mereka harus kecewa karena hanya mendapati pengumuman bahwa tak ada layanan bus menuju Tembagapura. Karyawan diminta kembali untuk memastikan bisa tidaknya bekerja pada Sabtu mendatang.
Juru bicara PT FI, Mindo Pangaribuan, menyatakan segala kebijakan mengenai transportasi karyawan menuju Tembagapura atau sebaliknya, dengan mempertimbangkan keselamatan karyawan PT FI dan keluarganya.

Hingga berita ini diturunkan, sebanyak lima korban luka masih dirawat di rumah sakit. Mereka terluka setelah bus karyawan yang baru pulang dari Tembagapura menuju Timika, ditembaki orang tak dikenal [baca: Penembakan Bus Freeport Lukai Enam Orang].
Sebelumnya, teror penembakan juga terjadi 12 Agustus silam di antara Mil 41 dan 42. Mobil patroli Freeport hancur akibat teror ini [baca:Kelompok Bersenjata Tembaki Mobil Freeport]. Akibat rangkaian teror, jalan menuju Tembagapura akhirnya ditutup sementara waktu sejak 17 Agustus lalu, sehingga karyawan Freeport tidak bisa berangkat kerja maka Karyawan Freeport Dihentikan Sementara]

Organisasi Papua Merdeka Menistakan dan berhasil Memalukan N.K.R.I Dimata Dunia Internasional pada hari kemerdekaan Indonesia ke 64

Juru bicara OPM seorang warga negara Belanda " Oridek Ap mengatakan 85% Rakyat Papua tidak mengakui bahwa Papua adalah bagian dari Negara Indonesia. Menurut dia, kawasan itu dijajah oleh Indonesia karena waktu Proklamasi 17 Agustus 1945, Papua tidak termasuk dan tidak ada dalam butir perjanjian Konferensi Meja Bundar ; Penyerahan Kedaulatan dari Belanda pada Indonesia , menurut Oridek Ap Dunia Internasional harus jujur untuk tidak mengakui bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. Menurut dia, kawasan itu dijajah oleh Indonesia karena waktu Proklamasi 17 Agustus 1945, Papua tidak termasuk. Masuknya kawasan itu ke NKRI, tambah aktivis Papua Barat ini, adalah hasil manipulasi negara-negara luar, seperti Amerika dan Belanda.Senada dengan Oridek Ap, Chris van de Klauw juga mendukung kemerdekaan rakyat Papua. Pria Belanda yang juga ikut berdemonstrasi itu menyesalkan Pemerintah Belanda tidak concern Lagi perhatikan perjuangan kemerdekaan Papua.Pemerintah Belanda bungkam, katanya, dengan dalih tidak mau mengganggu hubungan baik dengan RI. Menurut Van der Klauw, Pemerintah Belanda tidak konsisten.
"Saya dengar pemerintah Belanda teriak tentang apa yang terjadi di dunia. Tapi dalam kasus ini mereka hampir tidak bicara. Saya menyayangkan itu. Dengan cara ini, setidaknya kami ingin memperlihatkan bahwa Bintang Kejora masih ada dan masih ada negara yang berteriak minta perhatian dan minta merdeka," ujar Chris van de Klauw.
Pada Tanggal 17 Agustus 2009 Di di beberapa titik di kabupaten Mimika Papua telah dikibarkan bendera Bintang Kejora juga DiBelanda terjadi demonstrasi yang disponsori organisasi free west Papua dan Pengibaran Bendera Bintang Kejora didepan Sekolah Indonesia Netherland / SIN ' Masuknya kawasan Papua Barat ke NKRI, tambah aktivis Papua Barat ini, adalah hasil manipulasi kolektif negara negara , seperti Amerika Ingris dan Belanda Senada dengan Oridek Ap, Chris van de Klauw juga mendukung kemerdekaan rakyat Papua. Pria Belanda yang juga ikut berdemonstrasi itu menyesalkan Pemerintah Belanda tidak Lagi perhatikan perjuangan kemerdekaan Papua.
Pemerintah Belanda bungkam, katanya, dengan dalih tidak mau mengganggu hubungan baik dengan RI. Menurut Van der Klauw, Belanda tidak konsisten.
"Saya dengar pemerintah Belanda teriak tentang apa yang terjadi di dunia. Tapi dalam kasus ini mereka hampir tidak bicara. Saya menyayangkan itu. Dengan cara ini, setidaknya kami ingin memperlihatkan bahwa Bintang Kejora masih ada dan masih ada negara yang berteriak minta perhatian dan minta merdeka," ujar Chris van de Klauw.

Kasus Abepura

Di saat yang sama, insiden pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) Bintang Kejora juga terjadi di Distrik Abepura, Papua. Peristiwa terjadi tanggal 17 Agustus 2009, tepat pukul 06.00 WIT, menjelang perayaan hari Kemerdekaan Republik Indonesia

Pengibaran Bintang Kejora dilakukan oleh orang tidak dikenal di sebuah perbukitan di Kelurahan Asano, Distrik Abepura, Papua. Bintang Kejora ditancapkan di atas tiang bendera setinggi tiga meter.
Sementara itu, kurang sehari acara perayaan Kemerdekaan, suasana mencekam melanda kawasan PT Freeport, Papua. Saat itu, bus milik Freeport ditembak kelompok bersenjata.
Insiden penembakan bus Freeport itu terjadi Ahad (16/8) pukul 15.00 WIT di kawasan mile 42, tepatnya pada ruas jalan yang menghubungkan antara Timika dengan Tembagapura.
Sebelum ini, kasus penembakan di areal PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, mengakibatkan tiga orang meninggal dunia & tujuh orang luka-luka.
Kepala Suku Kampung Babrongko Jayapura, Papua, Ramses Wally SH di Jayapura, mengatakan, kasus penembakan di areal PT. Freeport sudah sering terjadi.
Hanya saja, meski kegiatan seperti ini juga merupakan tindakan “teror” dan juga masuk kegiatan merongrong NKRI, tak satu pun aparat, pengamat atau media menyebutnya sebagai “teroris”.

Timika Papua: Dulu Sumber Penghidupan,Namun Kini Sumber Persoalan : sumber ketidak adilan

Hujan deras yang mengguyur Timika, ibu kota Kabupaten Mimika, Papua, pada Senin (20/7) malam itu tidak menyejukkan hati Atina Uwamang. Enam jam sebelumnya, Jonas Uwamang, mertua Atina, dicokok polisi.
Victor Beanal, kepala suku Amungme dari Kampung Tsinga, yang Senin siang itu bertandang ke rumah Jonas untuk merembuk rencana pernikahan kerabat mereka juga ditangkap.
”Lima polisi memasuki rumah kami, menendang pintu rumah, membongkar lemari, mengambil sejumlah barang kami. Polisi tidak beri tahu mengapa mereka ditangkap,” tutur Atina lirih.
Jonas dan Victor adalah dua dari puluhan orang yang ditangkap terkait upaya polisi mengungkap rangkaian aksi pembakaran bus dan serangkaian penembakan areal PT Freeport Indonesia (PTFI) yang terjadi sejak 8 Juli lalu. Jonas, Victor, dan puluhan orang lainnya akhirnya dilepas polisi karena tak cukup bukti terlibat aksi penembakan di lereng Gunung Ertsberg dan Grasberg.
Polisi masih menahan delapan tersangka yang membantu pelaku penembakan. Namun, hingga Rabu pekan lalu, pelaku utama penembakan belum ditemukan. Justru tiga penembakan terjadi lagi di areal PTFI Selasa pekan lalu.
”Di areal Freeport, kepentingan terlalu banyak. Kami tidak pernah memiliki kepentingan di situ. Kami hanya memiliki gunung itu (Ertsberg dan Grasberg). Namun, isinya kami tidak pernah tahu. Sekian tahun kami sudah miskin, satu hari pun tidak pernah makan tiga kali. (Penembakan) Itu orang lain punya persoalan. Kami rakyat mau hidup tenang. Saya minta, kembalikan warga yang ditangkap,” kata Thomas Wamang, salah satu tokoh suku Amungme, dalam dialog di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Mimika, 24 Juli lalu.
Anggota DPRD Kabupaten Mimika, Martinus Maturbongs, berpendapat, skeptisisme publik itu buah trauma panjang masyarakat suku Amungme dan Kamoro akibat berbagai peristiwa sejak PTFI beroperasi di tanah ulayat mereka. ”Trauma masyarakat Amungme-Kamoro berlangsung sejak tahun 1970-an dan sampai sekarang tidak ada proses hukum (atas pelanggaran HAM yang terjadi). Bagaimana orang dimasukkan dalam kontainer, dihilangkan. Masyarakat Amungme dan Kamoro merasa selalu jadi sasaran dan disudutkan,” kata Maturbongs di Timika, 24 Juli.

Tanah ulayat Gunung Ertsberg dan Grasberg dari generasi ke generasi menghidupi suku Amungme; sebagai tempat tinggal, lahan bercocok tanam, sekaligus juga tempat spiritual suku Amungme.
Dalam pandangan orang Amungme, gunung itu adalah ibu, yang air susunya menghidupi mereka. ”Namun, kami harus pergi meninggalkan tempat-tempat itu karena aktivitas pertambangan PTFI. Salah satu lokasi keramat kami, misalnya, kini menjadi bengkel di Tembagapura,” tutur Thomas Wamang.
PTFI mengupas kulit Gunung Ertsberg dan Grasberg untuk mendapatkan bijih batuan induk emas dan tembaga. Kupasan batuan kulit itu harus dibuang dan Cekungan Wanagon menjadi tempat penimbunan itu. Padahal, Cekungan Wanagon, yang juga tempat sakral bagi orang Amungme, khususnya penduduk Kampung Waa, Arowanop, dan Tsinga, tidak boleh diganggu. Setidaknya ada dua kecelakaan bendungan danau pecah yang mengakibatkan korban manusia maupun hewan (Laporan Tanggapan Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Jayapura, Februari 2001).
Jutaan hingga miliaran metrik ton batuan induk tubuh bijih emas dan tembaga telah dan akan terus dikeruk dari Grasberg, untuk digerus agar kandungan emas dan tembaganya bisa dipisahkan. Sisa gerusan itu menjadi lumpur lembut (tailing) yang dialirkan ke areal seluas 230 kilometer persegi daerah pengendapan yang dimodifikasi di Sungai Ajkwa. Proses pembuangan tailing itu telah disetujui pemerintah, melalui persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) 300K pada 1997 (Laporan Berkarya Menuju Pembangunan Berkelanjutan 2008, PTFI).
Sungai Ajkwa dan beberapa anak sungainya dari generasi ke generasi menjadi sumber penghidupan suku Kamoro. Di daerah aliran sungai itulah masyarakat peramu Kamoro hidup dengan budaya sungai, sagu, dan sampan mereka. Namun, justru di tempat peramu Kamoro menokok sagu, berburu binatang liar, menombak buaya, menangkap kepiting, ataupun mencari ikan itulah lumpur tailing harus diendapkan.
Tokoh suku Kamoro di Kampung Ayuka, Pius Nimaipouw, mengeluhkan hutan sagu ulayatnya yang kebanjiran limpahan air dan lumpur tailing. Akibatnya, rasa sagu mereka tidak enak. Mereka pun kemudian memilih membeli sagu di pasar.
Harus diakui, keberadaan PTFI adalah perintis pengakuan hak ulayat masyarakat pribumi di Indonesia. Tahun 1974 PTFI menyepakati Perjanjian Januari dengan para suku Amungme yang hak ulayatnya digunakan PTFI. Sejak 1996 hingga kini, sudah ada 300 juta dollar AS dana kemitraan (dana 1 persen) yang disalurkan PTFI kepada tujuh suku yang berbatasan dengan areal kontrak karya PTFI dan tinggal di Mimika.
Sejak 2001, PTFI juga memberikan kompensasi rekognisi hak ulayat atas kerugian delapan kampung suku Amungme dan Kamoro yang secara langsung terkena dampak aktivitas pertambangan PTFI. Menurut Laporan Berkarya Menuju Pembangunan Berkelanjutan 2008, total nilai dana perwalian itu sudah mencapai 26 juta dollar AS. Dan setiap tahun akan dikucurkan dana perwalian 1 juta dollar AS untuk Kampung Waa-Banti, Arwanob, Tsinga (ketiganya kampung suku Amungme), Koperapoka, Nayaro, Nawaripi, Ayuka, dan Tipuka (kelimanya kampung suku Kamoro).
Namun, Thomas Wamang justru berpendapat kucuran uang besar itu menjadi masalah baru. ”Dahulu kami sangat berhati-hati dengan uang. Sekarang, uang yang atur kehidupan kami. Ketika uang di saku, yang terjadi justru bar-bir-bor (pergi ke bar, mabuk bir, lalu ke lokalisasi).”
PTFI memang memberi manfaat besar bagi banyak pihak. Pajak, royalti, dan dividen yang dibayarkan kepada pemerintah pada 2007 mencapai 1,8 miliar dollar AS. PTFI menyerap tenaga kerja hingga 9.800 orang dan 98 persen di antaranya warga negara Indonesia. Total upah dan gaji karyawan sejak 1992 telah mencapai 1,4 miliar dollar AS. Sejumlah 45 persen produk domestik regional bruto (PDRB) Provinsi Papua dan 96 persen PDRB Kabupaten Mimika bersumber dari PTFI. Dan 25 persen pendapatan rumah tangga di Papua disediakan oleh PTFI.
Perputaran uang besar di Timika pun menjadi magnet bagi banyak orang untuk datang ke Timika dan menghasilkan persoalan sosial yang tak berujung.
Pertikaian antarkelompok, perang tradisional antarsuku, dan pendulangan emas dari tailing yang mengandung merkuri hanya sebagian contoh. Ditambah serangkaian penembakan misterius di areal PTFI, lengkap sudah tumpukan masalah di Mimika.
Relevan untuk menutup Freeport di Papua sebagai kunci memperbaiki akar bencana ekonomi dan kedaulatan Bangsa Indonesia. Upaya meunutup Freeport adalah bukti dukungan bagi rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan sistem hukum dalam kebijakan tambang di negeri ini. Sebab Udang-undang penanaman Modal Asing yang sekarang kenyataannya sudah 80 persen tambang yang ada di indonesia milik negara luar dan inilah fakta penjajahan asing. PT. Freepeort Indonesia / FMC adalah perusahaan asal Amerika Serikat yang pertama kali membidani Lahirnya undang-undang investasi agar Praktek Neo kapitalis/Neo liberalisme aman dan dapat dijadikan landasan hukum Amerika Serikat meng eksploitasi Pertambangan emas Terbesar Didunia

Selain itu juga, Berdasarkan laporan pemegang saham tahun 2005, nilai investasi FM di Indonesia mencapai 2 bilyun dollar. Freeport merupakan perusahaan emas penting di Amerika karena merupakan penyumbang emas nomor 2 kepada industri emas di Amerika Serikat setelah Newmont. Pemasukan yang diperoleh Freeport McMoran dari PT Freeport Indonesia, dan PT. Indocopper Investama (keduanya merupakan perusahaan yang beroperasi di Pegunungan Tengah Papua) mencapai 380 juta dollar (hampir 3.8 trilyun) lebih untuk tahun 2004 saja. Keuntungan tahunan ini tentu jauh lebih kecil pendapatan selama 37 tahun Freeport beroperasi di Indonesia.

Dari segi ekologi, Prediksi buangan tailing dan limbah batuan hasil pengerukan cadangan terbukti hingga 10 tahun ke depan adalah 2.7 milyar ton. Sehingga untuk keseluruhan produksi di wilayah cadangan terbukti, PT FI akan membuang lebih dari 5 milyar ton limbah batuan dan tailing. Untuk menghasilkan 1 gram emas di Grasberg, yang merupakan wilayah paling produktif, dihasilkan kurang lebih 1.73 ton limbah batuan dan 650 kg tailing. Bisa dibayangkan jika Grasberg mampu menghasilkan 234 kg emas setiap hari maka akan dihasilkan kurang lebih 15 ribu ton tailing perhari, yang jika dihitung dalam waktu satu tahun mencapai lebih dari 55 juta ton tailing dari satu lokasi saja.
Kemana Freeport membuang limbah batuan? Limbah batuan akan disimpan pada ketinggian 4200 m di sekitar grassberg. Total ketinggian limbah batuan akan mencapai lebih dari 200 meter pada tahun 2025. Sementara limbah tailing secara sengaja dan terbuka akan dibuang ke Sungai Ajkwa yang dengan tegas disebutkan sebagai wilayah penempatan tailing sebelum mengalir ke laut Arafura.berdasarkan analisis citra LANDSAT TM tahun 2002 yang dilakukan oleh tim Walhi tailing Freeport tersebar seluas 35,000 ha lebih di DAS Ajkwa. Tailing masih menyebar seluas 85,000 hektar di wilayah muara laut, yang jika keduanya dijumlahkan setara dengan Jabodetabek. Total sebaran tailing bahkan lebih luas dari pada luas area Blok A (Grasberg) yang saat ini sedang berproduksi. Peningkatan produksi selama 5 tahun hingga 250,000 ton bijih perhari dapat diduga memperluas sebaran tailing baik di sungai maupun muara sungai.
Dalam nota keuangan tahunannya kepada pemegang saham, selama 3 tahun hingga tahun 2004, total penghasilan PT. Freeport kepada Republik Indonesia hanya kurang lebih dari 10-13 % pendapatan bersih di luar pajak atau paling banyak sebesar 46 juta dollar (460 milyar rupiah). Demikian Freeport juga mengklaim dirinya sebagai penyumbang pajak terbesar di Indonesia yang tidak jelas berapa jumlahnya. Menurut dugaan, pajak yang disumbang PT. Freeport Indonesia mencapai 2 trilyun rupiah (kurang dari 1 % Anggaran negara). Pertanyaan yang patut dimunculkan, apakah dengan demikian Freeport menjadi demikian berharga dibanding ratusan juta pembayar pajak lainnya yang sebenarnya adalah warga yang patut dilayani negara? Atau dengan menjadi pembayar pajak terbesar, PT Freeport sebetulnya sudah 'membeli' negara dengan hanya menyumbang kurang dari 1% anggaran negara? Bagaimana dengan agregat pembayar pajak yang lain?

Menurut catatan departemen Energi dan Sumber Daya mineral, sejak 1991 hingga tahun 2002, PT Freeport memproduksi total 6.6 juta ton tembaga, 706 ton emas, dan 1.3 juta ton perak. Dari sumber data yang sama, produksi emas, tembaga, dan perak Freeport selama 11 tahun setara dengan 8 milyar US $. Sementara perhitungan kasar produksi tembaga dan emas pada tahun 2004 dari lubang Grasberg setara dengan 1.5 milyar US$.
Mantan Gubernur Provinsi Papua Alm. JP Salossa pernah berjanji akan menanyakan besaran royalti yang dibayarkan PT Freeport Indonesia kepada pemerintah pusat selama ini. Menurut Alm Jp. Solosa, Pemda Papua belum pernah mengetahui total royalti yang dibayarkan Freeport tiap tahunnya kepada pemerintah. "Saya akan menanyakannya kepada Menteri Keuangan," ujar Salossa seusai dipanggil Presiden di Kantor Kepresidenan, Selasa, 08 Pebruari 2005 12 WIB. Di tahun yang sama setelah statemen terhadap Freeport, Alm. Solosa meninggal dunia.
Selama periode KK I tahun 1973-1991, perusahaan pertambangan yang berinduk pada Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. ini telah mendapat laba 1,1 milyar dolar AS. Sementara untuk kas Indonesia, Freeport hanya menyetor 138 juta dolar AS dalam bentuk deviden, royalti dan pajak atau sekitar 12,54 persen. Dengan bekal KK II, selama 30 tahun ke depan, areal penambangan Freeport terus melebar hingga ke Deep Area, DOM dan Big Gossan yang sudah siap dieksploitasi. Sedangkan daerah Kucing Liar serta Intermediate Ore Zone (IOZ) masih dieksplorasi. Freeport tampaknya masih akan lama bercokol di Tanah Papua dengan adanya kontrak untuk kegiatan tambang Garsberg yang berlaku sampai 2021 dengan opsi memperpanjang perjanjian hingga 20 tahun kemudian.

Sumber:
http://www.tempo.co.id/hg/ekbis/2005/02/08/brk,20050208-42,id.html
ANNUAL REPORT PURSUANT TO SECTION 13 OR 15(d) OF THE SECURITIES EXCHANGE ACT OF 1934 For the fiscal year ended December 31, 2002, Freeport McMoRan Copper and Gold
ANNUAL REPORT PURSUANT TO SECTION 13 OR 15(d) OF THE SECURITIES EXCHANGE ACT OF 1934 For the fiscal year ended December 31, 2003, Freeport McMoRan Copper and Gold
ANNUAL REPORT PURSUANT TO SECTION 13 OR 15(d) OF THE SECURITIES EXCHANGE ACT OF 1934 For the fiscal year ended December 31, 2004, Freeport McMoRan Copper and Gold
Info Sheet, Operasi Pertambangan PT. Freeport Indonesia Company. Walhi 2002
Butterman. W.C, Aimee III. Mineral Commodity Profiles-Gold, USGS 2003
http://www.antara.co.id/arc/2009/5/26/freeport-belum-dapat-dongkrak-kesejahteraan-masyarak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAGAIMANA PENDAPAT ANDA ???????

Pengikut dari 5 benua

Arsip Blog