Sabtu, Juni 26, 2010
Australia Dipimpin Perdana Menteri Perempuan
SEBUAH kejutan politik terjadi di Australia. Perdana Menteri Kevin Rudd secara tiba-tiba memutuskan untuk meletakkan jabatannya. Sebagai penggantinya tampil Wakil PM Julia Gillard yang sekaligus menjadi pemimpin Partai Buruh dan akan maju sebagai calon PM dalam pemilihan umum bulan Oktober mendatang.
Dalam sistem parlementer, pemilu bisa dilakukan setiap saat oleh mereka yang memegang tampuk kekuasaan. Pemilu bisa dipercepat dari jadwal yang seharusnya apabila dinilai dukungan politik sedang berpihak kepada mereka yang sedang berkuasa.
Pergantian PM Australia itu sendiri dilakukan setelah Kevin Rudd menetapkan bahwa pemilu akan dilakukan bulan Oktober. Namun ternyata popularitas Rudd menurun drastis menyusul kebijakan perpajakan dan pengelolaan lingkungan yang dinilai tidak sejalan dengan apa yang diharapkan rakyat Australia.
Untuk menyelamatkan nasib Partai Buruh, maka pilihan pahit itu terpaksa diambil. Pimpinan Partai Buruh sepakat untuk menunjuk Gillard sebagai ketua partai yang baru dan otomatis menggeser Rudd dari kursi perdana menteri.
<
Tantangan yang segera dihadapi Gillard adalah bagaimana merumuskan kebijakan yang lebih prorakyat. Gillard harus mengembalikan hati rakyat Australia yang sempat menurun menyusul berbagai kebijakan yang diambil Rudd. Hal ini penting untuk menjaga dominasi Partai Buruh pada pemilu bulan Oktober mendatang.
Begitulah cara bekerjanya politik. Memang orientasinya adalah kekuasaan. Tetapi kekuasaan itu harus dilaksanakan untuk kesejahteraan rakyat. Apabila kekuasaan itu tidak dipakai untuk kepentingan rakyat, maka partai yang berkuasa akan ditinggal oleh rakyat.
Pada kasus Australia terlihat kuatnya kesadaran berpolitik dari masyarakat. Mereka tahu betul bahwa ketika mereka memberikan suaranya, maka harapannya adalah pemerintah yang berkuasa akan memerhatikan kepentingan mereka. Ketika janji itu tidak direalisasikan, maka mereka segera menarik dukungannya.
Partai politik sangat takut untuk kehilangan kepercayaan dari rakyat. Karena kehilangan kepercayaan itu otomatis berarti kehilangan kekuasaan. Ketika mereka tidak berkuasa maka terbataslah kesempatan untuk menyejahterakan masyarakat.
Seberapa jauh Gillard akan mampu menyelamatkan Partai Buruh, penentuan akan diketahui pada pemilu mendatang. Empat bulan ini merupakan waktu bagi dirinya untuk menunjukkan kemampuannya untuk memimpin negeri tersebut.
Kebijakan yang ditunggu pertama-tama tentunya diperuntukkan untuk kepentingan dalam negeri. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah kebijakan luar negeri, terutama yang berkaitan dengan keterlibatan Australia dengan Perang Irak maupun hubungan dengan negara tetangga.
Itu merupakan isu yang tidak kalah sensitif karena masyarakat Australia merasa menjadi korban dari kebijakan Amerika Serikat di Irak. Banyak warga yang harus kehilangan sanak keluarganya karena tewas di sana. Itulah salah satu yang menyebabkan Partai Konservatif kehilangan kekuasaannya dan simpati mengalir ke Kevin Rudd pada Pemilu tahun 2007.
Semua warga Australia tentunya berharap Gillard bisa membawa kehidupan mereka menjadi lebih baik. Mereka berharap bahwa ada perempuan PM yang mampu memimpin Australia dan memajukan negeri itu.
Seperti halnya Menlu AS Hillary Clinton, PM Gillard dikenal sebagai perempuan yang cerdas dan anggota parlemen yang kritis. Latar belakang pendidikan hukum serta profesinya sebagai pengacara membentuk dirinya sebagai tokoh muda yang cemerlang.
Di usianya yang belum 50 tahun, Gillard pantas menjadi harapan baru Australia. Kesempatan itu sudah ada di tangan dan tinggal dibuktikan saja. Gillard sudah menyiapkan semua itu. Ia sudah meminta rakyat Australia melupakan segala perbedaan dan kini bersama-sama memajukan negara. Kita tunggu saja hasil kerjanya.
Kamis, Juni 24, 2010
Indonesia Dalam Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat 2010
Belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah, Indonesia disebut dalam dokumen Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat. Kini dalam Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat 2010, Indonesia disebut satu kali dalam dokumen itu. Hanya segelintir negara di dunia yang disebut dalam strategi keamanan nasional tersebut dan Indonesia adalah satu di antaranya.
Penyebutan Indonesia dalam dokumen yang diterbitkan oleh administrasi Obama tidak dalam konotasi negatif, sebaliknya berada dalam bingkai positif.
Kalimat lengkapnya di hal.3 adalah sebagai berikut
“We are working to build deeper and more effective partnerships with other key centers of influence—including China, India, and Russia, as well as increasingly influential nations such as Brazil, South Africa, and Indonesia—so that we can cooperate on issues of bilateral and global concern, with the recognition that power, in an interconnected world, is no longer a zero sum game”. Selanjutnya soal emerging centers of influence dielaborasi di hal.44 di dokumen Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat
Yang mana Indonesia dianggap menjadi mitra yang semakin penting (bagi Amerika Serikat) dalam berbagai isu dunia, termasuk keamanan maritim di dalamnya
Mungkin sebagian pihak gembira di Indonesia dengan penyebutan itu, namun akan lebih bijaksana bila menyikapinya dengan introspeksi diri. Substansi dari introspeksi diri tersebut adalah Indonesia akan lebih diperhitungkan oleh Amerika Serikat dibandingkan saat ini apabila mempunyai kekuatan militer, khususnya Angkatan Laut, yang lebih kuat guna menjaga keamanan nasionalnya dan sekaligus mengamankan stabilitas keamanan kawasan. Indonesia bisa menjadi “mitra”
Amerika Serikat di kawasan ini bila mempunyai Angkatan Laut yang kuat dengan sistem senjata yang lebih modern dan mampu interoperable dengan negara-negara lain.Menjaga stabilitas keamanan kawasan sama artinya dengan “membantu” Amerika Serikat menjaga stabilitas. Dengan “membantu” Amerika Serikat, Uwak Sam tidak punya alasan untuk banyak “cawe-cawe” di Asia Tenggara. Indonesia harus memainkan peran itu, sebab dua pertiga kawasan Asia Tenggara adalah wilayah Indonesia, bukan wilayah Negeri Tukang Klaim ataupun wilayah negeri penampung koruptor asal Indonesia.
Penyebutan Indonesia dalam Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat hendaknya tidak diterjemahkan pula sebagai keberhasilan soft power. Penyebutan itu karena ada seorang berdarah Indonesia yang melakukan proses naturalisasi kewarganegaraan dan menjadi anggota tim penyusun dokumen tersebut. Kalau ada klaim bahwa penyebutan itu adalah keberhasilan soft power, nampaknya itu sebuah kesalahan besar.
Penyebutan Indonesia dalam dokumen yang diterbitkan oleh administrasi Obama tidak dalam konotasi negatif, sebaliknya berada dalam bingkai positif.
Kalimat lengkapnya di hal.3 adalah sebagai berikut
“We are working to build deeper and more effective partnerships with other key centers of influence—including China, India, and Russia, as well as increasingly influential nations such as Brazil, South Africa, and Indonesia—so that we can cooperate on issues of bilateral and global concern, with the recognition that power, in an interconnected world, is no longer a zero sum game”. Selanjutnya soal emerging centers of influence dielaborasi di hal.44 di dokumen Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat
Yang mana Indonesia dianggap menjadi mitra yang semakin penting (bagi Amerika Serikat) dalam berbagai isu dunia, termasuk keamanan maritim di dalamnya
Mungkin sebagian pihak gembira di Indonesia dengan penyebutan itu, namun akan lebih bijaksana bila menyikapinya dengan introspeksi diri. Substansi dari introspeksi diri tersebut adalah Indonesia akan lebih diperhitungkan oleh Amerika Serikat dibandingkan saat ini apabila mempunyai kekuatan militer, khususnya Angkatan Laut, yang lebih kuat guna menjaga keamanan nasionalnya dan sekaligus mengamankan stabilitas keamanan kawasan. Indonesia bisa menjadi “mitra”
Amerika Serikat di kawasan ini bila mempunyai Angkatan Laut yang kuat dengan sistem senjata yang lebih modern dan mampu interoperable dengan negara-negara lain.Menjaga stabilitas keamanan kawasan sama artinya dengan “membantu” Amerika Serikat menjaga stabilitas. Dengan “membantu” Amerika Serikat, Uwak Sam tidak punya alasan untuk banyak “cawe-cawe” di Asia Tenggara. Indonesia harus memainkan peran itu, sebab dua pertiga kawasan Asia Tenggara adalah wilayah Indonesia, bukan wilayah Negeri Tukang Klaim ataupun wilayah negeri penampung koruptor asal Indonesia.
Penyebutan Indonesia dalam Strategi Keamanan Nasional Amerika Serikat hendaknya tidak diterjemahkan pula sebagai keberhasilan soft power. Penyebutan itu karena ada seorang berdarah Indonesia yang melakukan proses naturalisasi kewarganegaraan dan menjadi anggota tim penyusun dokumen tersebut. Kalau ada klaim bahwa penyebutan itu adalah keberhasilan soft power, nampaknya itu sebuah kesalahan besar.
Jumat, Juni 18, 2010
RI-Malaysia Akan Selesaikan Masalah Perbatasan
Pemerintah Indonesia dan Malaysia berkomitmen menyelesaikan masalah perbatasan wilayah kedua negara dan kerjasama penanggulangan kejahatan lintas batas.
Komitmen itu merupakan salah satu kesepakatan dwipihak antara Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menlu Malaysia Dato Sri Anifah Aman di Gedung Pancasila, Kamis.
Indonesia dan Malaysia memiliki sejumlah pekerjaan rumah terkait perbatasan antara lain Ambalat, dan kejahatan lintas batas terkait perdagangan kayu ilegal dan penyelundupan manusia.Anifah Aman mengunjungi Jakarta pada 16-17 Juni 2010 untuk menindaklanjuti kesepakatan pertemuan ke-7 Konsultasi Tahunan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Malaysia di Putrajaya pada 18 Mei 2010.
Kedua Menlu membahas pula revitalisasi empat kelompok kerja di bawah payung pertemuan Komisi Bersama untuk Kerjasama Dwipihak pada tingkat Menlu, yakni di bidang politik, keamanan dan perbatasan, ekonomi, sosial-budaya dan ketenagakerjaan.
Kedua Menlu sepakat melaksanakan pertemuan Komisi Bersama pada kuartal keempat tahun 2010 di Malaysia.
Menyangkut bidang ketenagakerjaan, kedua Menlu sepakat merevisi MoU mengenai rekrutmen dan penempatan TKI guna memberikan perlindungan yang lebih baik lagi bagi WNI, khususnya TKI di Malaysia.
Selain itu, dibahas pula tindaklanjut dari upaya Pemerintah RI untuk memastikan ketersediaan pendidikan yang layak bagi anak-anak TKI, khususnya di wilayah Sabah dan pembentukan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di Malaysia.
Selain isu bilateral, kedua Menlu juga telah membahas secara khusus masalah di Gaza dan proses perdamaian di Timur Tengah, pasca insiden penyerangan pasukan Israel terhadap relawan kemanusiaan kapal Mavi Marmara.
Kamis, Juni 17, 2010
Kapal Okeanos Explorer dari (NOAA) ANGKATAN LAUT AMERIKA SERIKAT
Kapal riset Amerika Serikat (AS) Okeanos Explorer dari National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) mulai memasuki wilayah perairan Indonesia di Jakarta Utara pada Jumat (18/06).
"Dijadwalkan kapal ini akan bersama-sama kapal Republik Indonesia (RI) dari BPPT, Baruna Jaya IV, melakukan eksplorasi kolaboratif di laut dalam perairan Sangihe-Talaud, Sulawesi Utara," kata Ketua Corporate Branding and Marine Communication, Conservation International (CI) Indonesia Elshinta Suyoso-Marsden di Jakarta, Kamis.
Kegiatan ini, kata dia, merupakan bagian dari kerjasama kemitraan jangka panjang RI-AS untuk bersama memajukan Ilmu Kelautan, Teknologi, dan Pendidikan yang penting bagi ekonomi dan lingkungan bagi kehidupan di bumi ini.
Eksplorasi bersama ini merepresentasikan berbagai inisiatif yang pertama kalinya dilakukan oleh kedua negara yang memiliki persamaan karakteristik yaitu memiliki wilayah laut yang sangat luas di dunia, ujar Elshinta.
Pada ekspedisi internasional Okeanos Explorer untuk pertama kalinya ini akan bersama-sama dilakukan eksplorasi wilayah laut dalam yang belum pernah disibak kerahasiaannya ini selama sekitar dua bulan.
Okeanos juga akan mengirimkan berbagai data yang diperoleh dari penjelajahan laut dalam itu secara seketika (real time) berupa tampilan gambar-gambar hidup dan data lainnya secara langsung kepada para pakar, peneliti dan ilmuwan yang menonton dari kedua Pusat Komando Penelitian (Expedition Command Center/ ECC) di Jakarta dan Seattle, AS.
Peresmian ECC akan dilakukan oleh Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta disaksikan oleh Dubes AS untuk Indonesia dan para mitra peneliti dari institusi riset ilmiah lainnya.
Diharapkan eksplorasi ini dapat menghasilkan penemuan baru, memetakan dasar laut, memahami lokasi gunung bawah laut dari sisi geologi, biologi dan spesies.
Para Ilmuwan yang diperkirakan akan berpartisipasi dalam ekspedisi ilmiah tersebut (data Kementerian Ristek 2009) antara lain Sugiharto Wirasantosa, Budi Sulistyo dari BRKP, KKP, Yusuf Surachman Djajadihardja dan Ridwan Djamaluddin dari BPPT.
Kemudian Haryadi Permana dari Pusat Penelitian Geoteknologi, LIPI, Noorsalam Nganro, Hasanuddin Abidin, dan Sofyan Hadi dari Institut Teknologi Bandung, Hamdan Abidin dari Pusat survei Geologi, Kementerian ESDM, Dede Yuliadi dari Dishidros Mabes TNI AL dan Iswinardi dari Ditwilhan, Kemenhan.
Sedangkan tujuh ilmuwan AS diantaranya Stephen Randolph Hammond sebagai Chief Scientist dari NOAA; Russell Eugene Brainard, Adjuct Faculty dari Coral reef Ecosystem Division, NOAA; Patricia Barb Fryer, Planetary Scientist dari University of Hawaii, Hawaii Institute of Geophysics and Planetology, James Francis Holden dari Dept. of Microbiology, University of Massachussets.
Timothy Mitchell shank dari Biology Dept, Woods Hole Oceanographyc Institution, Verena Julia Tunniciffe, Professor dari Dept. of Biology, School of Earth & Ocean Sciences, University of Victoria, Canada, dan Laurence alan Mayer, Professor dari Hydrographic Center University of New Hampshire.
KRITERIA YANG BAGAIMANAKAH KEPEMIMPINAN YANG TANGGUH ?
Baru-baru ini ada seorang Menteri yang dikenal berintegritas mundur dari Kabinet Indonesia Bersatu. Banyak yang mengaguminya sebagai pemimpin langka di negeri ini. Sebagian lain menyayangkan keputusan itu, meski sebagian lain memafhuminya, namun ada pula yang mencibirnya.
Tak apa. Keputusan seseorang tidak mungkin memuaskan semua pihak. Tugas utama pemimpin adalah mengambil keputusan yang disertai keyakinannya, selain ia juga mampu berkomunikasi dan membangun tim efektif. Sejarah yang akan menguji keputusan sang Menteri itu kelak.
Setelah mundur, sang Menteri mencurahkan isi hatinya pada sebuah forum seminar yang diliput media luas. Menurut media, alasan utama pengunduran dirinya lantaran ia merasa tidak diterima lagi oleh sistem dan lingkungan politik negeri ini.
Pendek kata, boleh jadi menurutnya sistem dan lingkungan politik negeri ini "buruk" atau ia merasa bila situasi di negeri ini bukan lagi "pertarungannya", melainkan tanggungjawab pemimpin yang lebih tinggi lagi, wallahu'alam.
Seandainya ada kesempatan menyampaikan saran, alangkah bijaknya bila beliau dapat menahan diri agar "suhu" politik mendingin, sebab hal yang baik bila disampaikan pada waktu yang tidak tepat, dapat menjadi bahan perdebatan yang belum tentu produktif.
Sungguhpun demikian, alangkah bijaknya pula bila kita dapat mengormati keputusan dan pandangannya itu. Rekam jejaknya yang berani mengambil keputusan dengan asumsi yang dipahaminya adalah kisah tentang contoh pengambilan keputusan pemimpin sejati pada situasi lingkungan finansial global yang tak dapat diduga.
Keputusannya untuk menyelamatkan sebuah bank kecil yang ditujukan untuk menghindari dampak buruk yang lebih besar, sehingga belakangan ekonomi negeri ini kini membaik memang menjadi bahan perdebatan apakah berdampak sistemik atau tidak.
Perdebatan itu entah sampai kapan akan berakhir. Para politisi dan ekonom pun berbeda pendapat, meskipun Perbanas dan para bankir membenarkan keputusan sang Menteri.
Saya tak bermaksud mengulas lebih jauh keputusan sang Menteri itu. Kisah ini mengingatkan saya pada kisah-kisah para pemimpin tangguh, yang mampu membuat perbedaan, tanpa bermaksud membuat perbandingan dengan sang Menteri. Rakyat lah yang akan menilai. Sebab mereka punya hati dan pikirannya sendiri.
Seorang teman berujar, ada kebebasan memilih untuk bersikap dan bertindak, ada pilihan atau keputusan sulit yang harus diambil, dan tentu saja ada risiko yang harus ditanggung setelahnya. Setiap orang bebas meletakkan dirinya dalam sejarah.
Para pakar kepemimpinan mengajak kita untuk tetap memiliki imaginasi yang baik meski boleh jadi kita hidup pada lingkungan buruk.
Imaginasi baik yang disertai ikhtiar dan disiplin untuk melakukan yang terbaik, disertai pada kayakinan pada pertolongan Sang Maha Kuasa adalah kunci sukses yang sering kita dengar tentang kisah para pemimpin besar.
Seseorang yang melakukan sesuatu yang disertai imaginasi kebaikan akan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang menempatkan sistem atau lingkungan sekitar sebagai bagian dari pendukung misi hidupnya, "seburuk" apapun lingkungan itu.
Lingkungan yang "buruk" itu sejatinya adalah medan latihan penempaan lahirnya pemimpin yang lebih tangguh.
Kisah-kisah keberhasilan pemimpin tangguh sering melintasi sekat ruang dan waktu, bahkan agama dan keyakinan sekalipun. Sebagai contoh, kepemimpinan Muhammad Yunus menjadi inspirasi dimana-mana. Budi pekerti Bunda Teresa juga telah menjadi pelajaran tentang kekuatan niat baik dan dahsyatnya pelayanan. Demikian pula, Mahatma Gandhi dikagumi dimana-mana.
Konsep Ketuhanan yang berbeda dalam berbagai agama yang diyakini para penganutnya hendaknya tidak membatasi kita untuk berbagi pelajaran tentang rahasia keberhasilan kepemimpinan yang tangguh, bukan?
Sebagai seorang Muslim, tentu saya meyakini bila Sang Maha Kuasa senantiasa memberikan hamba-Nya untuk berkesempatan memilih dan mengubah keadaan yang dihadapinya. Dia Maha Tahu akan kemampuan makhluk paling sempurna ciptaan-Nya untuk dapat melakukan pilihan-pilihan terpuji di hadapan-Nya.
Ibarat sebuah pagelaran musik berkelas dunia, kreasi dan stamina manusia terpuji itu semakin kuat dalam dalam mengatur irama atau lagu yang diinginkannya.
Ia adalah manusia merdeka, lantaran sikap dan tindakannya tidak disandera oleh kondisi lingkungan sekitarnya.
Bagaikan seorang maestro, ia mampu mengkonfigurasikan kombinasi semua alat musik dan pemain-pemain yang tersedia menjadi persembahan yang tetap indah di hadapan siapapun yang mendengarkannya.
Tentunya, ia pun punya pilihan lain untuk menyerah atau berhenti memimpin pagelaran itu, lantaran sebagian alat musik dan kualifikasi pemain-pemainnya tidak seperti yang ia harapkan.
Namun, ia tidak melakukan hal itu, sebab ia yakin, situasi yang dihadapinya telah disediakan oleh sang pemilik hajat pagelaran musik, yang tahu kemampuan sang maestro itu.
Sahabatku yang baik, ilustrasi pagelaran musik itu adalah tentang kehidupan kita. Kehidupan yang kita hadapi adalah rangkaian situasi yang hadir di hadapan kita, meski boleh jadi kita sering tidak mengharapkannya.
Meski kita tidak punya kebebasan sepenuhnya memilih situasi yang dihadapi, bukankah kita punya kebebasan untuk merespon atau bersikap atas situasi yang kita hadapi itu, bukan?.
Sang Maha Kuasa lebih tahu kemampuan manusia ciptaan-Nya, bila memilih tindakan sebagai manusia terpuji.
Saat kita berdoa dengan sepenuh hati agar dijauhkan dari semua masalah, seringkali justru masalah datang, yang membuat kita makin tangguh lantaran kita mampu mengatasinya, bukan?
Kekuatan Keyakinan
Kekuatan keyakinan adalah harta tak ternilai yang kita miliki.
Mengapa bila kita yakin bisa melakukan sesuatu, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, biasanya kemudahan dan berbagai "kebetulan" terjadi? Demikian sebaliknya, bukan?.
Secara sains, ahli fisika, Prof. Yohannes Surya, membuktikan hal itu. Berbagai keberhasilan para siswa-siswi Indonesia meraih juara Olimpiade Sains dan Matematika beberapa tahun ini dapat dijelaskan dari perspektif ilmu fisika.
Ketika impian membawa nama baik negeri, kesungguh-sungguhan, disiplin, pikiran positif dan totalitas bertemu, maka secara fisika, semua lingkungan serentak memberikan "kemudahan" dan menjadi energi besar yang mendukung keberhasilan proyek kemanusiaan itu. Ia menyebutnya sebagai gerakan Semesta Mendukung atau "Mestakung".
Dalam sebuah perbincangan dengan Prof. Yohannes Surya pada awal tahun 2008, saya memperoleh gambaran menarik bahwa persiapan, pengiriman dan pelaksanaan beberapa tim Olimpiade yang dipimpinnnya tidak difasilitasi oleh ketersediaan sumberdaya dan logistik yang melimpah.
Malah menurutnya, kesiapan sumberdaya dan logistik sering terpenuhi secara minimal pada saat-saat terakhir menjelang keberangkatan.
Prof. Yohannes Surya dan rekan-rekan selain menggalang dukungan Pemerintah, juga para sponsor dan dukungan perorangan yang peduli tentang kualitas dan prestasi anak bangsanya.
Menurutnya, memang tidak mudah melakukan ikhtiar itu, namun ia punya keyakinan kuat bila gerakan kebaikan ini akan sampai pada tujuannya. Selain terus memompa semangat diri dan timnya, ia juga terus mempompa semangat para siswa-siswinya.
Mereka semua memiliki kepribadian kuat sembari terus membangun jejaring dukungan.
Kisah keberhasilan Tim Olimpiade ini membuktikan bahwa manusia sejatinya memiliki kekuatan yang luar biasa bila ia memiliki kepribadian yang kuat yang dibangun atas imaginasinya tentang kebaikan pada masa depan, disiplin, ketekunan, prasangka positif dan senantiasa terbuka untuk terus mengasah kemampuan setiap hari.
Dengan kekuatan kepribadian itu, maka lingkungan buruk apapun, sekali lagi, adalah medan latihan dan penempaan diri.
Kisah luar biasa ini sesungguhnya adalah pengulangan atas berbagai sejarah masa lalu.
Ketangguhan Pemimpin Masa Lalu
Pada masa lalu banyak tokoh perubahan mampu mengubah keadaan buruk untuk menjadi karya yang menyejarah.
Sejarah keberhasilan negeri ini menjadi pelaku utama perlawanan negara-negara terjajah terhadap kolonialisme (1945-1955) juga membuktikan hal itu. Kita sering melupakannya.
Setelah Konperensi Asia-Afrika yang digagas Indonesia pada tahun 1955 di Bandung, makin banyak negara-negara terjajah memerdekakan diri. Konperensi itu telah menjadi inspirasi besar bagai bangsa-bangsa lain.
Seokarno, Hatta, Sjahrir, Natsir, Agus Salim dan para pendiri Republik lainnya adalah para manusia biasa yang memiliki kekuatan keyakinan dan tindakan-tindakan yang luar biasa.
Kekuatan kepribadian juga telah membuktikan dahsyatnya perlawanan Pangeran Diponegoro, Tjut Nyak Dhien, Teuku Umar, Pattimura, Kyai Maja, Sultan Hasanudin, Maulana Yusuf dan para Pahlawan Nasional kita lainnya terhadap penjajah Belanda pada masa lalu, melalui kemampuannya menggalang dukungan Rakyat yang dipimpinnya.
Maukah kita belajar dari para pemimpin besar itu? Jangan lupakan sejarah, atau "jas merah" kata Seokarno pada tahun 1967.
Kisah paling fenomenal bagi saya adalah ketangguhan kepribadian seorang pribadi mempesona, Nabi Muhammad SAW. Kekuatan kepribadiannya mampu membekalinya untuk mengatasi berbagai situasi buruk yang dihadapinya pada empat belas abad silam.
Kekuatan kepribadian itu bahkan dipupuk sejak sebelum Beliau diangkat jadi Rasul pada usia 40 tahun.
Sejak muda, rekam jekaknya adalah manusia terpercaya, Al Amien. Siapapun yang berbisnis dengannya merasa mendapat pelayanan terbaik.
Keunikan sekaligus kelebihannya dalam berbisnis ialah ia senantisa menguraikan lengkap kelebihan dan kekurangan produk yang dibawanya, disertai kesantunannya dalam berbisnis.
Semua perilaku itu telah teruji telah menjadikannya sebagai manusia yang dikagumi (the most admired business person) oleh siapa saja pada masa itu.
Demikian mempesonanya, para investor yang berasal dari kaum Nasrani dan Yahudi justru memintanya untuk mengelola bisnis mereka.
Muhammad SAW sejak muda terus memupuk karakternya sebagai pribadi yang jujur (shidiq), amanah (mampu menjaga kepercayaan), fathonah (memiliki kompetensi unggul) dan tabligh (kuat bersilaturahmi).
Dengan bekal kepribadian yang kuat itu, Nabi Muhammad SAW mampu menghadapi berbagai lingkungan buruk yang dihadapainya.
Kisah perlakukan buruk warga Taif dan Suku Quraisy adalah latihan yang menempa pribadi Muhammad SAW yang justru semakin kuat dan pejal.
Sahabatku yang baik, sekali lagi, tulisan ini tidak untuk membandingkan kisah-kisah besar masa silam dengan saat ini. Namun, tak ada salahnya bukan kita belajar terus dari sejarah dan kisah masa silam ini agar dapat menjadi sumber kearifan bagi kita untuk menjadi para pemimpin tangguh, lantaran sejarah terus berulang?
Saya selalu ingat kata-kata bijak "nahkoda hebat selalu terlatih dari kemampuannya mengatasi berbagai badai yang ganas".
Komitmen untuk menegakkan kejujuran, keadilan, ketekunan, keberanian, membangun kompetensi, melakukan pelayanan terbaik, menjaga kepercayaan teman atau mitra, serta menjaga silaturahmi adalah nilai-nilai yang sejatinya dapat memperkuat kekuatan kepribadian kita sebagai manusia merdeka, bukan?
Sebab dengan bekal semua kekuatan itu, semua badai yang datang justru menjadi kesempatan untuk menempa kualitas kepemimpinan diri kita agar terus naik kelas, bukan? Wallahu'lam. (***)
*) Praktisi Manajemen,
Tak apa. Keputusan seseorang tidak mungkin memuaskan semua pihak. Tugas utama pemimpin adalah mengambil keputusan yang disertai keyakinannya, selain ia juga mampu berkomunikasi dan membangun tim efektif. Sejarah yang akan menguji keputusan sang Menteri itu kelak.
Setelah mundur, sang Menteri mencurahkan isi hatinya pada sebuah forum seminar yang diliput media luas. Menurut media, alasan utama pengunduran dirinya lantaran ia merasa tidak diterima lagi oleh sistem dan lingkungan politik negeri ini.
Pendek kata, boleh jadi menurutnya sistem dan lingkungan politik negeri ini "buruk" atau ia merasa bila situasi di negeri ini bukan lagi "pertarungannya", melainkan tanggungjawab pemimpin yang lebih tinggi lagi, wallahu'alam.
Seandainya ada kesempatan menyampaikan saran, alangkah bijaknya bila beliau dapat menahan diri agar "suhu" politik mendingin, sebab hal yang baik bila disampaikan pada waktu yang tidak tepat, dapat menjadi bahan perdebatan yang belum tentu produktif.
Sungguhpun demikian, alangkah bijaknya pula bila kita dapat mengormati keputusan dan pandangannya itu. Rekam jejaknya yang berani mengambil keputusan dengan asumsi yang dipahaminya adalah kisah tentang contoh pengambilan keputusan pemimpin sejati pada situasi lingkungan finansial global yang tak dapat diduga.
Keputusannya untuk menyelamatkan sebuah bank kecil yang ditujukan untuk menghindari dampak buruk yang lebih besar, sehingga belakangan ekonomi negeri ini kini membaik memang menjadi bahan perdebatan apakah berdampak sistemik atau tidak.
Perdebatan itu entah sampai kapan akan berakhir. Para politisi dan ekonom pun berbeda pendapat, meskipun Perbanas dan para bankir membenarkan keputusan sang Menteri.
Saya tak bermaksud mengulas lebih jauh keputusan sang Menteri itu. Kisah ini mengingatkan saya pada kisah-kisah para pemimpin tangguh, yang mampu membuat perbedaan, tanpa bermaksud membuat perbandingan dengan sang Menteri. Rakyat lah yang akan menilai. Sebab mereka punya hati dan pikirannya sendiri.
Seorang teman berujar, ada kebebasan memilih untuk bersikap dan bertindak, ada pilihan atau keputusan sulit yang harus diambil, dan tentu saja ada risiko yang harus ditanggung setelahnya. Setiap orang bebas meletakkan dirinya dalam sejarah.
Para pakar kepemimpinan mengajak kita untuk tetap memiliki imaginasi yang baik meski boleh jadi kita hidup pada lingkungan buruk.
Imaginasi baik yang disertai ikhtiar dan disiplin untuk melakukan yang terbaik, disertai pada kayakinan pada pertolongan Sang Maha Kuasa adalah kunci sukses yang sering kita dengar tentang kisah para pemimpin besar.
Seseorang yang melakukan sesuatu yang disertai imaginasi kebaikan akan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang menempatkan sistem atau lingkungan sekitar sebagai bagian dari pendukung misi hidupnya, "seburuk" apapun lingkungan itu.
Lingkungan yang "buruk" itu sejatinya adalah medan latihan penempaan lahirnya pemimpin yang lebih tangguh.
Kisah-kisah keberhasilan pemimpin tangguh sering melintasi sekat ruang dan waktu, bahkan agama dan keyakinan sekalipun. Sebagai contoh, kepemimpinan Muhammad Yunus menjadi inspirasi dimana-mana. Budi pekerti Bunda Teresa juga telah menjadi pelajaran tentang kekuatan niat baik dan dahsyatnya pelayanan. Demikian pula, Mahatma Gandhi dikagumi dimana-mana.
Konsep Ketuhanan yang berbeda dalam berbagai agama yang diyakini para penganutnya hendaknya tidak membatasi kita untuk berbagi pelajaran tentang rahasia keberhasilan kepemimpinan yang tangguh, bukan?
Sebagai seorang Muslim, tentu saya meyakini bila Sang Maha Kuasa senantiasa memberikan hamba-Nya untuk berkesempatan memilih dan mengubah keadaan yang dihadapinya. Dia Maha Tahu akan kemampuan makhluk paling sempurna ciptaan-Nya untuk dapat melakukan pilihan-pilihan terpuji di hadapan-Nya.
Ibarat sebuah pagelaran musik berkelas dunia, kreasi dan stamina manusia terpuji itu semakin kuat dalam dalam mengatur irama atau lagu yang diinginkannya.
Ia adalah manusia merdeka, lantaran sikap dan tindakannya tidak disandera oleh kondisi lingkungan sekitarnya.
Bagaikan seorang maestro, ia mampu mengkonfigurasikan kombinasi semua alat musik dan pemain-pemain yang tersedia menjadi persembahan yang tetap indah di hadapan siapapun yang mendengarkannya.
Tentunya, ia pun punya pilihan lain untuk menyerah atau berhenti memimpin pagelaran itu, lantaran sebagian alat musik dan kualifikasi pemain-pemainnya tidak seperti yang ia harapkan.
Namun, ia tidak melakukan hal itu, sebab ia yakin, situasi yang dihadapinya telah disediakan oleh sang pemilik hajat pagelaran musik, yang tahu kemampuan sang maestro itu.
Sahabatku yang baik, ilustrasi pagelaran musik itu adalah tentang kehidupan kita. Kehidupan yang kita hadapi adalah rangkaian situasi yang hadir di hadapan kita, meski boleh jadi kita sering tidak mengharapkannya.
Meski kita tidak punya kebebasan sepenuhnya memilih situasi yang dihadapi, bukankah kita punya kebebasan untuk merespon atau bersikap atas situasi yang kita hadapi itu, bukan?.
Sang Maha Kuasa lebih tahu kemampuan manusia ciptaan-Nya, bila memilih tindakan sebagai manusia terpuji.
Saat kita berdoa dengan sepenuh hati agar dijauhkan dari semua masalah, seringkali justru masalah datang, yang membuat kita makin tangguh lantaran kita mampu mengatasinya, bukan?
Kekuatan Keyakinan
Kekuatan keyakinan adalah harta tak ternilai yang kita miliki.
Mengapa bila kita yakin bisa melakukan sesuatu, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, biasanya kemudahan dan berbagai "kebetulan" terjadi? Demikian sebaliknya, bukan?.
Secara sains, ahli fisika, Prof. Yohannes Surya, membuktikan hal itu. Berbagai keberhasilan para siswa-siswi Indonesia meraih juara Olimpiade Sains dan Matematika beberapa tahun ini dapat dijelaskan dari perspektif ilmu fisika.
Ketika impian membawa nama baik negeri, kesungguh-sungguhan, disiplin, pikiran positif dan totalitas bertemu, maka secara fisika, semua lingkungan serentak memberikan "kemudahan" dan menjadi energi besar yang mendukung keberhasilan proyek kemanusiaan itu. Ia menyebutnya sebagai gerakan Semesta Mendukung atau "Mestakung".
Dalam sebuah perbincangan dengan Prof. Yohannes Surya pada awal tahun 2008, saya memperoleh gambaran menarik bahwa persiapan, pengiriman dan pelaksanaan beberapa tim Olimpiade yang dipimpinnnya tidak difasilitasi oleh ketersediaan sumberdaya dan logistik yang melimpah.
Malah menurutnya, kesiapan sumberdaya dan logistik sering terpenuhi secara minimal pada saat-saat terakhir menjelang keberangkatan.
Prof. Yohannes Surya dan rekan-rekan selain menggalang dukungan Pemerintah, juga para sponsor dan dukungan perorangan yang peduli tentang kualitas dan prestasi anak bangsanya.
Menurutnya, memang tidak mudah melakukan ikhtiar itu, namun ia punya keyakinan kuat bila gerakan kebaikan ini akan sampai pada tujuannya. Selain terus memompa semangat diri dan timnya, ia juga terus mempompa semangat para siswa-siswinya.
Mereka semua memiliki kepribadian kuat sembari terus membangun jejaring dukungan.
Kisah keberhasilan Tim Olimpiade ini membuktikan bahwa manusia sejatinya memiliki kekuatan yang luar biasa bila ia memiliki kepribadian yang kuat yang dibangun atas imaginasinya tentang kebaikan pada masa depan, disiplin, ketekunan, prasangka positif dan senantiasa terbuka untuk terus mengasah kemampuan setiap hari.
Dengan kekuatan kepribadian itu, maka lingkungan buruk apapun, sekali lagi, adalah medan latihan dan penempaan diri.
Kisah luar biasa ini sesungguhnya adalah pengulangan atas berbagai sejarah masa lalu.
Ketangguhan Pemimpin Masa Lalu
Pada masa lalu banyak tokoh perubahan mampu mengubah keadaan buruk untuk menjadi karya yang menyejarah.
Sejarah keberhasilan negeri ini menjadi pelaku utama perlawanan negara-negara terjajah terhadap kolonialisme (1945-1955) juga membuktikan hal itu. Kita sering melupakannya.
Setelah Konperensi Asia-Afrika yang digagas Indonesia pada tahun 1955 di Bandung, makin banyak negara-negara terjajah memerdekakan diri. Konperensi itu telah menjadi inspirasi besar bagai bangsa-bangsa lain.
Seokarno, Hatta, Sjahrir, Natsir, Agus Salim dan para pendiri Republik lainnya adalah para manusia biasa yang memiliki kekuatan keyakinan dan tindakan-tindakan yang luar biasa.
Kekuatan kepribadian juga telah membuktikan dahsyatnya perlawanan Pangeran Diponegoro, Tjut Nyak Dhien, Teuku Umar, Pattimura, Kyai Maja, Sultan Hasanudin, Maulana Yusuf dan para Pahlawan Nasional kita lainnya terhadap penjajah Belanda pada masa lalu, melalui kemampuannya menggalang dukungan Rakyat yang dipimpinnya.
Maukah kita belajar dari para pemimpin besar itu? Jangan lupakan sejarah, atau "jas merah" kata Seokarno pada tahun 1967.
Kisah paling fenomenal bagi saya adalah ketangguhan kepribadian seorang pribadi mempesona, Nabi Muhammad SAW. Kekuatan kepribadiannya mampu membekalinya untuk mengatasi berbagai situasi buruk yang dihadapinya pada empat belas abad silam.
Kekuatan kepribadian itu bahkan dipupuk sejak sebelum Beliau diangkat jadi Rasul pada usia 40 tahun.
Sejak muda, rekam jekaknya adalah manusia terpercaya, Al Amien. Siapapun yang berbisnis dengannya merasa mendapat pelayanan terbaik.
Keunikan sekaligus kelebihannya dalam berbisnis ialah ia senantisa menguraikan lengkap kelebihan dan kekurangan produk yang dibawanya, disertai kesantunannya dalam berbisnis.
Semua perilaku itu telah teruji telah menjadikannya sebagai manusia yang dikagumi (the most admired business person) oleh siapa saja pada masa itu.
Demikian mempesonanya, para investor yang berasal dari kaum Nasrani dan Yahudi justru memintanya untuk mengelola bisnis mereka.
Muhammad SAW sejak muda terus memupuk karakternya sebagai pribadi yang jujur (shidiq), amanah (mampu menjaga kepercayaan), fathonah (memiliki kompetensi unggul) dan tabligh (kuat bersilaturahmi).
Dengan bekal kepribadian yang kuat itu, Nabi Muhammad SAW mampu menghadapi berbagai lingkungan buruk yang dihadapainya.
Kisah perlakukan buruk warga Taif dan Suku Quraisy adalah latihan yang menempa pribadi Muhammad SAW yang justru semakin kuat dan pejal.
Sahabatku yang baik, sekali lagi, tulisan ini tidak untuk membandingkan kisah-kisah besar masa silam dengan saat ini. Namun, tak ada salahnya bukan kita belajar terus dari sejarah dan kisah masa silam ini agar dapat menjadi sumber kearifan bagi kita untuk menjadi para pemimpin tangguh, lantaran sejarah terus berulang?
Saya selalu ingat kata-kata bijak "nahkoda hebat selalu terlatih dari kemampuannya mengatasi berbagai badai yang ganas".
Komitmen untuk menegakkan kejujuran, keadilan, ketekunan, keberanian, membangun kompetensi, melakukan pelayanan terbaik, menjaga kepercayaan teman atau mitra, serta menjaga silaturahmi adalah nilai-nilai yang sejatinya dapat memperkuat kekuatan kepribadian kita sebagai manusia merdeka, bukan?
Sebab dengan bekal semua kekuatan itu, semua badai yang datang justru menjadi kesempatan untuk menempa kualitas kepemimpinan diri kita agar terus naik kelas, bukan? Wallahu'lam. (***)
*) Praktisi Manajemen,
Minggu, Juni 13, 2010
' INDONESIA RAYA ' Adalah Negara Anti Diskriminasi Suku &.Ras
Beberapa waktu lalu seorang sahabat Blog I-I yang mengaku berasal dari rumpun bangsa Melanesia menyampaikan surat kepada saya tentang masih kuatnya diskriminasi di Indonesia. Yang bersangkutan menyampaikan bahwa di Papua telah lama berkembang perasaan berbeda karena dibedakan dalam benak dan hati anak-anak Papua, akibatnya mereka tidak merasa sebagai bagian dari kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa baik yang menginduk pada suku bangsa Melayu Tua, Melayu Muda, Chinese, India, Arab, maupun Melanesia.
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Menjadi tugas intelijen dan Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan pengkajian secara serius dan segera mengambil langkah-langkah yang efektif dalam membangun identitas keIndonesiaan secara bermartabat dan berdasarkan pada keiklashan dan pemabngunan moral-spirit bangsa yang egaliter tanpa membedakan ras dan suku bangsa.
Terjadinya pengkotak-kotakan dalam hubungan sosial dan kuatnya penanaman rasa berbeda diantara kita telah melahirkan batasan dalam hubungan sosial yang sehat. Kita hampir selalu menyimpan prasangka terhadap sesama saudara bangsa kita. Padahal kita semua pada saat yang bersamaan mendambakan persaudaraan yang tulus dalam membangun Indonesia Raya.
Setelah kita membangun prinsip-prinsip anti diskriminasi di sekolah dasar dan lanjutan, serta menciptakan koridor hukum yang melindungi kita semua dari tindakan diskriminatif, maka diperlukan pula sebuah tata kelola sosial, ekonomoi dan hukum yang menjamin bahwa prkatek diskriminatif tidak akan dapat berkembang. Hal itu mencakup pendidikan publik melalui berbagai media yang dilakukan secara terus-menerus, bukankah kita memiliki Kementerian Kominfo yang seharusnya melakukan kegiatan tersebut?
Pada tingkat masyarakat, gerakan civil society yang turut memperkuat pondasi anti diskriminasi perlu didukung oleh berbagai pihak termasuk pemerintah. Hal ini akan secara efektif menembus sekat-sekat perbedaan. Namun prosesnya tidak boleh dipaksakan melainkan berjalan secara wajar, normal dan bertahap untuk menghindari resistensi yang bersifat kekerasan atau provokasi tertentu dengan memperkuat isu perbedaan.
Keluhan di propinsi lain dalam isu diskriminasi relatif telah mulai menghilang, namun di Papua tampaknya hal ini masih cukup besar dan kita semua wajib membuka mata dan memperhatikan apa yang terjadi di Papua. Perbedaan fisik yang cukup menyolok seringkali menimbulkan "rasa" berbeda, hal inilah yang harus kita proses dalam persaudaraan sejati demi masa depan kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Apabila "rasa" tersebut tidak dapat diatasi dengan pendidikan, dengan pembangunan komunikasi sehat, dengan proses pembauran yang wajar serta dengan sikap saling menghormati, tentunya kita akan terus terjebak dalam pe"rasa"an berbeda, membedakan dan dibedakan. Kesempatan kepada saudara kita di Papua untuk belajar di propinsi lain dan diperlakukan secara wajar sebagai saudara sebangsa akan mendorong terjadinya penigkatan saling memahami. Namun proses ini tidak dapat terjadi dalam waktu semalam, karena masyarakat begitu luas dan banyak elemennya sehingga, konflik personal kadang kala dikembangkan menjadi konflik yang bersifat antar ras, hal inilah yang harus dihindari. Pengalaman-pengalaman personal tidak dapat menjadi justifikasi terjadinya praktek diskriminasi secara terstruktur, namun berdasarkan pengalaman personal tersebut kita dapat gunakan untuk menghindari terjadinya diskriminasi yang disengaja secara struktural.
Kepada seluruh sahabat Blog I-I di Papua. Jangan takut dan khawatir dalam memperjuangkan kesamaan derajat dengan seluruh komponen bangsa Indonesia.
Semoga bermanfaat.
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Menjadi tugas intelijen dan Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan pengkajian secara serius dan segera mengambil langkah-langkah yang efektif dalam membangun identitas keIndonesiaan secara bermartabat dan berdasarkan pada keiklashan dan pemabngunan moral-spirit bangsa yang egaliter tanpa membedakan ras dan suku bangsa.
Bangsa Indonesia didalamnya masih menyimpan potensi besar rasisme dimana antar suku bangsa saling memiliki prasangka dan sikap diskriminasi. Orang Jawa misalnya sering dihina dengan sebutan Jawa koek dan menjadi bahan banyolan di Jakarta, Orang Padang dilabelkan dengan sikap kikir (padang bengkok), orang Batak dengan kekasarannya, orang Betawi yang kampungan, orang papua dengan kebodohan dan hinaan lainnya, dst..dst. Sadarkah kita bahwa semua sikap saling menghina tersebut telah mengoyak persaudaraan kita dalam kebangsaan Indonesia.
Benar bila dikatakan tidak ada bangsa Indonesia, yang ada hanya kumpulan suku-suku bangsa yang secara iklash bersatu membentuk satu bangsa baru Indonesia, hampir sama dengan Amerika yang sebenarnya merupakan kumpulan bangsa imigran dari berbagai benua di dunia.
Bahaya laten dari diskriminasi antar suku bangsa jauh lebih besar dari pada laten komunis ataupun radikalisme agama, karena taruhannya adalah pecahnya Republik Indonesia menjadi negara-negara kecil yang lemah. Oleh karena itu, perlu dibangun sejak dini bagaimana sesungguhnya potret bangsa Indonesia yang ideal dan kita harapkan bersama.
Bangsa Indonesia yang beraneka suku bangsa harus dibangun atas dasar kesamaan derajat sebagai umat manusia. Kita lahir setara sebagai manusia terlepas dari latar belakang etnisitas yang melekat sebagai keturunan dari orang tua kita. Prinsip ini harus ditanamkan sejak usia dini di sekolah dasar dan diperkuat hingga dewasa melalui peraturan yang menjamin bahwa perlakuan diskriminatif melanggar hukum positif di Indonesia.
Sebagai sebuah negara demokratis, sikap anti diskriminasi adalah sejalan. Bahkan dari kacamata adat istiadat maupun agama yang dipeluk di seluruh Nusantara, penghargaan terhadap kemanusiaan yang tidak membedakan latar belakang suku juga sejalan. Lalu dimana letak kesalahan kita sebagai anak bangsa?
Terjadinya pengkotak-kotakan dalam hubungan sosial dan kuatnya penanaman rasa berbeda diantara kita telah melahirkan batasan dalam hubungan sosial yang sehat. Kita hampir selalu menyimpan prasangka terhadap sesama saudara bangsa kita. Padahal kita semua pada saat yang bersamaan mendambakan persaudaraan yang tulus dalam membangun Indonesia Raya.
Setelah kita membangun prinsip-prinsip anti diskriminasi di sekolah dasar dan lanjutan, serta menciptakan koridor hukum yang melindungi kita semua dari tindakan diskriminatif, maka diperlukan pula sebuah tata kelola sosial, ekonomoi dan hukum yang menjamin bahwa prkatek diskriminatif tidak akan dapat berkembang. Hal itu mencakup pendidikan publik melalui berbagai media yang dilakukan secara terus-menerus, bukankah kita memiliki Kementerian Kominfo yang seharusnya melakukan kegiatan tersebut?
Pada tingkat masyarakat, gerakan civil society yang turut memperkuat pondasi anti diskriminasi perlu didukung oleh berbagai pihak termasuk pemerintah. Hal ini akan secara efektif menembus sekat-sekat perbedaan. Namun prosesnya tidak boleh dipaksakan melainkan berjalan secara wajar, normal dan bertahap untuk menghindari resistensi yang bersifat kekerasan atau provokasi tertentu dengan memperkuat isu perbedaan.
Keluhan di propinsi lain dalam isu diskriminasi relatif telah mulai menghilang, namun di Papua tampaknya hal ini masih cukup besar dan kita semua wajib membuka mata dan memperhatikan apa yang terjadi di Papua. Perbedaan fisik yang cukup menyolok seringkali menimbulkan "rasa" berbeda, hal inilah yang harus kita proses dalam persaudaraan sejati demi masa depan kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Apabila "rasa" tersebut tidak dapat diatasi dengan pendidikan, dengan pembangunan komunikasi sehat, dengan proses pembauran yang wajar serta dengan sikap saling menghormati, tentunya kita akan terus terjebak dalam pe"rasa"an berbeda, membedakan dan dibedakan. Kesempatan kepada saudara kita di Papua untuk belajar di propinsi lain dan diperlakukan secara wajar sebagai saudara sebangsa akan mendorong terjadinya penigkatan saling memahami. Namun proses ini tidak dapat terjadi dalam waktu semalam, karena masyarakat begitu luas dan banyak elemennya sehingga, konflik personal kadang kala dikembangkan menjadi konflik yang bersifat antar ras, hal inilah yang harus dihindari. Pengalaman-pengalaman personal tidak dapat menjadi justifikasi terjadinya praktek diskriminasi secara terstruktur, namun berdasarkan pengalaman personal tersebut kita dapat gunakan untuk menghindari terjadinya diskriminasi yang disengaja secara struktural.
Kepada seluruh sahabat Blog I-I di Papua. Jangan takut dan khawatir dalam memperjuangkan kesamaan derajat dengan seluruh komponen bangsa Indonesia.
Semoga bermanfaat.
Ada Kriminalisasi & Ada yang Keliru dalam Kasus Susno Duadji
Mantan Ketua MPR Amien Rais menilai ada kejanggalan dalam kasus yang ditimpakan Polri pada mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji. Hal itu disampaikan Amien saat menerima kedatangan keluarga Susno untuk silaturahim di kediamannya, Perumahan Taman Gandaria Blok C nomor 1, Jakarta, Sabtu (12/6/2010).
"Saya bukan ahli hukum, tapi saya common sense. Tapi, saya tahu bahwa ada sesuatu yang memang keliru (dalam kasus Susno)," katanya.
Dilanjutkannya, ada upaya kriminalisasi, rekayasa hukum, dan demonisasi dalam kasus Susno yang dilakukan oleh pihak-pihak kepolisian dan penguasa.
"Jadi orang yang berjiwa besar, penguasa yang berjiwa besar itu enggak ada salahnya kalau kemudian menarik langkah-langkah yang sudah keliru itu. Supaya kita semua mendapatkan ya satu gambaran penegakan hukum yang tidak kena intervensi politik, yang tidak kena katakanlah demonisasi dan juga kriminalisasi," tuturnya.
Dikatakannya, penyidik dan Polri seakan seperti mencari-cari konteks kesalahan Susno untuk akhirnya menjebloskan Susno ke dalam tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. "Dibuat-buat ceritanya," ucapnya.
Amien pun mengecam sikap Polri yang menangkap paksa Susno di beberapa kali kesempatan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh jenderal bintang tiga itu.
"Saya kira semua orang yang punya hati nurani itu tidak setuju ya. Seorang perwira tinggi Polri itu dicokok, orang Malaysia bilang, diambil saja. Terus orang pesakitan, saya kira mencederai rasa keadilan," kata Amien Rais.
Sumber: Kompas Online
"Saya bukan ahli hukum, tapi saya common sense. Tapi, saya tahu bahwa ada sesuatu yang memang keliru (dalam kasus Susno)," katanya.
Dilanjutkannya, ada upaya kriminalisasi, rekayasa hukum, dan demonisasi dalam kasus Susno yang dilakukan oleh pihak-pihak kepolisian dan penguasa.
"Jadi orang yang berjiwa besar, penguasa yang berjiwa besar itu enggak ada salahnya kalau kemudian menarik langkah-langkah yang sudah keliru itu. Supaya kita semua mendapatkan ya satu gambaran penegakan hukum yang tidak kena intervensi politik, yang tidak kena katakanlah demonisasi dan juga kriminalisasi," tuturnya.
Dikatakannya, penyidik dan Polri seakan seperti mencari-cari konteks kesalahan Susno untuk akhirnya menjebloskan Susno ke dalam tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. "Dibuat-buat ceritanya," ucapnya.
Amien pun mengecam sikap Polri yang menangkap paksa Susno di beberapa kali kesempatan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh jenderal bintang tiga itu.
"Saya kira semua orang yang punya hati nurani itu tidak setuju ya. Seorang perwira tinggi Polri itu dicokok, orang Malaysia bilang, diambil saja. Terus orang pesakitan, saya kira mencederai rasa keadilan," kata Amien Rais.
Sumber: Kompas Online
Rezim Neolib
Saya faham betul kegelisahan sahabat Blog I-I yang kecewa dengan artikel yang saya tulis beberapa waktu silam tentang Moral Story dari Sri Mulyani, serta masukan dari Grup Diskusi 77-78 dengan catatan panjang lebar tentang rezim Neolib yang merugikan bangsa dan negara Indonesia.
Satu hal terpenting adalah Blog I-I tidak memback-up argumentasi Rezim Neolib ataupun menyetujui cara pandang yang sangat negatif dari kelompok yang mengaku anti Neolib.
Apa yang Blog I-I ajak dari seluruh sahabat adalah berpikir kritis yang keluar dari jargon politik - ekonomi, serta melangkah pada wilayah strategis dan cara berpikir pragmatis untuk kepentingan bangsa dan negara melalui penentuan taktik yang akan menjadi kebijakan negara dalam mensejahterakan kita semua.
Coba renungkan pandangan saya berikut ini:
Pertama, dalam dunia gagasan boleh-boleh saja kita berbicara tentang nasionalisme ekonomi dan ekonomi kerakyatan. Demikian juga dalam dunia gagasan, kita juga boleh saja mendambakan pasar bebas yang akan mensejahterakan seluruh umat manusia di dunia.
Pada kenyataanya ekonomi selalu bergerak dalam nafsu kepentingan memperoleh keuntungan (the nature of economy). Bila kita bicara tentang kendali negara, nasionalisme ekonomi dan ekonomi untuk rakyat, dalam prakteknya pelaku ekonomi tidak akan peduli dengan semua jargon tersebut, yang akan dipedulikan adalah apakah sebuah investasi akan menguntungkan, apakah perdagangan akan menjanjikan keuntungan, apakah sebuah pasar akan mampu menyedot produk sebanyak-banyaknya, apakah ada resiko kerugian dari sebuah tindakan ekonomi. Begitu sederhananya sehingga seringkali agak mengerikan karena keuntungan adalah segalanya dalam prinsip dasar manusia melakukan kegiatan ekonomi. Pasar bebas dengan berbagai "aturan" yang menguntungkan kelompok kapitalis juga menghembuskan janji kesejahteraan yang lebih luas, namun prakteknya adalah penghisapan ekonomi dari lemah oleh yang kuat dan itulah realitanya.
Kedua, hanya terdapat dua pilihan yaitu ikut dalam perjalanan ekonomi global atau menutup diri dan mengambil kebijakan anti globalisasi (tutup pintu atau konfrontasi kebijakan yang menolak ikut dalam arus ekonomi liberal). Diantara beberapa platform politik dari partai politik, hanya Gerindra yang memiliki platform berbeda dengan ketegasan dalam strategi pembangunan eknominya yang mengambil jargon kerakyatan. Sementara partai politik lainnya cenderung campuran atau bahkan cenderung liberal. Tidak ada yang salah dengan semua konsep dan platform tersebut, karena ujiannya adalah pada saat dihadapkan dengan realita dunia dan kekuatan-kekuatan ekonomi yang ada baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kenyataan bahwa kekuatan ekonomi di dalam negeri dikuasai hanya oleh sekitar 1000-an elit Indonesia tentunya tidak dapat diabaikan bukan. Bahkan meskipun fakta telah menunjukkan betapa Aburizal Bakrie melakukan banyak kesalahan di tingkat nasional, kita tidak dapat seenaknya menyingkirkannya dari lingkaran kekuasaan karena Dia salah seorang yang memegang kunci ekonomi Indonesia. Kemudian kenyataan ekonomi global berputar dalam prinsip ekonomi liberal tentunya tidak dapat kita hindarkan. Realita ekonomi mendesak pemerintah Indonesia untuk memilih kebijakan yang tepat bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ketiga, kita sangat ketinggalan dalam perdebatan ideologi ekonomi-politik. Kita juga kurang canggih dalam memahami perkembangan neoliberalisme dan sosialisme. Akibatnya kita terjebak dalam kebiasaan labeling yang cenderung melahirkan sentimen negatif. Padahal saya yakin kita semua ingin memajukan bangsa dan negara. Di dunia Barat, perdebatan antara sosialisme dan liberalisme telah begitu kompleksnya sehingga semakin sulit mencari batasannya dalam realita sehari-hari. Hal itulah yang menyebabkan lengkapnya diskursus atau perdebatan antara kelompok kaum kanan (liberal) dan kiri (sosialis), sehingga lahir kelompok kiri tengah dan kanan tengah yang semakin memperkaya khasanah perdebatan dalam penyusunan kebijakan ekonomi-politik suatu negara. Perbedaannya dengan perdebatan yang dilakukan di Indonesia adalah adanya kemauan seluruh pihak untuk saling mendengarkan dan mencari jalan yang terbaik untuk negara. Tradisi tersebut tampaknya kurang kuat di Indonesia.
Keempat, saya sangat menghormati pihak-pihak yang kritis dan mengembangkan analisa yang mengkritisi pemerintah dan seyogyanyalah pemerintah mau mendengarkan. Namun kritikan tersebut harus dibangun dalam semangat kemajuan Indonesia dan bukan menghancurkan sendi-sendi yang ada, karena kita akan semakin ketinggalan. Kepada pemerintah, janganlah terlalu alergi terhadap kritik dan masukan dari masyarakat khususnya yang bersifat ilmiah dan penelitian terhadap bahaya terlalu larutnya Indonesia dalam faham liberalisme ekonomi, karena fakta-fakta di dalam negeri telah tampak ketidakseimbangan dalam pembangunan ekonomi, dimana kelompok ekonomi lemah semakin tersingkir dengan masuknya gurita ekonomi khususnya di bidang retail.
Kelima, kebijakan pemerintah apapun bentuknya baik yang bersifat proteksi ekonomi wong cilik, maupun yang pro-pengusaha besar seyogyanya telah melalui proses evaluasi yang seksama sehingga akan dapat mencapai manfaat terbesar dan bukan dikendalikan oleh elit-elit tertentu sehingga miskin visi kebangsaan.
Semoga catatan saya ini dapat mengklarifikasi posisi Blog I-I dalam perdebatan tentang Rezim Neolib.
Satu hal terpenting adalah Blog I-I tidak memback-up argumentasi Rezim Neolib ataupun menyetujui cara pandang yang sangat negatif dari kelompok yang mengaku anti Neolib.
Apa yang Blog I-I ajak dari seluruh sahabat adalah berpikir kritis yang keluar dari jargon politik - ekonomi, serta melangkah pada wilayah strategis dan cara berpikir pragmatis untuk kepentingan bangsa dan negara melalui penentuan taktik yang akan menjadi kebijakan negara dalam mensejahterakan kita semua.
Coba renungkan pandangan saya berikut ini:
Pertama, dalam dunia gagasan boleh-boleh saja kita berbicara tentang nasionalisme ekonomi dan ekonomi kerakyatan. Demikian juga dalam dunia gagasan, kita juga boleh saja mendambakan pasar bebas yang akan mensejahterakan seluruh umat manusia di dunia.
Pada kenyataanya ekonomi selalu bergerak dalam nafsu kepentingan memperoleh keuntungan (the nature of economy). Bila kita bicara tentang kendali negara, nasionalisme ekonomi dan ekonomi untuk rakyat, dalam prakteknya pelaku ekonomi tidak akan peduli dengan semua jargon tersebut, yang akan dipedulikan adalah apakah sebuah investasi akan menguntungkan, apakah perdagangan akan menjanjikan keuntungan, apakah sebuah pasar akan mampu menyedot produk sebanyak-banyaknya, apakah ada resiko kerugian dari sebuah tindakan ekonomi. Begitu sederhananya sehingga seringkali agak mengerikan karena keuntungan adalah segalanya dalam prinsip dasar manusia melakukan kegiatan ekonomi. Pasar bebas dengan berbagai "aturan" yang menguntungkan kelompok kapitalis juga menghembuskan janji kesejahteraan yang lebih luas, namun prakteknya adalah penghisapan ekonomi dari lemah oleh yang kuat dan itulah realitanya.
Kedua, hanya terdapat dua pilihan yaitu ikut dalam perjalanan ekonomi global atau menutup diri dan mengambil kebijakan anti globalisasi (tutup pintu atau konfrontasi kebijakan yang menolak ikut dalam arus ekonomi liberal). Diantara beberapa platform politik dari partai politik, hanya Gerindra yang memiliki platform berbeda dengan ketegasan dalam strategi pembangunan eknominya yang mengambil jargon kerakyatan. Sementara partai politik lainnya cenderung campuran atau bahkan cenderung liberal. Tidak ada yang salah dengan semua konsep dan platform tersebut, karena ujiannya adalah pada saat dihadapkan dengan realita dunia dan kekuatan-kekuatan ekonomi yang ada baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kenyataan bahwa kekuatan ekonomi di dalam negeri dikuasai hanya oleh sekitar 1000-an elit Indonesia tentunya tidak dapat diabaikan bukan. Bahkan meskipun fakta telah menunjukkan betapa Aburizal Bakrie melakukan banyak kesalahan di tingkat nasional, kita tidak dapat seenaknya menyingkirkannya dari lingkaran kekuasaan karena Dia salah seorang yang memegang kunci ekonomi Indonesia. Kemudian kenyataan ekonomi global berputar dalam prinsip ekonomi liberal tentunya tidak dapat kita hindarkan. Realita ekonomi mendesak pemerintah Indonesia untuk memilih kebijakan yang tepat bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ketiga, kita sangat ketinggalan dalam perdebatan ideologi ekonomi-politik. Kita juga kurang canggih dalam memahami perkembangan neoliberalisme dan sosialisme. Akibatnya kita terjebak dalam kebiasaan labeling yang cenderung melahirkan sentimen negatif. Padahal saya yakin kita semua ingin memajukan bangsa dan negara. Di dunia Barat, perdebatan antara sosialisme dan liberalisme telah begitu kompleksnya sehingga semakin sulit mencari batasannya dalam realita sehari-hari. Hal itulah yang menyebabkan lengkapnya diskursus atau perdebatan antara kelompok kaum kanan (liberal) dan kiri (sosialis), sehingga lahir kelompok kiri tengah dan kanan tengah yang semakin memperkaya khasanah perdebatan dalam penyusunan kebijakan ekonomi-politik suatu negara. Perbedaannya dengan perdebatan yang dilakukan di Indonesia adalah adanya kemauan seluruh pihak untuk saling mendengarkan dan mencari jalan yang terbaik untuk negara. Tradisi tersebut tampaknya kurang kuat di Indonesia.
Keempat, saya sangat menghormati pihak-pihak yang kritis dan mengembangkan analisa yang mengkritisi pemerintah dan seyogyanyalah pemerintah mau mendengarkan. Namun kritikan tersebut harus dibangun dalam semangat kemajuan Indonesia dan bukan menghancurkan sendi-sendi yang ada, karena kita akan semakin ketinggalan. Kepada pemerintah, janganlah terlalu alergi terhadap kritik dan masukan dari masyarakat khususnya yang bersifat ilmiah dan penelitian terhadap bahaya terlalu larutnya Indonesia dalam faham liberalisme ekonomi, karena fakta-fakta di dalam negeri telah tampak ketidakseimbangan dalam pembangunan ekonomi, dimana kelompok ekonomi lemah semakin tersingkir dengan masuknya gurita ekonomi khususnya di bidang retail.
Kelima, kebijakan pemerintah apapun bentuknya baik yang bersifat proteksi ekonomi wong cilik, maupun yang pro-pengusaha besar seyogyanya telah melalui proses evaluasi yang seksama sehingga akan dapat mencapai manfaat terbesar dan bukan dikendalikan oleh elit-elit tertentu sehingga miskin visi kebangsaan.
Semoga catatan saya ini dapat mengklarifikasi posisi Blog I-I dalam perdebatan tentang Rezim Neolib.
Jumat, Juni 11, 2010
Habib Ali al Habsyi dan Romo Vicensius Kirjito Jadi Penerima Maarif Award 2010
TEMPO . Habib Ali al Habsyi dari Kalimantan Selatan dan Romo Vicensius Kirjito dari Magelang, Jawa Tengah ditetapkan sebagai penerima Maarif Award 2010 oleh dewan juri. Kedua tokoh ini dinilai konsisten berjuang dalam bidangnya.Habib Ali Al Habsyi dinilai keyakinannya telah menjadi common denominator,Sedangkan Romo Vicentus mampu merespon kemiskinan ekologi.
Pemberian award itu diberikan Kamis (10/6) malam di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta. Penghargaan diberikan langsung Pendiri Maarif Institute, Ahmad Safii Maarif.
"Dewan Juri menemukan kenyakinan beragama telah menjadi common denominator bagi Habib Ali Al Habsyi dan Romo Vicensius Kirjito dalam merespon kemiskinan dan ekologi. Meskipun, keduanya berasal dari latar belakang yang berbeda" kata Clara Joewono, Sekretaris dewan juri Maarif Award 2010.Panitia, kata Clara Joewono mengatakan telah menelurusi rekam jejak sejumlah kandidat yang sangat potensial di beberapa daerah. Dan hanya dua aktivis akar rumput itu yang dinilai dewan juri layak memenuhi kualifikasi utama sebagai penerima Award.
Rompo Ismartomo yang juga sebagai anggota dewan juri menambahkan bahwa karakter penghargaan Maarif Award 2010, mengedepankan kerja-kerja kemanusiaan di akar rumput dengan berpijak pada keyakinan yang bersifat iunklusif sekaligus memberdayakan. Dan hal tersebut dapat ditemukan pada dua sosok aktivis lokal asal Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah itu.
Dewan juri melakukan proses seleksi dan kajian mendalam untuk Maarif Award 2010 terhadap rekam jejak sejumlah kandidat sejak beberap awaktu dan akhirnya sampai pada tahapan final.
Profile Data
Habib Ali Al Habsy
Lahir di Barabai
15 September 1966
Alumnus Ekonomi Unlam
Banjarmasih 1991
Aktivis pemberdayaan masyarakat 1987
Mendirikan NGO Lembaga Wahana Muda (Lewin) 1990
Romo V Kirjito
Lahir di Kulon Progo
18 November 1953
Jadi Pastor Paroki St. Maria Magelang tahun 2000
Memperjuangkan air bersih di kaki Gunung Merapi
Mengobarkan semangat perlawanan masyarakat Merapi terhadap upaya perusakan lingkungan hidup dengan cara damai
Pemberian award itu diberikan Kamis (10/6) malam di Gedung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta. Penghargaan diberikan langsung Pendiri Maarif Institute, Ahmad Safii Maarif.
"Dewan Juri menemukan kenyakinan beragama telah menjadi common denominator bagi Habib Ali Al Habsyi dan Romo Vicensius Kirjito dalam merespon kemiskinan dan ekologi. Meskipun, keduanya berasal dari latar belakang yang berbeda" kata Clara Joewono, Sekretaris dewan juri Maarif Award 2010.Panitia, kata Clara Joewono mengatakan telah menelurusi rekam jejak sejumlah kandidat yang sangat potensial di beberapa daerah. Dan hanya dua aktivis akar rumput itu yang dinilai dewan juri layak memenuhi kualifikasi utama sebagai penerima Award.
Rompo Ismartomo yang juga sebagai anggota dewan juri menambahkan bahwa karakter penghargaan Maarif Award 2010, mengedepankan kerja-kerja kemanusiaan di akar rumput dengan berpijak pada keyakinan yang bersifat iunklusif sekaligus memberdayakan. Dan hal tersebut dapat ditemukan pada dua sosok aktivis lokal asal Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah itu.
Dewan juri melakukan proses seleksi dan kajian mendalam untuk Maarif Award 2010 terhadap rekam jejak sejumlah kandidat sejak beberap awaktu dan akhirnya sampai pada tahapan final.
Profile Data
Habib Ali Al Habsy
Lahir di Barabai
15 September 1966
Alumnus Ekonomi Unlam
Banjarmasih 1991
Aktivis pemberdayaan masyarakat 1987
Mendirikan NGO Lembaga Wahana Muda (Lewin) 1990
Romo V Kirjito
Lahir di Kulon Progo
18 November 1953
Jadi Pastor Paroki St. Maria Magelang tahun 2000
Memperjuangkan air bersih di kaki Gunung Merapi
Mengobarkan semangat perlawanan masyarakat Merapi terhadap upaya perusakan lingkungan hidup dengan cara damai
Selasa, Juni 01, 2010
Beredar Nama Warga Negara Indonesia Diduga Tewas di Gaza
Senin, 31 Mei 2010 | 23:56 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -Kabar tewasnya satu orang warga negara Indonesia di perairan Tel Aviv, dalam aksi penghadangan bantuan menuju jalur Gaza oleh tentara Israel, semakin santer. Meski kantor Medical Emergency Rescue Comitee atau Mer-C di Jakarta belum membenarkan kabar tewasnya WNI tersebut, namun nama korban yang diduga tewas terkena berondongan peluru tentara Israel itu telah beredar.
“Memang beredar kabar tentang tewasnya seorang WNI tersebut. Tapi kebenaran kabar itu belum dapat dikonformasi, nama dan identitas korban pun belum kami dapat, terima kasih,” ujar salah seorang anggota Mer-C, dr Riza kepada TEMPO, Senin (31/5), di Jakarta.
Namun, sumber TEMPO mengatakan, seorang korban yang diduga tewas itu ialah bekas wartawan bernama Wisnu. “Kabarnya namanya Wisnu, eks wartawan yang dikabarkan tewas. Istrinya juga bekas wartawan salah satu surat kabar berbahasa asing di Indonesia,” ungkap sumber tersebut. Namun kembali, sumber tersebut menyatakan kabar tersebut masih simpang siur. “Masih belum terkonfirmasi secara pasti.”
Sementara pihak Mer-C melalui Ketua Presidium MER-C, dr. Sarbini Abdul Murad mengutuk keras aksi Israel tersebut. “Dunia wajib mengutuk serangan Israel terhadap relawan kemanusiaan yang berada di kapal Mavi Marmara,” tegasnya seperti dikutip situs Mer-C. Serangan Israel tersebut dilakukan sekitar pukul 4 dinihari waktu setempat. Israel menyerang dengan menggunakan helikopter dan sejumlah pasukannya diturunkan di kapal “Mavi Marmara”.
Jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah karena pasukan Israel masih menguasai kapal bantuan “Mavi Marmara” yang mengangkut sekitar 500 lebih relawan dan aktifis kemanusiaan dari berbagai Negara. “Hingga saat ini, kami masih belum mendapatkan informasi yang jelas mengenai identitas relawan yang menjadi korban karena hubungan komunikasi yang masih terputus dengan Tim MER-C yang berada di kapal tersebut,” ungkap Sarbini.
Langganan:
Postingan (Atom)