Minggu, Desember 05, 2010
Pemerintah Indonesia Sadar Kalau di Jajah AMERIKA
Situs Wikileaks mengungkapkan bocoran ratusan ribu memo diplomatik dari berbagai kedutaan besar Amerika Serikat (AS) di mancanegara, termasuk dari Jakarta.
Dari 251.287 memo diplomatik yang bocor, TheGuardian mendata bahwa 3.059 memo berasal dari Kedutaan Besar AS di Jakarta. Dokumen itu merupakan semacam laporan diplomatik yang dikirim dari Kedubes AS di Jakarta dan Konjen AS di Surabaya. Situs Wikileaks berjanji akan mempublikasi dokumen itu secara bertahap.
Dan ternyata Wikileaks mulai menepati janjinya. Tiga buah dokumen mengenai Indonesia sudah dirilis. Dokumen itu dibuat dalam bentuk Congressional Research Service (CSR), lembaga think tank Kongres AS. Dokumen CRS ini biasanya menjadi dasar bagi Senat dan DPR AS dalam mengambil kebijakan. Dokumen-dokumen itu menyangkut beberapa isu sensitif seperti masalah Timor Timur, penghentian bantuan IMF dan Bank Dunia pada tahun 2000, pilpres 2004, dan pelatihan kopassus.
Bagaimana sikap Indonesia? Kementrian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan bersikap reaktif atas bocoran memo-memo diplomatik Amerika Serikat (AS) di laman WikiLeaks. Bila kumpulan memo tersebut ada yang menyinggung Indonesia, itu adalah masalah Amerika dan harus ditangani oleh Washington sendiri.
Demikian kata jurubicara Kementrian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, Michael Tene. Dia mengatakan pihak Kemlu terus informasi yang mengalir dari WikiLeaks, yang mengklaim punya bocoran lebih dari 250.000 memo diplomatik berkatagori rahasia atau terbatas, hasil laporan kantor-kantor perwakilan diplomatik AS di berbagai negara.
Namun, Kemlu mengaku tidak akan menanggapi jika memang benar Indonesia disinggung dalam salah satu dokumen bocoran. "Mengenai kemungkinan adanya isi dokumen yang melibatkan Indonesia, hal ini tidak akan ditanggapi oleh pemerintah Indonesia," ujar Tene dalam jumpa pers rutin di Jakarta, Jumat, 3 Desember 2010.
Namun dia mengatakan bahwa masalah ini perlu penanganan yang serius dari pemerintah AS. "Masalah kebocoran dokumen itu perlu ditangani oleh pemerintah AS sendiri," ujar Tene.
Sejak 28 November lalu, WikiLeaks telah mengunggah lebih dari 600 dokumen dan telah dimuat di sejumlah media massa internasional. Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, yang kini buron atas kasus perkosaan, mengatakan perlu waktu yang lama untuk mempublikasikan.
Sebelumnya, pengamat isu internasional, F.X. Baskara Wardaya berpendapat, Indonesia tak perlu reaktif.
"Bila langsung reaktif, malah bisa menjadi bahan tertawaan karena valid tidaknya dokumen perlu dibuktikan," lanjut Baskara kepada VIVAnews, Rabu 1 Desember 2010.
Menurut Baskara, belum tentu isi memo diplomatik yang bocor itu mengandung konotasi yang negatif atas Indonesia.
"Seberapa besar dampaknya bagi Indonesia itu tergantung pada siapa dan topik apa yang disinggung dalam pesan-pesan itu. Bisa saja melaporkan isu lain," kata Baskara, penulis buku "Membongkar Supersemar! Dari CIA hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno" (2007).
Sementara, Duta Besar AS untuk Indonesia, Scot Marciel mengaku tidak begitu ambil pusing dengan bocoran WikiLeaks itu, yang disebut-sebut juga memiliki bocoran memo diplomatik dari Kedutaan Besar AS di Jakarta. Otentisitas semua informasi itu juga dipandang masih diragukan.
Menanggapi pembocoran dokumen rahasia oleh Wikileaks, pemerintah Indonesia juga segera memulai analisis terhadap isi informasi yang dibocorkan Wikileaks dari dokumen Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta. Analisis itu diambil untuk menjadi rujukan dalam menentukan sikap resmi pemerintah Indonesia terkait informasi yang bocor tersebut.
"Kita analisis nanti ada keterkaitannya dengan apa yang menjadi concern kita, kan kita belum tahu sekarang, nanti kita cari," kata Menko Polhukam Djoko Suyanto di Istana Negara, Jumat (3/12). Dia menambahkan, pemerintah Indonesia sedang menelusuri isi dari informasi itu.
Djoko belum mengetahui perkembangan penelurusan yang dilakukan Menkominfo Tifatul Sembiring dan Menlu Marty Natalegawa seperti yang telah diinstruksikan sebelumnya. "Tindakan kita yang pertama, kita sudah ada data berapa banyak, yang klasifikasinya rahasia, terbatas, maupun yang terbuka," kata Djoko.
Dari informasi itu pemerintah akan mengetahui isinya apa. "Dari itu nanti kita kumpulkan isinya apa, sampai sekarang kan kita belum tahu," kata Djoko. Setelah informasi terkumpul, ujarnya, barulah analisis bisa dilakukan. Kemudian, pemerintah Indonesia bisa menyikapi dari setiap informasi.
Apakah pemerintah Indonesia berkomunikasi dengan AS? "Oh iya pasti, pasti. Ini sebenarnya kan yang dibocorkan dokumennya Amerika," kata Djoko. Dia menyadari, setiap kedutaan dan konsulat dari negara mana pun selalu membuat laporan di mana mereka bertugas.
Djoko mengatakan, pemerintah Indonesia berkomunikasi dengan AS melalui Kementerian Luar Negeri. Dia memastikan ada antisipasi yang disiapkan pemerintah Indonesia. (Republika/Antara/Vivanews)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BAGAIMANA PENDAPAT ANDA ???????